Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terungkap Laporan Pasukan Khusus Inggris di Afghanistan Mengeksekusi Warga Sipil Tidak Bersenjata

Kompas.com - 02/08/2020, 22:00 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

LONDON, KOMPAS.com - Terdapat laporan bahwa Pasukan Khusus dalam Angkatan Darat Inggris (SAS) dituding telah membunuh warga sipil tak bersenjata selama perang di Afghanistan pada 2011.

Melansir Daily Mail pada Minggu (2/8/2020), telah terungkap dalam dokumen pengadilan tentang surat-surat rahasia kejahatan unit SAS yang melakukan misi malam hari, di mana mereka mengeksekusi warga sipil di desa-desa Afghanistan.

Berkas-berkas kejahatan unit SAS sebelumnya ditahan dari kasus hukum Pengadilan Tinggi yang sedang berlangsung oleh pemerintah. Sehingga, menyebabkan hakim meminta penjelasan dari Menteri Pertahanan Inggris, Ben Wallace.

Dalam serangan malam hari itu, disebutkan telah membunuh lebih dari 33 warga sipil Afghanistan dalam 11 serangan berbeda di rumah-rumah.

Dokumen-dokumen tersebut telah dilihat oleh tim The Sunday Times, yang mengungkapkan suatu insiden penting yang telah diduga sebagai pembunuhan 4 kali lipat oleh pasukan Inggris.

Pada 16 Februari 2011, unit SAS yang tidak disebutkan namanya tiba dengan helikopter Chinook di desa Gawahargin di provinsi Helmand selatan, Afghanistan.

Baca juga: Polisi Tangkap Anggota Parlemen Inggris atas Tuduhan Pelecehan Seksual

Mereka mencari seorang pemuda bernama Saddam, yang dicurigai sebagai anggota kelompok musuh yang menanam bom di pinggir jalan.

Dengan senjata laser terlatih, mereka menyerbu rumah keluarganya yang terdapat pula anggota keluarga yang lain, termasuk kakaknya bernama Saifullah yang berusia 19 tahun, yang kemudian keluar dengan mengangkat tangan.

Para wanita dan anak-anak, termasuk Saifullah diikat dengan tudung hitam di kepala mereka, kemudian ditahan di salah satu ruangan.

Di menit-menit berikutnya, para wanita, anak-anak, termasuk Saifullah, mendengar suara tembakan.

Setelah pasukan pergi, Saifullah kembali ke rumah untuk mencari ayahnya. Dia menemukan ayahnya dan saudara-saudaranyaa, dan sepupunya tewas dengan beberapa lubang peluru di kepala mereka.

Dua tahun kemudian, paman Saifullah mengajukan tuntutan kepada pemerintah Inggris atas penahanan dan penganiayaan yang melanggar hukum, karena ia telah dipenjara selama 20 hari tanpa tuduhan, setelah penyerbuan oleh SAS.

Baca juga: Kabur dari Korut, Pembelot Ini Susah Payah Sampai Inggris, Ini Kisah Perjuangannya

Sebagai bagian dari litigasi, tuduhan tentang 4 pembunuhan warga sipil diteruskan ke cabang investigasi khusus dari Royal Military Police (RMP), yang merasa klaim tersebut cukup serius. Penyelidikan dimulai pada Maret 2014.

Namun, dalam komunikasi luar biasa antara anggota unit SAS dan tokok Pasukan Khusus senior yang diungkapkan dalam pengadilan, masalah menjadi tidak jelas.

Ketika seorang sersan mayor SAS mengirimkan email balasan pada pukul 6.56 pagi waktu setempat yang berisi, "Ini tentang...pembantaian terbaru! Saya sudah mendengar beberapa rumor."

Respons seorang perwira senior ini menguraikan apa yang tampaknya menjadi kasus utamanya.

Ia menggambarkan kematian dari sepupu Saifullah, Ahmad Shah. "Pada dasarnya untuk yang ke-10 kalinya dalam 2 minggu terkahir, ketika mereka mengirim B (pria Afghanistan kembali ke A (gudang), untuk membuka tirai. Dia muncul kembali dengan AK (senapa serbu AK-47)."

Email terakhir berisi informasi penembakan di luar ruangan terhadap salah satu hingga 2 saudara laki-laki, Saddam.

Baca juga: Industri Teknologi Seks Laku Keras Selama Pandemi, Pemerintah Inggris Tanamkan Investasi

"Dan akhirnya mereka (pasukan SAS) menembak seorang laki-laki yang bersembunyi di balik semak-semak dan membawa granat di tangan. Anda tidak bisa melakukannya!"

Namun, dalam rincian laporan, ada yang aneh dari kematian itu, di mana para pria Afghanistan memiliki senapan serbu AK-47 dan granat dari tempat tidur, serta di balik tirai yang petugas SAS perintahkan untuk dibuka, telah membuat heran.

Dalam satu catatan yang ditulis pada hari pembunuhan, seorang perwira mengatakan dia telah melakukan pertemuan "sangat sulit" dengan kolonel yang bertanggung jawab atas unit mitra Afghanistan (APU) tentang insiden itu.

Kolonel itu membawa sembilan tentaranya, salah satunya adalah kerabat keluarga Saifullah, yang memberi jaminan bahwa orang-orang yang telah SAS bunuh itu adalah guru dan petani, bukan pendukung Taliban.

Pertemuan itu dianggap telah menjadi sangat panas, sehingga seorang prajurit Afghanistan menarik pistolnya, dan diminta untuk menembak salah seorang mentornya di Special Boat Squadron (SBS), resimen maritim SAS.

Seorang petugas Special Boat Squadron (SBS) menulis, "Dia (kolonel) berusaha berulang kali meminta saya untuk menjelaskan kepada petugas (hadir di ruangan) mengapa keluarganya (Saifullah) ditahan, dan kemudian dibunuh oleh Inggris, tanpa ada bukti (kejahatan)."

Baca juga: Layanan Kesehatan Nasional Asal Inggris Ciptakan Aplikasi untuk Menekan Penyebaran Covid-19

Kolonel itu mengatakan bahwa tentaranya melaporkan bahwa tidak ada yang menembaki pasukan koalisi, tetapi warga sipil "tetap saja ditembaki".

Catatan petugas menambahkan, "Dia menyarankan bahwa 2 orang ditembak ketika berusaha melarikan diri, dan 2 orang lainnya dibunuh tepat sasaran setelah mereka ditahan dan digeledah."

Kematian dan perilaku SAS di Afghanistan menjadi perhatian Markas Besar di Inggris. Seorang komandan senior mendengar dari orang-orang tampaknya ada kebijakan dari SAS tentang "pejuang usia laki-laki ... bahkan ketika mereka tidak menimbulkan ancaman".

Dalam sebuah catatan ia juga mengatakan ada kekhawatiran kedua bahwa "jumlah kejadian dimana" kepala keluarga "B (pria Afghanistan) diundang untuk memimpin pembersihan kompleks dan kemudian dilibatkan, lalu dibunuh".

Pada bulan yang sama pada April 2011, seorang komandan pasukan khusus mengirim ulasan ke atasan tentang semua serangan SAS sejak Desember 2010 yang rinci, dan menimbulkan kekhawatiran karena jumlah orang yang terbunuh lebih tinggi daripada jumlah senjata yang sebenarnya ditemukan oleh SAS di tempat kejadian.

Dia menyimpulkan, "Dalam pandangan saya, ada cukup banyak hal di sini untuk meyakinkan saya bahwa kita sedang melakukan beberapa kesalahan saat ini."

Baca juga: Angka Kematian di Inggris Tertinggi Se-Eropa Selama Pandemi Covid-19

Menanggapi kisah Sunday Times, Kementerian Pertahanan mengatakan, "Ini bukan bukti baru, dan kasus bersejarah ini telah diselidiki secara independen oleh Royal Military Police sebagai bagian dari Operasi Northmoor."

"Itu juga menjadi sasaran empat ulasan yang dilakukan oleh tim peninjau independen," kata pihak kementerian.

Kementerian pertahanan Inggris ini berpendapat, "Dokumen-dokumen ini dianggap sebagai bagian dari investigasi independen, yang menyimpulkan bahwa tidak ada cukup bukti untuk merujuk kasus tersebut ke penuntutan."

"Layanan Kepolisian dan Otoritas Pelayanana Kejaksaan tentu saja tetap terbuka untuk mempertimbangkan tuduhan jika bukti baru, intelijen atau informasi terungkap," tambah kementerian pertahanan Inggris.

Baca juga: Orang Asia dan Muslim di Inggris Tidak Tenang Langsungkan Idul Adha karena Stigma Penyebaran Covid-19

Gemetar ketakutan

Pada pukul 01:00 di Nawa, pedesaan Helmand, pada 16 Februari 2011, keluarga Saifullah tertidur di rumah mereka, menurut laporan yang dilansir BBC pada Sabtu (1/8/2020). 

Mereka tiba-tiba terbangun karena suara rotor helikopter, diikuti dengan terikan melalui megafon. Saifullah masih remaja saat itu, tetapi dia telah memiliki misi untuk "membunuh atau menangkap" Pasukan Khusus.

"Serbuan malam" adalah taktik yang umum pada waktu itu. Mereka biasanya melakukannya bersama dengan pasukan Afghanistan di tengah malam.

Tujuan mereka adalah menargetkan anggota senior Taliban.

"Seluruh tubuh saya gemetaran karena ketakutan. Semua orang ketakutan. Semua wanita dan anak-anak menangis dan menjerit," kata Saifullah kepada BBC Panorama.

Baca juga: Serangan Artileri Pakistan Tewaskan 15 Rakyat Sipil Afghanistan

Dia menggambarkan bagaimana tangannya diikat dan dia ditempatkan di tempat penampungan bersama para wanita dan anak-anak. 

Setelah pasukan pergi, mayat kedua saudara lelakinya ditemukan di ladang di sekitar rumah mereka. Sepupunya ditembak mati di gedung tetangga.

Kembali ke rumahnya, Saifullah menemukan ayahnya, berbaring telungkup di tanah.

"Kepalanya, daerah dahi, ditembak dengan banyak peluru, dan kakinya benar-benar patah karena peluru," ungkapnya.

Saifullah percaya keluarganya adalah sasaran yang salah dan kemudian dieksekusi dengan sadis.

Di distrik Nawa, ada teriakan setelah pembunuhan.

Gubernur Helmand percaya para korban saat itu adalah warga sipil tak berdosa.

Baca juga: Bom Bunuh Diri Guncang Malam Idul Adha di Afghanistan, Taliban Disorot

Philip Alston, mantan Pelapor Khusus PBB untuk eksekusi, mengatakan kepada program BBC Panorama itu.

"Saya tidak ragu bahwa secara keseluruhan banyak tuduhan (orang tak bersalah yang dibunuh) dibenarkan, dan bahwa kita dapat menyimpulkan bahwa sejumlah besar warga sipil terbunuh di penggerebekan malam, benar-benar tidak bisa dibenarkan," kata Alston.

Email militer Inggris dari hasil penyerbuan yang diperoleh Panorama menunjukkan bahwa saksi mata dari militer Afghanistan mendukung laporan Saifullah.

Mengutip pernyataan seorang perwira komando dari pasukan Afghanistan mengatakan bahwa tidak ada yang menembaki Inggris saat itu, tetapi keempat anggota keluarga tetap ditembak dan bahwa "ia melihat ini sebagai konfirmasi bahwa orang yang tidak bersalah dibunuh".

Komandan Afghanistan menyatakan bahwa "dua orang yang tertembak berusaha melarikan diri, dan bahwa dua orang lainnya" dibunuh "tepat setelah mereka telah ditahan dan digeledah".

Baca juga: Bendera Simbol Perbudakan Dibentangkan Pasukan Khusus Australia di Afghanistan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Serangan Udara Rusia di Odessa Ukraina Lukai 9 Orang Termasuk 4 Anak

Serangan Udara Rusia di Odessa Ukraina Lukai 9 Orang Termasuk 4 Anak

Global
AS Klaim Tak Terapkan Standar Ganda soal Israel dan HAM, Apa Dalihnya?

AS Klaim Tak Terapkan Standar Ganda soal Israel dan HAM, Apa Dalihnya?

Global
Kecelakaan 2 Helikopter Malaysia Jatuh Terjadi Usai Rotornya Bersenggolan

Kecelakaan 2 Helikopter Malaysia Jatuh Terjadi Usai Rotornya Bersenggolan

Global
Kata Raja dan PM Malaysia soal Tabrakan 2 Helikopter Angkatan Laut yang Tewaskan 10 Orang

Kata Raja dan PM Malaysia soal Tabrakan 2 Helikopter Angkatan Laut yang Tewaskan 10 Orang

Global
Arab Saudi Jadi Ketua Komisi Perempuan, Picu Kecaman Pegiat HAM

Arab Saudi Jadi Ketua Komisi Perempuan, Picu Kecaman Pegiat HAM

Global
Malaysia Minta Video Tabrakan 2 Helikopter Angkatan Laut Tak Disebarluaskan

Malaysia Minta Video Tabrakan 2 Helikopter Angkatan Laut Tak Disebarluaskan

Global
Puluhan Pengunjuk Rasa Pro-Palestina Ditangkap di Kampus-kampus AS

Puluhan Pengunjuk Rasa Pro-Palestina Ditangkap di Kampus-kampus AS

Global
Rangkuman Hari Ke-789 Serangan Rusia ke Ukraina: Situasi Garis Depan Ukraina | Perjanjian Keamanan

Rangkuman Hari Ke-789 Serangan Rusia ke Ukraina: Situasi Garis Depan Ukraina | Perjanjian Keamanan

Global
Secara Ekonomi, Cukup Kuatkah Iran Menghadapi Perang dengan Israel?

Secara Ekonomi, Cukup Kuatkah Iran Menghadapi Perang dengan Israel?

Internasional
AS Tak Mau Disebut Terapkan Standar Ganda pada Rusia dan Israel

AS Tak Mau Disebut Terapkan Standar Ganda pada Rusia dan Israel

Global
Serangan Israel ke Iran Sengaja Dibatasi Cakupannya

Serangan Israel ke Iran Sengaja Dibatasi Cakupannya

Global
Unilever Tarik Kembali Produk Magnum Almond Terkait Kontaminasi Plastik dan Logam di Inggris dan Irlandia

Unilever Tarik Kembali Produk Magnum Almond Terkait Kontaminasi Plastik dan Logam di Inggris dan Irlandia

Global
Tabrakan 2 Helikopter Angkatan Laut di Malaysia, 10 Korban Tewas, Tak Ada yang Selamat

Tabrakan 2 Helikopter Angkatan Laut di Malaysia, 10 Korban Tewas, Tak Ada yang Selamat

Global
Rishi Sunak Janjikan Paket Militer untuk Ukraina hingga Rp 10 Triliun

Rishi Sunak Janjikan Paket Militer untuk Ukraina hingga Rp 10 Triliun

Global
Mengapa Israel Menyerang Kota Isfahan di Iran?

Mengapa Israel Menyerang Kota Isfahan di Iran?

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com