Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tidak Dibantu AS dan Arab Saudi, Lebanon Berpaling ke China

Kompas.com - 18/07/2020, 15:34 WIB
Miranti Kencana Wirawan

Editor

KOMPAS.com - Di tengah wabah virus corona, Lebanon justru dijauhi oleh jiran Arab dan negara Barat. Ibu kota Lebanon, Beirut kini menyasar China sebagai sumber keuangan dan jalan keluar dari keterpurukan perekonomian mereka.

Sejah dulu, Lebanon dianggap menjadi ladang pertikaian antara Arab Saudi dan Iran. Kini, negara itu terseret ke dalam konflik antara China dan Barat.

Penyebab utamanya, krisis ekonomi anggaran negara itu. Pemerintah Beirut kini sedang berada di tepi jurang kebangkrutan.

Dalam beberapa bulan terakhir, nilai mata uang Pound Lebanon anjlok 80 persen terhadap dollar Amerika Serikat (AS).

Fluktuasi nilai tukar yang liar ikut memadamkan aktivitas perdagangan. Akhirnya, sebagian besar kelas menengah Lebanon terjerembab ke garis kemiskinan.

Dampak dari kemiskinan itu, aksi demonstrasi merajalela di jalan-jalan ibu kota sejak 2019 untuk mengecam praktik korupsi dan kebuntuan perpolitikan negara itu.

Pemerintah Lebanon yang ingin menggandakan pajak rokok dan bahan bakar mendapat amarah dari warga. Pemerintah bahkan ingin memberlakukan pajak telepon bagi aplikasi serupa WhatsApp.

Beirut sebenarnya sedang bernegosiasi dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk mencairkan pinjaman senilai 11 miliar dollar AS.

Dana itu sudah dijanjikan sejak 2018 silam. Namun perundingannya menemui jalan buntu. Pemerintah dan parlemen Lebanon dianggap gagal menyepakati paket reformasi sesuai syarat IMF.

Baca juga: Lebanon Umumkan Kasus Pertama Virus Corona, Sudah 5 Negara Timur Tengah Tertular

“Langkah serius” dekati China

Perdana Menteri Lebanon, Hassan Diab akhirnya mencari bantuan ke China. Pemerintah di Beijing adalah sekutu alami bagi Lebanon, terutama sejak Diab yang didukung Iran dan Suriah berhasil melengserkan Saad Hariri yang dekat dengan Arab Saudi.

Milisi Syiah, Hezbollah, yang memiliki 13 kursi di parlemen ikut menyuarakan dukungan bagi poros Beirut-Beijing.

“Langkah kami ke arah China merupakan sesuatu yang sangat serius,” kata seorang pejabat di kementerian kepada kantor berita Associated Press.

“Kami sedang melewati situasi yang luar biasa dan kami menyambut siapa pun yang ingin membantu.”

Dia mengklaim bahwa China menawarkan diri untuk mengakhiri krisis energi listrik di Lebanon yang sudah berlangsung sejak satu dekade terakhir. Pemerintah di Beirut sedang mempertimbangkan tawaran tersebut, kata dia.

China juga dikabarkan ingin membangun pembangkit listrik, terowongan yang memangkas perjalanan antara Beirut dan Lembah Bekaa dan jalur kereta di sepanjang pesisir pantai Lebanon.

Baca juga: Irak akan Tukar Minyak dengan Makanan dari Lebanon

Hezbollah di balik sanksi ekonomi AS

Pemerintah Washington yang selama ini menyokong militer Lebanon, mewaspadai kebijakan baru tersebut dan memperkirakan hal itu akan ikut membebani hubungan dengan AS.

Keretakan hubungan antara AS dan Lebanon sudah terlihat sejak pemerintahan Hariri dilengserkan.

Ketika Lebanon dilanda aksi Demonstrasi, Hezbollah dan PM Hassan Diab bersama-sama menuduh AS sebagai biang keladi krisis ekonomi.

Mereka mengklaim AS telah memberi sanksi ekonomi secara informal untuk menekan Hezbollah yang dikategorikan sebagai organisasi teror oleh Washington dan negara Arab lainnya.

“Kita tahu persis bahwa ada keputusan besar untuk mengepung negeri ini. Mereka menghalangi setiap bantuan bagi Lebanon,” kata Diab dalam sebuah rapat kabinet, 2 Juli silam.

“Mereka menghalangi kucuran dana ke Lebanon dan memblokir kredit untuk mengimpor bahan bakar, diesel, obat-obatan dan tepung untuk memutus aliran listrik, membuat warga Lebanon kelaparan dan membiarkan mereka mati tanpa obat-obatan.”

Namun Juru bicara Kementerian Luar Negeri AS, Morgan Ortagus, sebaliknya menilai upaya “pemerintah Lebanon menyalahkan sanksi AS sebagai pemicu krisis ekonomi
adalah keliru dan salah kaprah.”

Baca juga: Patuhi Social Distancing, Demonstran Lebanon Berunjuk Rasa Pakai Mobil

Antara belanja infrastruktur dan restrukturisasi anggaran

Pada Maret lalu, Lebanon mendeklarasikan ketidakmampuannya menyicil tunggakan utang pemerintah.

Akibatnya, banyak perusahaan Barat enggan berinvestasi selama belum tercapainya kesepakatan dengan IMF, ungkap ekonom Lebanon Hasan Moukalled.

Menurut Moukalled, hal ini yang membedakan dengan perusahaan-perusahaan dari China.

Godaan Beijing terasa lebih memikat lantaran menjanjikan proyek-proyek mercusuar seperti pembangunan infrastruktur baru.

Sementara negosasi dengan IMF berpusar pada mitigasi defisit anggaran dan mengembangkan kerangka kerja untuk reformasi strutural pada perekonomian nasional.

Sebanyak 17 kali pertemuan terjadi antara pemerintah Lebanon dan IMF sejak pertengahan Mei lalu. Tapi tidak satu pun perundingan itu membuahkan kemajuan.

Moukalled yang sudah berulangkali mengunjungi China antara 2018 dan 2019, mengklaim proyek infrastruktur yang dijanjikan China bernilai 12,5 miliar dollar AS.

Baca juga: Aksi Protes Berlangsung 13 Hari, PM Lebanon Mengundurkan Diri

 

Investasi itu dinilai juga mengandung motivasi politik, mengingat posisi strategis Lebanon sebagai pintu masuk ke Timur Tengah bagi Beijing, dan juga Rusia.

Iran juga sempat ikut menawarkan bantuan, namun ditolak Beirut yang tidak ingin memprovokasi AS.

“Kami memahami kebutuhan Lebanon atas kucuran dana. Mereka membutuhkan investor,” kata Duta Besar AS untuk Lebanon, Dorothy Shea, kepada stasiun televisi Arab Saudi, Al-Hadath.

Tapi kebergantungan terhadap China “akan berdampak pada stabilitas dan kemakmuran jangka panjang Lebanon, dan tentunya terhadap hubungan dengan Amerika Serikat.”

Duta Besar Rusia, Alexander Zasypkin, sebaliknya mengklaim Rusia, China, Suriah, Iran dan Irak akan membantu Lebanon. Menurutnya jika Barat menolak membantu, “alternatif untuk merapat ke Timur semakin mendesak.”

Ketika melawat ke Lebanon pekan lalu, Kepala Komando Pusat Militer AS, Jendral Kenneth McKenzie, ditanya tentang upaya negara-negara Arab mencekati China sebagai sumber investasi. “Anda mendapat sesuai yang Anda bayar, cuma itu yang bisa saya katakan,” jawabnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com