Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nasib PRT Indonesia Ilegal di China, Tak Digaji hingga Punya 2 Anak

Kompas.com - 15/07/2020, 22:00 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Editor

GUANGZHOU, KOMPAS.com - "Bekerja sebagai pekerja rumah tangga (PRT) di China gajinya besar, proses izin tinggal dan bekerja pun mudah". Itu adalah perkataan yang disebutkan agen tenaga kerja ke Fitri, seorang warga negara Indonesia yang kini tinggal dan bekerja secara ilegal di China. Namun, belakangan dia ketahui, perkataan itu adalah penipuan belaka karena China melarang PRT dari luar negeri.

Jumat, 12 Oktober 2012 adalah hari terakhir Fitri menginjakkan kaki di Indonesia. Tidak ada identitas diri yang ia bawa ke China kecuali paspor yang di kemudian hari harus dilepas lantaran ditahan agen.

Ia menyebut menjalani hari demi hari dengan berat di China. Mulai dari tidak mendapatkan gaji, kabur dari satu agen dan majikan ke lainnya, terjerumus dalam pekerjaan yang ia sebut kotor, hingga memiliki dua anak dari warga negara Afrika yang berbeda.

Baca juga: Lempar Anjing Majikan dari Lantai 3, PRT Indonesia Ini Diadili

Kini Fitri bermimpi untuk dapat pulang ke Indonesia dan bertemu dengan ayah yang dirindukannya.

Apa yang dialami Fitri adalah contoh kecil dari cerminan kehidupan banyak pekerja migran Indonesia (PMI) yang kini "terjebak hingga akhirnya terlantar" di luar negeri akibat lemahnya perlindungan dan pengawasan dari pemerintah, kata Serikat Buruh Migran Indonesia.

Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Guangzhou, China, mengatakan Fitri dan kedua anaknya dapat pulang ke Indonesia setelah melengkapi dokumen administrasi dan menjalani hukuman.

Dimulai dengan bagaimana "Aku bisa bekerja ilegal di China"

"Kerja di China itu gaji besar dan proses mudah." Iming-iming agen di Indonesia membuat Fitri tergiur dan memutuskan bekerja di China.

Pada usia sekitar 22 tahun, Fitri pergi ke China. Tidak ada proses wawancara apalagi pengurusan visa bekerja. Fitri mengklaim tidak mengetahui menggunakan visa turis yang hanya berlaku satu bulan.

"Aku ke China tidak bawa kartu keluarga, KTP. Cuma pegang paspor dan 1.000 uang China. Aku dikontrak kerja satu tahun dengan gaji 3.500 yuan (Rp 7,3 juta)," kata Fitri kepada wartawan BBC Indonesia, Raja Eben Lumbanrau.

Baca juga: Seorang Pria Perkosa 2 Wanita di Semarang, Pura-pura Tawarkan Pekerjaan PRT Lewat Facebook

Pekerjaan berat dan tidak digaji: Aku kabur tanpa paspor

Di luar dugaan, apa yang Fitri alami berbeda jauh dengan apa yang dijanjikan. Ia kabur dari satu majikan ke majikan lain tanpa digaji dengan alasan "uji coba".

"Aku harus bersihkan empat lantai sendiri. Berat sekali kerjanya," kata Fitri.

Tidak kuat, Fitri memutuskan kabur. Dibantu oleh PRT Indonesia ilegal yang bekerja di agen tersebut, ia pindah ke agen lain di Shenzhen pada 2013.

"Di sini aku kerja mengurus bayi umur delapan bulan, dan majikan suami-istri. Gaji lancar satu sampai empat bulan pertama. Setelah itu telat hingga tidak dibayar. Aku pun kabur, dan meninggalkan paspor yang ditahan agen," kata Fitri.

"Aku lelah bekerja sebagai PRT"

Pola yang sama terus berulang. Telah lebih dari lima kali ia berganti agen kerja dan belasan kali berganti majikan.

Sampai pada satu titik, Fitri mengatakan lelah bekerja sebagai PRT.

"Lalu teman ajak kerja di kafe yang tamunya orang Afrika," kata Fitri.

Ia bekerja di kafe pada 2013. Baru bekerja sekitar satu minggu, ia bertemu dengan WNA Afrika yang menjadi bapak anak Fitri pertama.

"Dia bilang kamu ikut saya, kayak istri, cuma di rumah dan dinafkahin. Aku awalnya takut dan tidak tahu kalau dia bisnis narkoba. Yang aku tahu dia bisnis beli baju dikirim ke Afrika," kata Fitri.

"Aku tinggal bersama dia sampai hamil empat bulan. Lalu ditinggal pergi begitu saja. Aku mau gugurin tapi tidak bisa," katanya.

Baca juga: Mengaku Agen Penyalur Kerja, Pria Ini Rampok dan Perkosa Calon PRT

Perdagangan Pekerja Rumah Tangga (PRT) Indonesia di media sosial di luar negeri.Carousell via BBC Indonesia Perdagangan Pekerja Rumah Tangga (PRT) Indonesia di media sosial di luar negeri.

Bekerja "kotor" dan berganti teman dekat

Fitri pun menjalani kehidupan seorang diri bersama dengan anak yang dikandungnya.

Tidak memiliki uang dan pekerjaan, sementara pengeluaran selalu mengalir, akhirnya Fitri menjalani pekerjaan yang ia sebut kotor.

"Aku kerja kotor buat makan, untuk anakku dan bayar rumah saja, untuk bertahan hidup, tidak lebih," katanya.

Ia bekerja kotor dari kandungan berumur empat hingga delapan bulan.

Baca juga: Terjerat Rentenir, PRT Curi Perhiasan Majikan Seharga Rp 250 Juta

Di saat kandungan anak pertamanya berumur delapan bulan, Fitri kembali bertemu dengan pria lain yang juga berasal dari Afrika.

"Dia baik terima aku lagi hamil, mengurus aku, tinggal di rumah dia, menerima anakku, dan bantu aku melahirkan," katanya.

Fitri melahirkan anak pertamanya di rumah sakit pada 2015, namun ia mendaftarkan anaknya dengan menggunakan paspor lain yang kemudian menjadi masalah saat ini ketika Fitri ingin pulang ke Indonesia bersama anaknya.

Tujuh bulan usai anak pertamanya lahir, nasib buruk menerpa, kata Fitri. Pria asal Afrika pasangan Fitri ditangkap dan dideportasi polisi karena melanggar izin visa.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com