Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Strategi Baru China untuk Bendung Gelombang Kedua Virus Corona

Kompas.com - 09/07/2020, 17:09 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

Sumber AFP

BEIJING, KOMPAS.com - Ketika kasus virus corona kembali merebak di Beijing, banyak yang khawatir jika gelombang kedua bakal mendera China.

Namun, berkaca dari pengalaman yang sudah-sudah, pejabat setempat menggunakan pendekatan baru untuk mencegah penyebarannya.

Pemerintah China tidak menggunakan penutupan secara drastis, ketika Wuhan mengalami pandemi hebat virus corona pada awal tahun ini.

Baca juga: Beijing Nol Positif Corona, Otoritas Peringatkan Jangan Berpuas Diri

Tapi, mereka melakukan lockdown parsial di permukiman yang dianggap terdampak, dan melakukan tes massal, memantau setengah dari total populasi Beijing yang berjumlah 21 juta jiwa.

Pendekatan ini mulai membuahkan hasil, jika melihat jumlah kasusnya yang turun hingga menjadi satu digit pada awal Juli, dan nol sepanjang tiga hari terakhir.

Dilansir AFP Kamis (9/7/2020), berikut merupakan pendekatan yang dilakukan Negeri "Panda" untuk menghadapi gelombang penyebaran baru:

Bagaimana penyebaran itu kembali terjadi?

China berusaha mati-matian melindungi ibukotanya dari pandemi, di mana mereka mengarahkan penerbangan ke kota lain dan pengunjung wajib dikarantina dan diperiksa.

Hingga awal Juni, dengan kasus yang semakin sedikit, Beijing melonggarkan sejumlah aturan, termasuk tak mewajibkan warganya mengenakan masker.

Adalah 11 Juni, warga setempat maupun internasional kembali terkejut dengan lonjakan kasus virus yang bernama resmi SARS-Cov-2 itu.

Baca juga: Meski Masih Positif, Beijing Cabut Larangan Perjalanan

Dari 335 kasus yang terdeteksi, kebanyakan dilacak berasal dari Pasar Grosir Xinfadi, berlokasi di selatan ibu kota, yang langsung ditutup begitu wabah terjadi.

Ribuan orang langsung diperintahkan menjalani karantina, dengan 11 juta orang diinstruksikan mendapat pemeriksaan virus corona.

Pemerintah kota melarang perjalanan ke luar bagi warga di area berisiko tinggi, dengan setiap orang harus menunjukkan surat bebas Covid-19.

Otoritas masih mencari tahu penyebab lonjakan kasus. Tapi, tes awal menunjukkan sumber penyebaranya penyebarannya ada di papan pemotong untuk memproses salmon impor.

Baca juga: Kasus Baru Virus Corona di Beijing Kemungkinan dari Asia Tenggara dan Asia Selatan

Ibu kota China, Beijing pada Rabu (17/6/2020) membatalkan lebih dari 60 persen penerbangan komersial dan meningkatkan kesiagaan di tengah wabah virus corona gelombang kedua. AP/Ng Han Guan Ibu kota China, Beijing pada Rabu (17/6/2020) membatalkan lebih dari 60 persen penerbangan komersial dan meningkatkan kesiagaan di tengah wabah virus corona gelombang kedua.

Bagaimana cara China menangani lonjakan baru ini?

Ketika wabah pertama kali menyebar di Wuhan, China langsung menerapkan lockdown ketat, dan meluas hingga Provinsi Hubei, membuat 60 juta penduduknya terisolasi.

Tapi ketika wabah kembali terjadi Juni lalu, pemerintah Beijing menggunakan apa yang disebut "pengendalian terkendali".

Mereka melakukan penutupan sejumlah permukiman satu demi satu setiap hari. Segala makanan dan minuman yang masuk ke kota harus diperiksa. Bar juga diperintahkan ditutup.

Meski begitu, pusat perbelanjaan dan restoran di bagian lain kota yang tidak melaporkan adanya infeksi bakal diizinkan untuk buka.

Baca juga: Beijing Nyatakan Wabah Virus Corona Sudah Diatasi

Kota memfokuskan tenaga mereka pada pelacakan, dan dengan cepat mengisolasi siapa pun yang terpapar oleh virus corona.

Dari pintu ke pintu, relawan bergerilya untuk menanyakan kepada penduduk jika mereka terlibat kontak dengan penderita Covid-19.

Menggunakan teknologi kamera pengawas, setiap warga yang kendaraannya terlihat di dekat Xinfadi diperintahkan segera menjalani tes.

Leong Hoe Nam, pakar penyakit menular di Rumah Sakit Mount Elizabeth Novena Singapura berujar, China jelas berada di level berbeda dalam penanganan gelombang kedua.

"Tidak ada negara yang punya sumber daya, kemampuan, tekad, finansial, dan tentu saja kepatuhan tingkat tinggi, untuk melakukan ini selain China," jelasnya Leong.

Baca juga: Kasus Virus Corona Meningkat Lagi, Warga Beijing Khawatir

Apakah ini "New Normal"?

Ekonomi Negeri "Panda" mengalami dampak hebat ketika menerapkan lockdown ketat untuk menangkal penyebaran awal SARS-Cov-2.

Karena itu, kecil kemungkinan pemerintahan Presiden Xi Jinping akan mengambil langkah serupa untuk memberlakukan lockdown total.

"Negara ini jelas tidak akan mengikuti kebijakan pertama yang mereka terapkan kecuali penyebarannya sangat serius," kata Ekonom Senior IHS Markit. Yating Xu.

Bahkan ketika gelombang kedua mencapai puncaknya pada Juni, pemerintah Beijing masih mengizinkan hotel dan pariwisata tetap beroperasi.

Baca juga: Cegah Klaster Baru Corona, Beijing Uji Hampir 1 Juta Orang Tiap Hari

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Sumber AFP
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

AS Diam-diam Kirim Rudal Jarak Jauh ATACMS ke Ukraina, Bisa Tempuh 300 Km

AS Diam-diam Kirim Rudal Jarak Jauh ATACMS ke Ukraina, Bisa Tempuh 300 Km

Global
[POPULER GLOBAL] Demo Perang Gaza di Kampus Elite AS | Israel Tingkatkan Serangan

[POPULER GLOBAL] Demo Perang Gaza di Kampus Elite AS | Israel Tingkatkan Serangan

Global
Biden Teken Bantuan Baru untuk Ukraina, Dikirim dalam Hitungan Jam

Biden Teken Bantuan Baru untuk Ukraina, Dikirim dalam Hitungan Jam

Global
Israel Serang Lebanon Selatan, Sasar 40 Target Hezbollah

Israel Serang Lebanon Selatan, Sasar 40 Target Hezbollah

Global
Situs Web Ini Tawarkan Kerja Sampingan Nonton Semua Film Star Wars, Gaji Rp 16 Juta

Situs Web Ini Tawarkan Kerja Sampingan Nonton Semua Film Star Wars, Gaji Rp 16 Juta

Global
Wanita Ini Didiagnosis Mengidap 'Otak Cinta' Setelah Menelepon Pacarnya 100 Kali Sehari

Wanita Ini Didiagnosis Mengidap "Otak Cinta" Setelah Menelepon Pacarnya 100 Kali Sehari

Global
Kakarratul, Tikus Tanah Buta yang Langka, Ditemukan di Pedalaman Australia

Kakarratul, Tikus Tanah Buta yang Langka, Ditemukan di Pedalaman Australia

Global
Kisah Truong My Lan, Miliarder Vietnam yang Divonis Hukuman Mati atas Kasus Penipuan Bank Terbesar

Kisah Truong My Lan, Miliarder Vietnam yang Divonis Hukuman Mati atas Kasus Penipuan Bank Terbesar

Global
Wakil Menteri Pertahanan Rusia Ditahan Terkait Skandal Korupsi

Wakil Menteri Pertahanan Rusia Ditahan Terkait Skandal Korupsi

Global
Olimpiade Paris 2024, Aturan Berpakaian Atlet Perancis Berbeda dengan Negara Lain

Olimpiade Paris 2024, Aturan Berpakaian Atlet Perancis Berbeda dengan Negara Lain

Global
Adik Kim Jong Un: Kami Akan Membangun Kekuatan Militer Luar Biasa

Adik Kim Jong Un: Kami Akan Membangun Kekuatan Militer Luar Biasa

Global
Bandung-Melbourne Teken Kerja Sama di 5 Bidang

Bandung-Melbourne Teken Kerja Sama di 5 Bidang

Global
Mengenal Batalion Netzah Yehuda Israel yang Dilaporkan Kena Sanksi AS

Mengenal Batalion Netzah Yehuda Israel yang Dilaporkan Kena Sanksi AS

Global
Mengapa Ukraina Ingin Bergabung dengan Uni Eropa?

Mengapa Ukraina Ingin Bergabung dengan Uni Eropa?

Internasional
Taiwan Akan Singkirkan 760 Patung Pemimpin China Chiang Kai-shek

Taiwan Akan Singkirkan 760 Patung Pemimpin China Chiang Kai-shek

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com