HONG KONG, KOMPAS.com - Undang-undang (UU) keamanan nasional yang baru diberlakukan di Hong Kong membuat perubahan radikal dalam kehidupan warga kota itu.
Pejabat Otoritas China mengatakan UU tersebut tidak akan mengekang kebebasan dan mengembalikan stabilitas daerah setelah aksi unjuk rasa yang terjadi setahun lalu.
Namun UU tersebut telah menebar jala ketakutan di seluruh kota yang terbiasa berpendapat terbuka.
UU tersebut juga mengubah hubungan kota Hong Kong baik dengan China mau pun dunia luar.
Inilah 5 langkah China dalam mengontrol Hong Kong sebagaimana dilansir dari media Perancis AFP, Sabtu (4/7/2020).
Kota Hong Kong memiliki sistem peradilan yang independen dan terpisah dari China yang dikendalikan oleh partai.
Kini UU tersebut memberikan yurisdiksi China dalam beberapa kasus keamanan nasional. UU itu juga memungkinkan para agen daratan utama China beroperasi di Hong Kong untuk pertama kalinya.
Polisi setempat diberikan kekuatan pengawasan yang lebih luas yang memungkinkan tanpa adanya pengawasan dari badan yudisial.
Sementara itu persidangan yang melibatkan kerahasiaan negara dilakukan secara tertutup tanpa juri.
Dalam UU itu juga China mengklaim yurisdiksi yang universal. Hal itu membuat kritik yang dilontarkan terhadap pemerintah menjadi berisiko, termasuk kunjungan turis asing ke Hong Kong.
Hong Kong biasanya mengeluarkan hukumnya sendiri melalui badan legislatif. Hal itu sesuai dengan konsep "1 Negara 2 Sistem" yang dianut.
Hal ini menandakan kota Hong Kong merupakan kota otonomi dengan badan yudisial dan legislatifnya sendiri.
Namun sejak UU keamanan nasional disahkan, jika ada perbedaan hukum di antara keduanya, maka hukum China harus diutamakan.
Komisi keamanan nasional yang baru, dipimpin oleh Kepala Kantor Penghubung Beijing dan dikelola oleh pejabat daratan utama China.
Pemerintah China dan Hong Kong mengatakan UU yang baru hanya menyasar "minoritas yang sangat kecil".
Tetapi, pandangan politik tertentu kini dianggap ilegal seperti seruan untuk otonomi Hong Kong atau kemerdekaan Hong Kong.
Penangkapan pertama di bawah UU terjadi pada Rabu (1/7/2020). Mayoritas orang yang ditangkap adalah orang yang memiliki bendera atau selebaran kemerdekaan Hong Kong.
Pada Kamis, pemerintah China secara resmi melarang ujaran dan slogan "bebaskan Hong Kong, revolusi pada masa kita"