Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Misteri Dana Covid-19 PM India Senilai Rp 100 Triliun, Apakah Penipuan Terang-terangan?

Kompas.com - 03/07/2020, 19:42 WIB
Miranti Kencana Wirawan

Editor

KOMPAS.com - Beberapa hari sesudah karantina wilayah secara nasional diterapkan (sekitar 27 Maret lalu), Perdana Menteri India, Narendra Modi membentuk Prime Minister's Citizen Assistance and Relief in Emergency Situations Fund.

PM Cares Fund, begitu sebutannya, adalah dana yang akan digunakan untuk situasi darurat.

Modi kemudian menyerukan “semua warga India” untuk menyumbang ke situ.

“Ini seruan saya kepada sesama warga India untuk menyumbang ke PM-Cares Fund," cuitnya, sembari berkata sumbangan ini akan memperkuat perlawanan India terhadap Covid-19 dan “situasi buruk serupa” di masa depan.

“Ini akan berjalan panjang untuk menciptakan India yang lebih sehat,” tulisnya.

Sumbangan berdatangan dari warga, pesohor, perusahaan dan sebagainya.

Dalam seminggu, menurut banyak laporan, sumbangan mencapai 65 miliar Rupee India (sekitar Rp 12 triliun). Dana tersebut kini diperkirakan lebih dari 100 miliar Rupee India (Rp 18 triliun).

Baca juga: Keluarga Cabut Ventilator untuk Hidupkan AC, Pasien di India Meninggal

Namun PM Cares sudah kontroversial sejak semula karena sudah ada PM National Relief Fund or PMNRF yang berdiri sejak 1948.

Pemimpin Partai Kongres yang beroposisi, Sonia Gandhi, mengusulkan dana itu ditransfer saja ke PMNRF.

Kongres juga mengusulkan dana itu digunakan untuk kesejahteraan para migran. Di hari ketika PM Cares didirikan, krisis kemanusiaan besar mulai terjadi di India.

Jutaan pekerja migran – salah satu kelompok termiskin di India – mulai meninggalkan kota-kota besar sesudah Modi menerapkan karantina nasional.

Selama berminggu-minggu, mereka berjalan ratusan kilometer, kelaparan dan kehausan untuk mencapai desa mereka.

Lebih dari 100 orang meninggal dunia karenanya.

Pemerintah diperkirakan akan menggunakan sebagian dana itu untuk menolong migran yang terpaksa berjalan kaki, tapi itu tak terjadi.

Baca juga: India Lockdown, Pekerja Migran Ini Meninggal Setelah Jalan Kaki 215 Kilometer untuk Pulang

Pihak oposisi lalu mengubah nama lembaga amal itu menjadi “PM Does Not Really Care” alias PM Tidak Peduli.

Beberapa minggu sesudah itu, pertanyaan mulai bermunculan seputar pendirian dan pengelolaan PM Cares. Juga berapa banyak dana terkumpul, dari mana saja dan seperti apa penggunaannya.

Tak ada jawaban atas keraguan-keraguan sejumlah pihak di situs PM Cares. Kantor Perdana Menteri (PMO) yang mengelola dana ini menolak memberi informasi.

Kini politisi oposisi, pegiat independen dan wartawan bertanya: apakah ada yang disembunyikan oleh pemerintah?

Petisi diajukan di bawah undang-undang hak informasi publik (RTI) serta di pengadilan untuk menuntut transparansi.

Sejauh ini, PM Cares menghindar pemeriksaan publik dengan argumen bahwa lembaga ini tak termasuk “otoritas publik”, yang berarti tak dikendalikan ataupun didanai pemerintah maka tak termasuk dalam UU RTI.

Ini juga berarti lembaga itu tak bisa diperiksa oleh lembaga audit negara.

Baca juga: Perangi Virus Corona, India Lockdown Total Selama 21 Hari

Tudingan 'penipuan terang-terangan'

“Aneh kalau bilang bahwa PM Cares bukan otoritas publik,” kata Kandukuri Sri Harsh, mahasiswa hukum, kepada BBC.

"Jutaan orang menyumbang karena berpikir lembaga ini bukan lembaga swasta. Uang ini terkumpul karena kuatnya nama Perdana Menteri."

Kandukuri termasuk yang mengajukan permohonan informasi lewat RTI yang didaftarkan tanggal 1 April.

Ia mengajukan argumen mengapa lembaga ini adalah otoritas publik:

“Mengapa pemerintah menghalangi?” kata Kandukuri. "Apa yang disembunyikan?"

Banyak yang disembunyikan, menurut pegiat dan bekas wartawan Saket Gokhale, yang menggambarkan PM Cares sebagai “penipuan terang-terangan".

Baca juga: Cerita Shah Rukh Khan Saat India Lockdown, Dituding Tak Berdonasi dan Sebarkan Optimisme

Menyangkal tuduhan

Partai Modi menyangkal adanya kecurangan di PM Cares. Baru-baru ini, sesudah berminggu-minggu dituntut transparan, PMO mengatakan telah mengeluarkan 20 miliar Rupee India untuk membeli 50.000 ventilator, 10 miliar Rupee India untuk kesejahteraan migran, dan 1 miliar Rupee India untuk pengembangan vaksin.

Namun dana yang dialokasikan bagi migran dikritik, dianggap “terlalu kecil dan terlambat”, serta pemilihan ventilator dianggap bermasalah.

“Tak ada proses tender untuk ventilator, tak ada proses lelang kompetitif. Sangat semaunya,” kata Gokhale.

Minggu lalu, panel yang ditunjuk pemerintah menyatakan khawatir mengenai keandalan dan kemampuan 10.000 ventilator yang dibeli dengan dana PM Cares.

Gokhale juga mempertanyakan pilihan SARC & Associates, perusahaan swasta untuk mengaudit PM Cares. Firma ini ditunjuk oleh Modi untuk mengaudit PMNRF bulan Maret 2018 tanpa proses tender.

“Lembaga ini punya hubungan erat dengan BJP,” kata Gokhale. "SK Gupta yang mengepalainya merupakan pendukung kuat kebijakan BJP. Ia juga menyumbang 20 juta rupee ke PM Cares. Ini menimbulkan keraguan terhadap audit."

Gupta secara pribadi mengumumkan sumbangannya 20 juta rupee melalui akun twitternya. BBC memintanya menanggapi tuduhan bahwa SARC & Associates dipilih untuk mengaudit karena adanya hubungan erat dengan BJP, tapi Gupta menolak berkomentar.

Nalin Kohli, juru bicara BJP, membela PM Cares.

Kata Kohli, PMNRF digunakan untuk bencana alam, dan alasan pendirian PM Cares adalah untuk berfokus pada pandemi.

Baca juga: India Lockdown, Impor Daging Kerbau Terhambat

Kohli juga menyebutkan PMNRF, yang didirikan oleh Perdana Menteri India pertama Jawaharlal Nehru, memasukkan presiden partai Kongres menjadi salah satu wali.

“Banyak partai politik di India, dan kenapa satu partai harus disertakan dalam lembaga yang melibatkan dana publik untuk kepentingan publik?” katanya.

Ia mengatakan, Modi dan menteri yang lain terlibat di dalam PM Cares karena posisi yang mereka pegang, bukan sebagai wakil partai politik.

Kohli juga menolak tuduhan kurangnya transparansi. Ia berkeras bahwa SARC & Associates “terlibat semata-mata berdasarkan kemampuan” dan PM Cares akan mematuhi semua peraturan yang berlaku.

Kekhawatiran mengenai PM Cares hanya diangkat oleh sedikit dari pihak oposisi, katanya lagi.

“Ini lembaga baru. Apa pentingnya akuntabilitas publik di saat semua orang sibuk memerangi pandemi?”

Namun pertanyaan mengenai ketidakjelasan lembaga ini tidak hanya diangkat oleh oposisi. Pengacara Mahkamah Agung Surender Singh Hooda, yang mendaftarkan petisi di Pengadilan Tinggi Delhi, menggambarkan keengganan membuka informasi ini “tak bisa dipahami”.

“Saya ingin mereka memajang informasi di situs mereka. Berapa yang mereka terima, dari mana saja, ke mana dihabiskan,” katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Hamas Rilis Video Perlihatkan Sandera Israel di Gaza, Ini Pesannya

Hamas Rilis Video Perlihatkan Sandera Israel di Gaza, Ini Pesannya

Global
Demo Protes Perang Gaza Terus Meningkat di Sejumlah Kampus AS

Demo Protes Perang Gaza Terus Meningkat di Sejumlah Kampus AS

Global
Sejarah Panjang Hubungan Korea Utara dan Iran

Sejarah Panjang Hubungan Korea Utara dan Iran

Internasional
Koalisi AS Masih Bertarung Lawan Houthi, Jatuhkan 4 Drone dan 1 Rudal Anti-Kapal

Koalisi AS Masih Bertarung Lawan Houthi, Jatuhkan 4 Drone dan 1 Rudal Anti-Kapal

Global
Rangkuman Hari Ke-791 Serangan Rusia ke Ukraina: Bantuan Baru AS | Kiriman Rudal ATACMS

Rangkuman Hari Ke-791 Serangan Rusia ke Ukraina: Bantuan Baru AS | Kiriman Rudal ATACMS

Global
AS Diam-diam Kirim Rudal Jarak Jauh ATACMS ke Ukraina, Bisa Tempuh 300 Km

AS Diam-diam Kirim Rudal Jarak Jauh ATACMS ke Ukraina, Bisa Tempuh 300 Km

Global
[POPULER GLOBAL] Demo Perang Gaza di Kampus Elite AS | Israel Tingkatkan Serangan

[POPULER GLOBAL] Demo Perang Gaza di Kampus Elite AS | Israel Tingkatkan Serangan

Global
Biden Teken Bantuan Baru untuk Ukraina, Dikirim dalam Hitungan Jam

Biden Teken Bantuan Baru untuk Ukraina, Dikirim dalam Hitungan Jam

Global
Israel Serang Lebanon Selatan, Sasar 40 Target Hezbollah

Israel Serang Lebanon Selatan, Sasar 40 Target Hezbollah

Global
Situs Web Ini Tawarkan Kerja Sampingan Nonton Semua Film Star Wars, Gaji Rp 16 Juta

Situs Web Ini Tawarkan Kerja Sampingan Nonton Semua Film Star Wars, Gaji Rp 16 Juta

Global
Wanita Ini Didiagnosis Mengidap 'Otak Cinta' Setelah Menelepon Pacarnya 100 Kali Sehari

Wanita Ini Didiagnosis Mengidap "Otak Cinta" Setelah Menelepon Pacarnya 100 Kali Sehari

Global
Kakarratul, Tikus Tanah Buta yang Langka, Ditemukan di Pedalaman Australia

Kakarratul, Tikus Tanah Buta yang Langka, Ditemukan di Pedalaman Australia

Global
Kisah Truong My Lan, Miliarder Vietnam yang Divonis Hukuman Mati atas Kasus Penipuan Bank Terbesar

Kisah Truong My Lan, Miliarder Vietnam yang Divonis Hukuman Mati atas Kasus Penipuan Bank Terbesar

Global
Wakil Menteri Pertahanan Rusia Ditahan Terkait Skandal Korupsi

Wakil Menteri Pertahanan Rusia Ditahan Terkait Skandal Korupsi

Global
Olimpiade Paris 2024, Aturan Berpakaian Atlet Perancis Berbeda dengan Negara Lain

Olimpiade Paris 2024, Aturan Berpakaian Atlet Perancis Berbeda dengan Negara Lain

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com