ISTANBUL, KOMPAS.com - Pengadilan Tinggi Turki bakal memberikan keputusan terkait rencana mengubah status Hagia Sophia menjadi masjid, agenda yang menuai polemik.
Bangunan yang dibangun sejak abad keenam, yang menarik turis dari seluruh dunia, dibuka sebagai museum sejak 1935, dan terbuka bagi semua pemeluk agama.
Meski terdapat seruan dari kelompok Muslim agar mereka diizinkan beribadah di dalam Hagia Sophia, bangunan itu masih dipertahankan sebagai museum.
Baca juga: Erdogan: Waktunya Telah Tiba Mengembalikan Hagia Sophia sebagai Masjid
Bangunan itu awalnya diperuntukkan sebagai gereja oleh Kekaisaran Bizantium. Tapi Turki Ottoman menjadikannya masjid setelah menakiukkan Konstantinopel pada 1453.
Mengubah Hagia Sophia menjadi museum merupakan reformasi kunci yang dilakukan bapak Turki modern, Mustafa Kemal Ataturk, di 1935.
Karena itu, rencana mengubahnya sebagai masjid menuai kemarahan tak hanya dari pemeluk agama Kristen, namun juga sesama anggota NATO Yunani.
Dewan Negara Turki dilaporkan akan segera memberikan keputusan pada Kamis (2/7/2020) atau paling tidak dua pekan mendatang, dilansir Andaolu.
Baca juga: Erdogan Bisa Kembalikan Hagia Sophia sebagai Masjid
Juni lalu, Presiden Recep Tayyip Erdogan menyatakan pihaknya akan mengikuti keputusan pengadilan (Danistay), dengan "langkah tertentu akan diambil setelah putusan".
Tetapi, pada Maret tahun lalu Erdogan sempat menghendaki adanya perubahan status pada bangunan tersebut dalam wawancara dengan kanal A Haber.
"Kami pikir waktunya telah tiba mengambil langkah itu dengan mempertimbangkan permintaan dari warga Turki," ucap Erdogan dikutip AFP.
Mantan Wali Kota Istanbul itu mengatakan, adalah "kesalahan besar" ketika Mustafa Ataturk mengubah Hagia Sophia menjadi museum.
Peneliti di European Council on Foreign Relations, Asli Aydintasbas, menerangkan apa pun putusan Danistay, tetap akan dipandang sebagai keputusan politik.
"Apa pun hasilnya, putusan tersebut bakal dipandang sebagai campur tangan yang dilakukan oleh pemerintah," beber Aydintasbas.
Baca juga: 5 Fakta Menarik Bangunan Ikonik Turki Hagia Sophia
Meski begitu, dia berujar Ankara tentu akan mempertimbangkan isu lain seperti relasi dengan Yunani, Eropa, bahkan dengan AS di mana "agama adalah hal penting".
Anthony Skinner dari Verisk Maplecroft menerangkan, mengubah Hagia Sophia laksana "membunuh dua ekor burung dengan satu batu".
Di satu sisi, Erdogan bisa merengkuh basis nasionalis sekaligus kalangan Muslim, dan menempatkan Turki sebagai negara tangguh jika hubungan dengan Yunani memburuk.
"Dia tidak bisa menemukan simbol kebesaran dan potensial selain Hagia Sophia untuk mendapatkan tujuannya dalam sekali manuver," kata Skinner.
Dalam beberapa tahun terakhir, Erdogan selalu menekankan penaklukkan Konstantinopel oleh Turki Ottoman, yang dirayakan setiap tahun.
Mei lalu, pemuka Muslim berdoa di museum untuk memperingati ketika Alquran dibacakan pertama kali dalam 85 tahun terakhir pada 2015.
Kemudian di 2016, kanal religius negara menyiarkan momen ketika pemuka agama Islam membacakan Alquran setiap hari selama Ramadhan.
Baca juga: Ingin Tetap jadi Museum, AS Tolak Hagia Sophia Menjadi Masjid
Yunani secara khusus memonitor nasib bangunan era Bizantium itu, dan menjadi isu sensitif karena mereka mengklaim diri sebagai penerus Kristen Ortodoks era Bizantium.
Menteri Kebudayaan Lina Mendoni dalam suratnya kepada Unesco pekan lalu menyatakan, langkah itu dianggap menghidupkan kembali fanatisme agama dan nasional.
Mendoni mengecam rencana yang digulirkan Ankara karena merupakan upaya untuk "mengurangi pancaran global dari bangunan tersebut".
Dia menuding pemerintahan Erdogan hanya mengedepankan kepentingan politik mereka, dan menyebut hanya Unesco yang berhak mengubah status itu.
Dari AS, Menteri Luar Negeri Mike Pompeo meminta Hagia Sophia sebagai museum, dan menjamin semua kalangan bisa mengaksesnya.
Baca juga: Hagia Sophia Diusulkan Jadi Masjid dan Gereja
Pompeo menjelaskan, perubahan status itu bisa mengurangi warisan luar biasa dari bangunan itu dan kemampuannya untuk melayani umat dari agama mana pun.
Dari Turki, publik setempat terbelah atas rencana itu. Salah satunya adalah Mahmut Karagoz, yang mendukung status warisan dunia itu sebagai masjid.
Pembuat sepatu berusia 55 tahun yang tinggal Istanbul itu mempunyai impian, suatu saat dia bisa berdoa di bawah kubah Hagia Sophia.
"Bangunan itu adalah warisan Ottoman. Saya harap doa kami didengarkan. Segala nostalgia ini harus segera diakhiri," ujar Karagoz.
Tetapi Sena Yildiz, seorang mahasiswi ekonomi, berpendapat bahwa Hagia Sophia seharusnya tetap berfungsi sebagai museum.
"Tempat ini merupakan tempat yang penting untuk Muslim. Tapi begitu juga dengan Kristen dan semua yang mencintai sejarah kami," jelasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.