KOMPAS.com - Dukungan atas gerakan Black Lives Matter, atau nyawa orang kulit hitam penting, kian berkembang di Inggris, setelah kematian George Floyd, namun berita tentang itu membuat para orang tua harus berjuang menjelaskan rasisme kepada anak-anak mereka.
"Kenapa perlu untuk mengatakan itu?" adalah pertanyaan yang terucap dari putri Denis Adide yang masih berusia lima tahun, ketika dia melihat sebuah spanduk bertuliskan Black Lives Matter.
"Ini adalah realitas bagi seorang anak kulit hitam, ini adalah realitas bagi saya sebagai seorang ayah kulit hitam," tutur Denis.
"Anda tidak mendapatkan kemewahan dari kepolosan anak-anak selama banyak orang lain mendapatkannya."
"Saya paham beberapa anak mulai belajar tentang sejarah orang kulit hitam pertama kalinya dalam hidup mereka," ujarnya kemudian.
Baca juga: Isu Rasial di Balik Teknologi Pengenal Wajah
Dia mengatakan, meskipun ketiga anaknya, semuanya berusia dibawah lima tahun, terlalu muda untuk berdiskusi langsung mengenai George Floyd, dia menyadari bahwa banyak anak-anak kulit hitam lain yang terpengaruh atas apa yang terjadi pada pria Amerika keturunan Afrika itu.
Dia menyebut putri dari temannya, yang menangis dan bertanya-tanya apakah dia tidak aman karena kondisi kulitnya dan apakah dia harus mengkhawatirkan hidupnya.
"Ini seperti penyadaran sepertinya, bagi para anak - namun sayangnya jadi sesuatu yang sangat membuat stres, betul-betul membuat stres, karena ini adalah sesuatu yang Anda alami sendiri. Anda tak bisa melarikan diri darinya."
Denis Adide yang tinggal di West London mengatakan salah satu tugasnya sebagai ayah adalah memberikan pemahaman kepada anak-anaknya tentang bagaimana rasanya tumbuh di Inggris sebagai warga dengan kulit yang lebih gelap.
Dia mengatakan bahwa dia kerap dihentikan dan digeledah oleh polisi, baik kala masih remaja dan kini ketika dewasa, dan mengatakan dia harus mempersiapkan putranya yang berusia empat tahun untuk mengalami perlakuan serupa.
Baca juga: Sama seperti Pandemi Corona, Diskriminasi Rasial Juga Harus Dihentikan
Dia berharap ada percakapan lain dengan putri-putrinya, khususnya terkait persepsi mereka akan tubuhnya karena kurangnya representasi di masyarakat
Anak perempuan sulungnya "senang", katanya, ketika suatu hari dia diajar oleh seorang guru senam di sekolah yang juga berdarah campuran. Dia memberi tahu ayahnya, tanpa alasan, "hari ini guru memiliki rambut seperti milikku, dan kulit yang tampak seperti milikku".
Georgena Clarke, yang tinggal di Cheshire, mengatakan dia menghadapi diskusi yang serupa dengan anak kembarnya yang berusia tujuh tahun
Isu tentang warna kulit pertama kali diutarakan oleh putrinya. Dia mengatakan kurangnya keragaman di daerah setempat menyebabkan putrinya melalui fase di mana dia melambaikan tangannya ke setiap orang kulit hitam di jalan karena "dia jarang melihat mereka, dia pikir semua orang yang berkulit hitam berhubungan dengan kita".
Dia adalah satu-satunya orang kulit hitam di kelasnya. Suatu hari, ketika berumur lima tahun, dia menolak keluar dari mobil ketika mereka tiba di sekolah, mengatakan "ibu, saya tidak mau jadi satu-satunya orang yang berbeda".
Baca juga: Dianggap Rasial dan Jadikan Perempuan Obyek Seks, Kemasan Mentega Ini Diganti