Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suriah Menolak Tunduk pada Sanksi AS

Kompas.com - 24/06/2020, 09:29 WIB
Miranti Kencana Wirawan

Penulis

Sumber AFP

DAMASKUS, KOMPAS.com - Suriah menolak tunduk pada Washington terkait sanksi AS. Menteri Luar Negeri Suriah, Walid Muallem pada Selasa (23/6/2020) menuduh bahwa tujuan satu-satunya sanksi AS adalah untuk mengacaukan dukungan terhadap presiden Suriah, Bashar Al Assad.

"Jika mereka (Washington) berharap Suriah dan rakyat Suriah tunduk pada aturan mereka, saya katakan biar saja mereka berharap karena itu tidak akan pernah terjadi," ujar Muallem saat konferensi pers di Damaskus, hampir sepekan setelah undang-undang Caesar diberlakukan.

Dilansir AFP, sanksi itu berdasarkan hukum AS bertujuan agar Assad menerima resolusi dewan keamanan PBB 2254 pada 2015 yang meminta gencatan senjata, pemilihan umum dan transisi politik di Suriah.

Baca juga: AS Beri Sanksi kepada Istri Presiden Suriah Bashar Assad

Namun tujuan sebenarnya adalah 'untuk mempengaruhi pemilihan presiden mendatang' di Suriah yang dijadwalkan tahun depan, menurut Muallem, dan melemahkan dukungan terhadap Assad jelang pemungutan suara.

"Presiden Assad akan tetap memimpin selama rakyat Suriah menginginkannya," ujar Menteri Luar Negeri menegaskan.

Undang-undang Caesar, yang Rabu pekan lalu memberi dampak, menghukum di bawah hukum AS terhadap perusahaan mana pun yang bekerja sama dengan Assad, menutup upaya untuk membangun kembali Suriah.

Baca juga: Gelapkan Dana Publik Suriah, Paman Bashar Assad Divonis 4 Tahun Penjara

UU itu berupaya  mencegah normalisasi dengan rezim Assad tanpa pertanggungjawaban atas pelanggaran HAM sekaligus memblokir bantuan rekonstruksi AS.

UU itu dijerat kepada 39 orang dan entitas termasuk Assad dan istrinya, Asma yang pertama kalinya mendapat 'tamparan sanksi AS'.

Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo menyebut sanksi itu "awal dari apa yang akan menjadi kampanye berkelanjutan tekanan ekonomi dan politik untuk menyangkal pendapatan rezim Assad dan dukungan yang digunakannya untuk berperang dan melakukan kekejaman massal terhadap rakyat Suriah".

Baca juga: Trump Pecat Inspektur Jenderal AS yang Menyelidiki Menlu Mike Pompeo

Muallem mengatakan bahwa komentar semacam itu merupakan bagian dari 'paduan suara kebohongan' dengan alasan bahwa 'mereka yang mencari kepentingan rakyat Suriah tidak akan bersekongkol melawan mata pancarian mereka.'

Suriah harus mencoba menggunakan sanksi terbaru sebagai "peluang untuk memajukan perekonomian nasional, mencapai swasembada, dan memperdalam kerja sama kami dengan teman dan sekutu", katanya.

Assad, yang didukung oleh Rusia dan Iran, telah memenangkan kembali kendali atas sebagian besar Suriah setelah perang sembilan tahun yang telah menewaskan lebih dari 380.000 orang dan menelantarkan lebih dari setengah populasi negara Suriah sebelum perang.

Baca juga: Virus Corona Mengintai di Kamp Pengungsian Palestina dan Suriah yang Kumuh

Muallem mengatakan bahwa sanksi AS akan gagal menekan Suriah agar 'meninggalkan aliansi Suriah dan dukungan Suriah untuk perlawanan dan untuk memulai jalur normalisasi dengan Israel'.

Saat ini, Suriah berada dalam cengkeraman krisis ekonomi yang parah ditambah dengan diberlakukannya sanksi.

Pada hari yang sama ketika UU Caesar diberlakukan, bank sentral Suriah mendevaluasi pound Suriah setelah mata uang itu terdepresiasi selama berminggu-minggu di pasar gelap sebagai antisipasi langkah-langkah AS.

Baca juga: Suriah Umumkan Kasus Infeksi Pertama Virus Corona, Bashar Al-Assad Keluarkan Amnesti Tahanan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com