Buktinya, beberapa jam setelah pengaduan pertama soal selebaran anti-Pyongyang dari saudari Kim Jong Un, Kim Yo Jong, Seoul mengumumkan akan membuat larangan untuk kegiatan itu meski bergesekan dengan kebebasan berbicara dan berkumpul di Korea Selatan yang demokratis.
Para kritikus mengatakan bahwa persetujuan semacam itu hanya akan mendorong Pyongyang untuk mengeluarkan tuntutan yang semakin besar.
Sementara para pendukung Moon menafsirkan komentar Korut sebagai indikasi bahwa Pyongyang ingin Seoul melakukan intervensi dengan Washington.
Tetapi kesabaran Seoul mungkin mulai menipis, pada Rabu (17/6/2020) Gedung Biru secara eksplisit mengkritik Kim Yo Jong, menyebut beberapa pernyataannya "tidak masuk akal" dan bahkan "sangat kasar".
Baca juga: Tolak Berunding, Korea Utara Ancam Tingkatkan Jumlah Pasukan Militer di Zona Demiliterisasi
Amerika Serikat bisa menjadi yang berikutnya dalam pandangan Korea Utara.
Pyongyang telah memperingatkan Washington sebelumnya, untuk menjauhi urusan antar-Korea jika pemilihan presiden di AS pada November ingin berjalan lancar.
"Korea Utara mengirim pesan ke AS bahwa negara itu dapat melakukan sesuatu yang sama provokatif dan dramatis dalam hal hubungan AS-Utara jika Washington mempertahankan langkah seperti sebelumnya," kata Hong Min, direktur divisi Korea Utara di Institut Korea untuk Unifikasi Nasional.
Tetapi langkah seperti itu akan penuh risiko bagi Pyongyang.
"Korea Utara harus menyadari bahwa taktik brinkmanship-nya tidak akan berhasil saat ini, baik dengan Washington mau pun Seoul", kata Kim Keun-sik.
"Jika dia benar-benar membutuhkan perubahan dalam status quo, maka dia harus mengubah perhitungannya daripada mengharapkan AS untuk melakukannya."
Baca juga: Militer Korea Utara Siap Beraksi Melawan Korea Selatan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.