PYONGYANG, KOMPAS.com - Korea Utara menindaklanjuti ancamannya untuk menghancurkan kantor penghubung bersama di Kaesong.
Pendirian kantor ini adalah bagian dari upaya rekonsiliasi pada 2018 setelah para pemimpin Korea, yang secara teknis masih berperang, bertemu untuk mencoba memperbaiki hubungan.
Setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Pemimpin Tertinggi Korea Utara Kim Jong Un bertemu pada 2019, sempat muncul harapan Korut akan menghentikan program senjata nuklirnya.
Baca juga: Kantor Penghubung Korut dan Korsel di Kaesong, Simbol Politik yang Kini Rata dengan Tanah
Namun, sampai sekarang denuklirisasi yang dibicarakan saat KTT itu tak kunjung terwujud.
Lalu mengapa Korea Utara meledakkan kantor itu dan apa tujuannya?
Berikut adalah pendapat para pakar Korea Utara yang dihimpun oleh BBC.
Menurutnya, penghancuran kantor penghubung di Kaesong ini dapat dengan cepat menghancurkan kemajuan yang dicapai pada 2018. Insiden ini terjadi tak lama setelah peringatan ke-20 KTT antar-Korea pertama.
"Dalam beberapa hari mendatang kita mungkin dapat melihat gerakan lain oleh Korut, yang bisa berkisar dari latihan militer provokatif, penembakan peluru artileri langsung ke wilayah Korea Selatan, atau cara-cara lain untuk membalikkan Perjanjian Militer Komprehensif antar-Korea pada September 2018."
Ankit Panda melanjutkan, tujuan dari penyerangan ini belum jelas.
"Secara terpisah, provokasi ini dan lainnya yang akan datang, mungkin terkait dengan upaya internal Korea Utara untuk membangun legitimasi Kim Yo Jong, adik perempuan Kim Jong Un."
Panda melanjutkan, bagaimanapun Kim Yo Jong adalah orang yang mengancam penghancuran kantor penghubung antar-Korea itu akhir pekan lalu.
Baca juga: Korea Utara Ledakkan Kantor Penghubung dengan Korea Selatan di Kaesong
Menurut Abrahamian, dalam sepekan terakhir Korut ingin mengekstraksi beberapa konsesi dari Korsel, ingin mendapat perhatian AS tanpa menguji coba rudal jarak jauh, atau mungkin ingin menciptakan krisis sebagai awalan melakukan pembicaraan darurat.
"Tidak satu pun dari penjelasan ini yang sepenuhnya memuaskan," ungkapnya.
Abraham melanjutkan, begitu banyak pilihan yang dihadapi Korut berkaitan dengan politik internal dan kita tidak pernah bisa memastikan apa yang sebenarnya terjadi.
Kim Yo Jong sudah dipastikan menjadi dalang ketegangan ini, dan Abrahamian merasa insiden di Kaesong adalah upayanya untuk membangun citra sebagai orang yang bisa kejam pada musuh-musuh Korut.
Yo Jong terkait erat dengan pemulihan hubungan Korut-Korsel pada 2018, dan diperkirakan dia sedang menunjukkan sebagai orang yang tidak bisa dianggap remeh.
Baca juga: Adik Kim Jong Un, Sosok di Balik Memanasnya Relasi Korsel dan Korut
Jackson menuturkan, motif serangan itu kemungkinan berasal dari tiga masalah yang saling berkaitan.
Pertama adalah Kim Jong Un yang merasa dikhianati setelah kegagalan di KTT dengan Trump.
"Kim menghadiri pertemuan-pertemuan itu dengan harapan mendapat bantuan dari AS tetapi tidak menerimanya," kata Jackson.
Kedua, perekonomian Korut di bawah tekanan akibat terbatasnya perdagangan dengan China karena Covid-19, dan meningkatnya kampanye AS soal sanksi maksimum.
Ketiga, Kim Yo Jong sedang membangun citra sebagai orang yang berwenang dan perlu unjuk gigi kepada para petinggi dan senior militer Korut.
Tapi, Jackson mengatakan, tidak jelas apakah dia dipersiapkan sebagai suksesor Kim Jong Un.
"Korut berisiko memperparah konflik jika menyerang AS langsung, sehingga menjadikan Korsel sebagai sasaran yang dianggap cenderung tidak memicu perang," pungkasnya.
Baca juga: Kim Yo Jong, Adik Kim Jong Un yang Mulai Unjuk Gigi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.