Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Curahan Hati Pekerja Seks di Tengah Pandemi Covid-19: Banyak Konsumen Melupakan Saya

Kompas.com - 05/06/2020, 19:05 WIB
Miranti Kencana Wirawan

Editor

Nazma harus menanggung tiga anak yang tinggal bersama kakaknya di desanya. Dia datang ke rumah bordil tersebut 30 tahun yang lalu saat dia baru berusia tujuh tahun. Meski pun dia membutuhkan uang, dia khawatir bila bekerja selama pandemi akan membahayakan.

"Bahkan jika kita bisa bekerja, nyawa orang-orang beresiko terkena virus. Kita akan takut tidur dengan para pelanggan kita, karena kita tidak tahu siapa yang mengidap," katanya.

Baca juga: Berhubungan Seks di Rel, Sepasang Kekasih Hampir Terlindas Kereta Api

Daulatdia duduk di tepi Sungai Padma, dekat terminal feri utama. Ini adalah pusat transportasi utama yang menghubungkan ibukota Bangladesh, Dhaka dengan distrik selatan negara itu.

Sebelum wabah virus corona merebak, ribuan pengemudi truk akan melewati daerah itu setiap hari, mengirimkan produk pertanian dan barang-barang lainnya ke Dhaka.

Banyak perempuan dan anak-anak yang tinggal di rumah bordil menjadi korban perdagangan manusia.

"Banyak dari mereka yang diculik saat masih anak-anak dan dijual di sana," kata Srabonti Huda, seorang pengacara dan aktivis HAM yang berbasis di Dhaka.

Meskipun pemerintah Bangladesh dan organisasi-organisasi bantuan setempat telah mengirimkan sejumlah dana darurat kepada para perempuan tersebut, Srabonti mengatakan itu tidak cukup dan ada diantaranya yang tidak menerima bantuan sama sekali.

Baca juga: Para Jomblo di Belanda Disarankan Miliki Partner Seks Selama Lockdown

"Jumlah sumbangan yang mereka terima dari pemerintah bahkan tidak mencakup paket susu bubuk untuk anak-anak," katanya.

Pada awal Mei, Srabonti mengatur pengiriman bantuan pribadi, mendistribusikan paket-paket kebutuhan pokok untuk masing-masing 1.300 perempuan yang terdaftar di rumah bordil.

"Ada seorang perempuan yang mengatakan dia tidak bisa mendapatkan insulin atau obat diabetes selama lebih dari sebulan," kata Srabonti. "Yang lain mengatakan dia belum bisa membeli obat tekanan darah sejak dimulainya lockdown dua bulan lalu."

Berkurangnya akses ke layanan kesehatan adalah masalah yang dihadapi pekerja seks secara global, menurut Prof Sanders. Masalah ini semakin parah di daerah di mana ada permintaan tinggi untuk obat antivirus reguler dari mereka yang hidup dengan HIV.

"Ada masalah nyata di seputar minimnya akses," katanya.

Baca juga: Terekam Berhubungan Seks di Kuburan, Pasangan Ini Tak Peduli

Prof Sanders bekerja dengan sebuah tim di Nairobi untuk mengembangkan aplikasi "gaya Uber" yang akan memungkinkan pekerja seks memesan obat dengan menggunakan telepon mereka dan mengirimkannya

"Ini dikirim langsung kepada mereka melalui moda transportasi bukan orang yang datang ke klinik," katanya.

Kembali ke rumah bordil Daulatdia, pekerja seks lain yang tidak ingin disebutkan namanya baru saja menengok putrinya, yang tinggal di di kota terdekat khusus untuk anak-anak pekerja seks.

Bahkan seandainya rumah bordil itu akan dibuka kembali, tentu membutuhkan waktu yang lama untuk bangkit, katanya.

"Orang-orang takut jika mereka mendatangi kami, mereka mungkin tertular," katanya. "Kami juga takut. Kami mungkin terinfeksi dari mereka. Ketakutan terinfeksi ini akan muncul setiap saat."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com