Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

4 Orang Tewas karena Penyakit Ebola di RD Kongo

Kompas.com - 02/06/2020, 13:23 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

Sumber AFP

KINSHASA, KOMPAS.com - Sebanyak empat orang tewas di Republik Demokratik Kongo karena penyakit ebola, setelah pemerintah setempat melaporkan penyebaran baru.

Negara Afrika tengah itu mengalami gelombang ke-11, beberapa pekan sebelum mereka berhadap bisa mengumumkan berakhirnya gelombang ke-10 di kawasan timur.

Menteri Kesehatan Eteni Longondo menyatakan, keempat korban tewas karena penyakit ebola berlokasi di distrik kota Mbandaka, di barat laut RD Kongo.

Baca juga: Ebola Kembali Muncul di Kongo, Virus Apa Itu dan Bagaimana Penyebarannya?

Di jumpa pers, Longondo menuturkan Institut Nasional Penelitian Biomedis (INRB) sudah mengirim hasil sampel, di mana pasien itu positif virus ebola.

"Kami akan segera mengirimkan vaksin dan obat secepatnya," kata Longondo, yang menambahkan dia akan mengunjungi pusat wabah pada pekan ini.

Mbandaka, ibu kota Provinsi Equateur, merupakan penghubung transportasi utama Sungai Kongo, dengan populasi lebih dari satu juta jiwa.

Adapun Equateur adalah provinsi yang pernah mendapat wabah serupa pada Mei dan Juli 2018, di mana 33 orang meninggal dan 21 lainnya sembuh.

Longondo menerangkan, Equateur sudah berpengalaman dengan patogen ini. "Mereka tahu bagaimana harus bersikap, dan sudah memulainya Minggu (31/5/2020)," jelasnya.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) merespons dengan menyatakan, mereka bakal mengirim tim untuk membantu pemerintah Republik Demokratik Kongo.

Direktur Regional WHO di Afrika, Matshidiso Moeti, tim itu diberangkatkan untuk menunjang mendukung otoritas kesehatan setempat.

"Mengingat begitu dekatnya virus ini dengan rute transportasi dan negara tetangga, maka kami harus cepat bertindak," jelas Moeti.

Baca juga: Kisah Peter Piot, Pakar Penyakit Menular dan Penemu Virus Ebola, Melawan Covid-19


Wabah di timur

Epidemi ebola di kawasan timur negara itu sudah membunuh 2.280 orang sejak Agustus 2018, dengan pemerintah berharap bisa mendeklarasikan berakhir pada 25 Juni.

Agar status itu tercapai, setidaknya mereka harus memastikan dalam 42 hari tidak ada infeksi baru, atau dua kali lipat dari masa inkubasi virus.

Kawasan timur itu baru tiga hari menikmati deklarasi bebas pada 10 April, ketika akhirnya wabah itu kembali menghantam.

Saat itu, tujuh kasus tercatat, dengan empat di antaranya meninggal, dua sembuh, dan sisanya kabur. Setelah itu, status bebasnya dicabut pada 14 Mei.

Baca juga: Wabah Ebola Muncul Lagi di Kongo, Saat Akan Dinyatakan Berakhir

WHO juga memperpanjang masa Darurat Kesehatan Masyarakt dan Kepedulian Internasional, yang diperuntukkan dalam menekankan status epidemi.

Dua vaksin yang sifatnya masih uji coba segera disebar ke seluruh negara, dengan 300.000 orang telah menjalani vaksinasi.

Upaya untuk memerangi wabah itu mendapat tantangan, dikarenakan konflik di antaranya pembunuhan oleh milisi maupun kekerasan etnis.

Penyebaran ebola di kawasa timur adalah yang terburuk kedua dalam sejarah, setelah epidemi 2014 yang membunuh 11.000 orang, mayoritas di Guinea, Liberia, dan Sierra Leone.

Baca juga: Virus Corona sampai Ebola, Kenapa Virus dari Kelelawar Sangat Mematikan?

Satu ampul obat Ebola remdesivir ditunjukkan dalam konferensi pers di Rumah Sakit Universitas Eppendorf (UKE) di Hamburg, Jerman, 8 April 2020. Remdesivir kini sedang diuji coba untuk pengobatan Covid-19.POOL/REUTERS Satu ampul obat Ebola remdesivir ditunjukkan dalam konferensi pers di Rumah Sakit Universitas Eppendorf (UKE) di Hamburg, Jerman, 8 April 2020. Remdesivir kini sedang diuji coba untuk pengobatan Covid-19.

Penanganan virus corona

Penyebaran baru ini merupakan gelombang ke-11, sejak pertama kali diidentifikasi bernama demam haemorrhagic pada 1976 di Equateur, saat negara itu masih bernama Zaire.

Virus itu menular melalui kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, maupun organ dari orang yang terinfeksi maupun meninggal.

WHO menerangkan, angka kematiannya relatif tinggi. Bisa mencapai 90 persen dalam sejumlah kasus penularan, dilansir AFP Senin (1/6/2020).

Baca juga: Mengenal Virus Ebola yang Diimpor Jepang untuk Olimpiade 2020

Selain ebola, negara itu juga berjuang menangani virus corona, dengan Kinshasa melaporkan 3.195 infeksi dan 72 korban meninggal.

"Kami berada dalam periode kenaikan kurva," jelas Longond. Dia berujar masih terlalu dini jika berisiko mencabut aturan pencegahan sejak 20 Maret.

Berdasarkan aturan yang sudah berusia lebih dari dua bulan itu, setiap perjalanan baik ke ibu kota maupun daerah lainnya dilarang.

Tidak ada kasus Covid-19 yang dilaporkan di Equateur. Mbandaka memang berlokasi sekitar 600 kilometer dari Kinshasa. Namun, mereka disambungkan oleh Sungai Kongo.

Untuk penanganan corona, pemerintah memercayakannya kepada Jean-Jacques Muyembe, pakar virologi yang pertama kali mengidentifikasi ebola bersama koleganya asal Belgia, Peter Piot.

"Saya menghabiskan hidup dan karier saya untuk mengalahkan ebola," tegas Dr Muyembe.

Baca juga: Di RD Kongo, Perempuan Diberi Vaksin Ebola Jika Beri Layanan Seks

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Sumber AFP

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com