Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anak Eks Pejabat Arab Saudi yang Mengasingkan Diri Diculik

Kompas.com - 25/05/2020, 15:39 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

Sumber BBC

RIYADH, KOMPAS.com - Seorang mantan pejabat senior Arab Saudi, yang selama bertahun-tahun menjadi penghubung dengan intelijen Barat, keluarganya dikabarkan "ditargetkan".

Dr Saad al-Jabri, yang membantu menyingkapkan rencana pengeboman Al-Qaeda, mengasingkan diri tiga tahun lalu, ketika Putra Mahkota Mohammed bin Salman melakukan pembersihan.

Putra sulung al-Jabri, Khalid, mengungkapkan bahwa keluarganya kini tengah dipersekusi dengan dua adiknya dibawa menjadi "sandera".

Baca juga: Seberapa Parah Krisis di Arab Saudi?

"Omar dan Sarah diculik pada subuh 16 Maret, dan digelandang keluar dari ranjangnya oleh 50 orang yang datang dengan 50 mobil," ungkap Khalid.

Rumah keluarga al-Jabri di Riyadh lantas digeledah, rekaman kamera CCTV disita, dengan Omar dan Sarah, berusia 21 dan 20 tahun, diputus komunikasinya.

Dilaporkan BBC Senin (25/5/2020), belum ada tuduhan yang dilayangkan, maupun alasan mengala 50 orang itu menahan dua anak Dr Saad al-Jabri.

"Bahkan kami tidak tahu apakah mereka masih hidup ataukah sudah mati," kata Khalid dari Kanada, tempat dia dan ayahnya mengasingkan diri.

Khalid percaya, strategi itu dijalankan supaya ayahnya bersedia balik ke Arab Saudi, di mana dia terancam langsung ditahan dan dipenjara.

Otoritas Saudi tidak menjawab ketika BBC berusaha mengonfirmasi tudingan persekusi baik kepada keluarga al-Jabri, maupun mereka yang pernah bekerja dengannya.

"Mereka bisa saja membuat berbagai kebohongan yang mereka inginkan. Tapi, ayah saya tidak bersalah," tegas Khalid.

Baca juga: Intelijen Saudi Selamatkan Ratusan Orang di Inggris

Siapa Saad al-Jabri?

Selama bertahun-tahun, dia merupakan tangan kanan sekaligus penjaga Mohammed bin Nayef, keponakan Raja Salman sekaligus mantan Putra Mahkota Saudi.

Dr al-Jabri juga menjadi penghubung antara telik sandi Saudi dengan "Five Eyes", berisikan badan intelijen AS, Inggris, Kanada, Australia, dan Selandia Baru.

Pada periode 2010, kerja sama ini memberi dampak krusial bagi "selamatnya ratusan nyawa", berdasarkan keterangan sumber dari badan rahasia Barat.

Al-Qaeda di Yaman awalnya menyelundupkan bom berdaya ledak kuat di dalam pesawat kargo tujuan Chicago, disembunyikan do bawah tinta mesin cetak.

Namun, Saudi berhasil mengungkap plot itu berbekal informan di dalam Al-Qaeda, yang meneruskannya kepada badan rahasia Inggris, MI6.

Bahkan, sumber informasi itu bisa memberikan informasi dengan tepat nomor seri bom yang diselundupkan ke dalam pesawat kargo.

Dinas kontra-terorisme Inggris kemudian melacak dan menemukan bom di Bandara East Midlans, di mana mereka berhasil menjinakkannya.

Baca juga: Aliansi Intelijen Sebut China Sengaja Hancurkan Bukti Awal Covid-19

Pangeran Mohammed bin Salman.AFP/FAYEZ NURELDINE Pangeran Mohammed bin Salman.

"Jika peledak itu sampai di Chicago sesuai dengan rencana, maka ratusan orang yang tak bersalah bakal terbunuh," ujar sumber.

Pejabat intelijen anonim lainnya memuji al-Jabri, yang mereka anggap mampu mengubah citra badan rahasia Arab Saudi menjadi lebih modern.

"Dia mampu mengubahnya dari kasar, penuh kekerasan, berbasis pengakuan, menjadi lebih modern mengandalkan forensik dan data komputer," sambung sumber itu.

"Dia merupakan sosok terpandai yang pernah bekerja sama dengan kami, di tengah pejabat lainnya yang disfungsional," lanjut sumber itu.

Baca juga: Intelijen AS Tarik Kesimpulan Covid-19 Bukan Hasil Rekayasa Manusia

Pria pendiam dengan gelar doktoral intelijen artifisial dari Universitas Edinburgh, Saad al-Jabri kariernya meningkat, dan mendapat mayor jenderal di kementerian dalam negeri.

Namun pada 2015, segalanya berubah. Raja Abdullah meninggal dengan saudara tirinya, Raja Salman naik dengan anaknya, Mohammed bin Salman, menjadi menteri pertahanan.

Pangeran yang akrab disapa MBS itu kemudian memerintahkan untuk terlibat dalam perang Yaman, langkah yang ditentang oleh al-Jabri.

Sebabnya, al-Jabri melihat mereka tidak punya jalan keluar jika sudah masuk. Pendapat yang kemudian terbukti lima tahun kemudian.

Lalu pada 2017, MBS melancarkan kudeta tak berdarah, antara lain dengan berhasil menyingkirkan Mohammed bin Nayef dari gelar putra mahkota.

Pangeran berusia 60 tahun itu kini berstatus tahanan, segala asetnya disita, dan mereka yang bekerja dengannya disingkirkan.

Dr al-Jabri kemudian memutuskan melarikan diri ke Kanada. Pihak Barat meyakini MBS masih melihat sang mantan pejabat sebagai ancaman legitimasinya.

"Dia (MBS) tentu tidak mampu jika menjadikan pria itu sejalan dengan pemahamannya, dan suatu saat tak bakal mengancamnya," jelas sumber tersebut.

Khalid menuturkan, kini terdapat tanda bahwa al-Jabri terus mendapat ancaman dengan otoritas Kanada mulai menyikapinya secara serius.

"Kami terus dipaksa seperti ini. Kami patriot. Kami cinta negara kami. Kami tak ingin mempermalukan Arab Saudi. Namun menculik Omar dan Sarah seperti ini, premanisme siang bolong dari negara," kecamnya.

Baca juga: AS Mulai Kumpulkan Data Intelijen Adik Kim Jong Un, Kim Yo Jong

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber BBC
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com