Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Virus Corona Merebak di Jerman, Kesalahan Kaum Muda yang Tidak Patuh Aturan?

Kompas.com - 13/05/2020, 18:52 WIB
Miranti Kencana Wirawan

Editor

KOMPAS.com - Ketika banyak negara di dunia mengalami aturan lockdown, jumlah kematian yang mengejutkan dan sistem medis yang kewalahan, publik justru berfokus pada negara yang tampak berhasil melewati badai wabah dengan kondisi stabil dan tingkat kematian relatif rendah.

Negara-negara seperti Korea Selatan, Selandia Baru, dan Jerman telah menjadi subjek yang menarik minat para peneliti profesional dan ahli epidemiologi terkait hal ini.

Namun, sebuah studi baru tentang kepatuhan warga Jerman terhadap aturan social distancing yang baru-baru ini telah dilonggarkan jadi omongan di media sosial.

Yang dibahas adalah klaim bahwa ternyata kaum muda sangat mungkin melanggar peraturan dan dengan demikian melakukan penyebaran virus corona.

Gagasan tersebut banyak disorot setelah pada satu akhir pekan, foto anak-anak muda yang berkerumun di taman kota-kota besar, dan mengambil bagian dalam protes anti-lockdown, beredar di media sosial.

Baca juga: Suka Duka Pegawai Supermarket asal Indonesia di Jerman

Risiko relatif tinggi untuk kaum muda

“Anak-anak muda berusia dua puluh hingga 24 tahun telah mendorong pandemi virus corona di Jerman,” klaim harian Tagesspiegel, yang kemudian dikutip oleh beberapa kantor berita Jerman lain.Tetapi apakah kesimpulan itu benar-benar didukung oleh data?

Seorang ahli epidemiologi Harvard Edward Goldstein dan Marc Lipstich dalam studi terbaru ini, menggunakan data dari pusat kontrol penyakit Jerman, Robert Koch Institute (RKI) dan diterbitkan di Eurosurveillance, sebuah jurnal tentang penyakit menular dan epidemiologi.

Dengan menggunakan data jumlah infeksi virus yang dikonfirmasi pada minggu terakhir Maret dan awal April, para ilmuwan menyimpulkan bahwa risiko relatif (RR) kasus Covid-19 untuk penduduk Jerman berusia antara 15-34, khususnya antara 20-24, jauh lebih tinggi daripada kelompok umur lainnya.

Pola serupa diyakini juga telah muncul di Korea Selatan, di mana individu berusia 20-29 tahun adalah kelompok dengan jumlah kasus yang terdeteksi paling tinggi.

Baca juga: Hapus Israel dari Peta, Militer Jerman Minta Maaf

Faktor yang hilang

Namun, para ilmuwan berdasarkan catatan studi itu sejauh ini tidak dapat menemukan alasan di balik terjadinya peningkatan risiko.

Meskipun mereka menyebutkan bahwa “kemungkinan peningkatan ini salah satunya disebabkan oleh rendahnya kepatuhan orang berusia 15-34 tahun akan pedoman jarak fisik,” mereka mengabaikan fakta bahwa banyak anak muda justru bekerja dalam pekerjaan dengan kontak tinggi, seperti misalnya industri jasa.

Banyak dari sektor jasa ini memang ditutup sementara selama aturan pembatasan (lockdown). Namun, periode penelitian sejatinya mencakup periode waktu di mana banyak anak muda dimungkinkan tertular virus di tempat kerja sebelum peraturan lockdown diberlakukan.

Studi ini juga tidak memasukkan faktor bahwa anak muda cenderung tidak memiliki mobil, sehingga ada kebutuhan berkelanjutan akan penggunaan transportasi umum.

Atau faktor-faktor khusus lainnya, seperti fakta bahwa wabah di negara itu berasal dari anak-anak muda yang kembali dari liburan ski di Austria dan kemudian kembali secara bersama-sama untuk merayakan Karnaval, sebuah musim yang dirayakan secara luas di Jerman barat dan selatan.

Karena fenomena itu, mereka dapat menyebarkan virus yang berpusat di antara kelompok usia mereka selama pertemuan publik besar tersebut.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com