Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sita 200.000 Masker yang Dipesan Jerman, AS Dituduh Lakukan Pembajakan

Kompas.com - 04/04/2020, 12:12 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Jerman menuduh AS melakukan "pembajakan modern" setelah diduga menyita 200.000 masker yang mereka pesan demi kepentingan sendiri.

Pemerintah lokal di Berlin menyatakan, penutup mulut yang memang diproduksi oleh perusahaan asal AS disebut disita di Bangkok, Thailand.

Dilansir BBC Sabtu (4/4/2020), masker jenis FFP2 yang sejatinya dipesan oleh Kepolisian Berlin itu tidak pernah sampai ke tangan.

Baca juga: Imbau Warga AS Kenakan Masker di Tengah Virus Corona, Trump: Saya Tak Akan Pakai

Karena itu Menteri Dalam Negeri Jerman, Andreas Geisel, mencurigai bahwa penutup mulut dan hidung itu sengaja diarahkan ke AS.

"Kami mempertimbangkan tindakan ini adalah pembajakan modern. Anda tentu tak bisa memperlakukan partner trans-atlantik seperti ini," keluh Geisel.

Mendapat keluhan seperti, 3M selaku produsen masker langsung menyanggah dengan "tidak ada bukti" bahwa ada pesanan asal Berlin yang disita.

Dikutip Financial Times, perusahaan yang berbasis di Mapplewood, Minnesota, itu tidak mempunyai catatan pemesanan dari China ke Berlin.

Sementara otoritas ibu kota Jerman itu juga tidak memberikan komentar pada Jumat (3/4/2020) terkait pemesanan 200.000 unit masker itu.

Baca juga: AS Diterpa Wabah Virus Corona, Trump Salahkan Obama

Kabar tersebut terjadi setelah Presiden AS Donald Trump mengaktifkan aturan era Perang Korea di tengah wabah virus corona yang terjadi.

Melalui Undang-undang Pertahanan Produksi, 3M diperintahkan untuk tidak memproduksi dan mengekspor masker ke negara lain.

"Kami membutuhkan barang ini untuk kebutuhan negara segera. Kami harus segera mendapatkannya," kata Trump saat memimpin konferensi pers di Gedung Putih.

Presiden 73 tahun itu mengklaim, Washington telah menyita 200.000 masker N95, 130.000 masker bedah, dan 600.000 pasang sarung tangan.

Orang nomor satu AS dari Partai Republik itu tidak memberikan penjelasan dari mana Negeri "Uncle Sam" mendapatkan barang itu.

Baca juga: Pemkab Banyumas akan Denda Masyarakat yang Tak Pakai Masker

"Perburuan harta karun" untuk masker

Komentar Mendagri Geisel menjadi isu sama yang disuarakan pemimpin Eropa lain, yang mengeluh praktik pembelian dan pengalihan dari AS.

Misalnya di Perancis. Pemimpin regional mengungkapkan, mereka kesulitan memenuhi suplai medis karena pembeli dari AS mengalahkan mereka.

Presiden Region Ile-de-France, Valerie Pecresse, menyamakan pencarian akan masker seperti "perburuan akan harta karun".

Pecresse mengatakan, awalnya dia menemukan ada stok yang masih tersedia. Tetapi ada oknum warga negara AS yang menghancurkan mereka.

"Mereka menawarkan harga tiga kali lipat dari yang ditetapkan. Bahkan mereka bersedia memberikan uang muka," keluh Pecresse.

Dengan wabah virus corona yang semakin berkembang di seluruh dunia, kebutuhan benda medis seperti masker dan sarung tangan menjadi meningkat.

Baca juga: Gugus Tugas Covid-19: Orang Sehat Pakai Masker 2 Lapis, Orang dengan Gejala Pakai Masker 3 Lapis

"Dampaknya ke kemanusiaan signifikan"

Dalam perkembangan terpisah, 3M, perusahaan berusia 117 tahun, mengakui adanya perintah dari Gedung Putih untuk tak lagi mengirim masker ke Kanada dan negara Amerika Latin.

Dalam keterangannya, 3M memperingatkan aksi itu memberikan "dampak signifikan kepada kemanusiaan", dan memicu negara lain melakukan aksi balasan.

Perushaan itu memproduksi masker N95 sekitar 100 juta unit setiap bulan, dengan sepertiga produksinya dilakukan di AS, dan sisanya dibuat di luar.

Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau menanggapi kabar itu dengan mewanti-wanti memblokade ekspor itu bakal "menjadi kesalahan".

Baca juga: Agni Pratistha Jahit Masker Kain Gratis untuk Anak-anak

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com