Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Puluhan Siswi Iran Dirawat di RS Setelah Gelombang Keracunan Gas Terbaru

TEHERAN, KOMPAS.com - Puluhan anak perempuan dari 26 sekolah di Iran dilaporkan sedang dirawat karena keracunan di rumah sakit menyusul gelombang terbaru serangan gas beracun.

Lebih dari 1.000 siswa telah terdampak sejak November. Mereka menderita masalah pernapasan, mual, pusing dan kelelahan.

Banyak warga Iran menduga serangan gas beracun yang sudah terjadi beberapa kali itu adalah upaya yang disengaja untuk memaksa agar sekolah perempuan ditutup.

Namun pemerintah belum mengatakan apakah mereka percaya mereka serangan tersebut direncanakan.

Menteri Dalam Negeri Ahmad Vahidi, yang ditugaskan oleh presiden untuk menemukan akar penyebab keracunan, pada Rabu (1/3/2023) membantah laporan kantor berita Fars yang menyatakan tiga orang telah ditangkap. Ia menyebut laporan itu palsu.

Ia juga menuduh "kelompok tentara bayaran" yang berbasis di luar negeri memanfaatkan situasi ini untuk melancarkan perang psikologis dan membuat masyarakat khawatir.

Beberapa murid dan orangtua menduga para siswi telah disasar karena ikut serta dalam aksi protes anti-pemerintah baru-baru ini.

Setidaknya 26 sekolah di lima kota di seluruh Iran terkena dampak keracunan gas kali ini, kata media dan aktivis lokal.

BBC Persia memverifikasi sejumlah video yang menunjukkan ambulans tiba di sekolah-sekolah dan para siswi dirawat di rumah sakit di ibu kota Teheran, kota Ardabil di barat laut, dan kota Kermanshah di barat.

Dalam satu video dari Teheransar, Teheran barat, beberapa gadis yang disebut berasal dari 13 Aban School tampak terbaring di tempat tidur di bangsal rumah sakit dan menerima oksigen.

Video lain dari timur kota itu menunjukkan gadis-gadis duduk di trotoar di luar satu sekolah dasar. Seorang ibu kemudian terlihat berlari ke gerbang dan berteriak: "Di mana anak saya?" Seorang pria menjawab: "Mereka telah meracuni para siswa dengan gas."

Pihak berwenang berada di bawah tekanan yang meningkat dari masyarakat untuk menghentikan keracunan, yang awalnya terkonsentrasi di kota Qom, selatan Teheran, yang merupakan kota suci bagi Muslim Syiah.

Penelitian oleh BBC Persia menetapkan bahwa setidaknya 830 siswa, sebagian besar perempuan, telah diracuni pada hari Minggu (26/2/2023), sementara seorang anggota parlemen mengatakan jumlahnya 1.200 di Qom dan kota Borujerd saja pada Selasa (28/2/2023).

Para siswa yang terdampak keracunan melaporkan bahwa mereka sempat mencium bau jeruk keprok atau ikan busuk sebelum jatuh sakit.

Ketua komite pendidikan parlemen, Alireza Monadi-Sefidan, dikutip Fars mengatakan pada hari Selasa bahwa penyelidikan telah menemukan bahwa gas beracun itu mengandung nitrogen.

Namun, menteri dalam negeri mengatakan kepada wartawan pada hari Rabu (01/03) bahwa laporan yang mengatakan zat kimia tertentu telah terdeteksi tidak benar.

Satu orangtua mengatakan kepada BBC bahwa para siswa perempuan di sekolah putri mereka di pinggiran Teheran, Pardis, telah diracuni pada hari Selasa.

"Putri saya dan dua temannya mengatakan mereka mendengar suara seperti ledakan dan segera setelah itu bau yang tidak menyenangkan - seperti plastik yang terbakar - memenuhi udara," kata orang tua itu, yang namanya dirahasiakan oleh BBC karena alasan keamanan.

"Mereka (anak-anak) diminta untuk meninggalkan kelas dan pergi ke halaman. Banyak siswa mulai pingsan di halaman. Ada anak-anak dengan asma dan masalah jantung di kelas putri saya. Ambulans dan polisi tiba. Anak-anak diberi susu oleh staf ambulans," sambungnya.

Pada hari Minggu, Wakil Menteri Kesehatan Younes Panahi mengatakan "jelas bahwa ada orang-orang yang ingin semua sekolah, terutama sekolah perempuan, ditutup", meskipun belakangan dia mengatakan bahwa pernyataannya telah disalahpahami.

Beberapa orang berspekulasi bahwa siswi-siswi itu menjadi sasaran aksi "pembalasan" atas peran mereka dalam aksi protes massal yang meletus pada September 2022, menyusul kematian Mahsa Amini dalam tahanan. Mahsa Amini adalah seorang perempuan muda yang ditahan oleh polisi moralitas karena dituduh tidak mengenakan jilbabnya dengan benar.

Pihak berwenang menyebut aksi protes itu sebagai "kerusuhan" dan merespons dengan kekerasan. Kelompok-kelompok hak asasi manusia melaporkan bahwa ratusan pengunjuk rasa telah terbunuh, di antaranya ada puluhan anak-anak.

Dalam video lain yang diunggah ke internet pada Rabu, seorang perempuan terdengar mengatakan bahwa anak perempuan di sebuah sekolah dasar di Kermanshah telah memberitahunya bahwa mereka mendengar ledakan, dan bahwa kepala sekolah mereka kemudian mengumumkan bahwa beberapa siswa tidak sehat dan memanggil ambulans.

Perempuan itu kemudian berbicara dengan seorang gadis muda, yang bertanya-tanya apakah mereka "ditandai" karena mereka pernah ikut protes.

Kemarahan publik atas keracunan dan tanggapan pihak berwenang telah memicu kerusuhan baru.

Video kedua dari Teheran pada hari Rabu menunjukkan sekelompok perempuan muda di luar 13 Aban School meneriakkan "Perempuan, hidup, kebebasan" - slogan utama gerakan protes - serta "Kematian bagi pemerintah pembunuh anak-anak."

Orang tua dari Pardis berkata: "Kami tiba di sekolah, marah dan khawatir. Orang tua mulai meneriakkan slogan-slogan menentang (Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali) Khamenei."

"Tidak ada yang percaya mereka akan menyelidiki serangan ini," mereka menambahkan. "Saya tidak punya harapan pada sistem. Tapi saya berharap dunia akan mendengar suara kami dan berhenti mendukung para pembunuh anak-anak ini."

Para pejabat melaporkan bahwa 35 siswa dari sekolah putri mereka dibawa ke rumah sakit setelah keracunan. Namun orang tua itu mengatakan jumlah sebenarnya jauh lebih tinggi.

"Dari percakapan saya dengan orang tua dan kepala sekolah, setengah dari siswa dibawa ke rumah sakit. Itu setidaknya 200 siswa."

Salah satu dari anak-anak itu dalam keadaan koma, kata mereka, lalu menambahkan: "Beberapa orang tua juga menolak untuk membawa anak-anak mereka ke rumah sakit karena mereka takut dan tidak mempercayai para pejabat."

https://www.kompas.com/global/read/2023/03/03/140100570/puluhan-siswi-iran-dirawat-di-rs-setelah-gelombang-keracunan-gas-terbaru

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke