Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Provokator Semikonduktor

Chip semikonduktor merupakan komponen yang sangat penting di era teknologi, karena bagaikan “otak” dari alat-alat elektronik yang kita gunakan sehari-hari. Sistem kerja dari semikonduktor ini diibaratkan sebagai penengah antara konduktor dan isolator, yang mengatur aliran arus listrik pada kondisi tertentu di dalam alat-alat elektronik.

Fenomena kelangkaan chip semikonduktor saat ini tampaknya menimbulkan dampak negatif pada pasokan produk yang bergantung pada komponen kecil itu, di antaranya komputer, konsol game, smartphone, hingga kendaraan, dan mesin-mesin industri.

Dampak Covid-19 dan ketegangan geopolitik

Fakta menunjukkan bahwa kelangkaan itu terjadi utamanya akibat pandemi Covid-19, yang memengaruhi baik sisi penawaran maupun permintaan komponen tersebut.

Namun, pandemi Covid-19 bukanlah satu-satunya penyebab langkanya ketersediaan chip semikonduktor. Meningkatnya ketegangan geopolitik dan inflasi yang tinggi menyebabkan penurunan siklus permintaan chip serta memicu kepanikan di berbagai sektor industri teknologi.

Financial Times edisi Agustus 2022 melaporkan, CEO dari Semiconductor Manufacturing International Corporation (SMIC), Zhao Haijun, menyampaikan bahwa tumpang tindihnya berbagai faktor yang salah satunya mencakup ancaman konflik regional, telah membawa kepanikan bagi berbagai pelaku industri.

Kepanikan itu menyebabkan reaksi ekstrem di beberapa bagian rantai pasokan chip, dengan banyaknya pembeli yang tiba-tiba membatalkan pesanannya. Meskipun Zhao tidak menyebutkan secara spesifik ancaman regional apa yang dimaksud, banyak analis yang menghubungkannya dengan tensi yang saat ini terjadi antara China dan Taiwan, pasca guncangan perang Rusia-Ukraina.

Taiwan adalah salah satu dari tiga negara, selain Korea Selatan dan Amerika Serikat (AS), yang memiliki kemampuan untuk memproduksi chip semikonduktor berteknologi advanced. Salah satu perusahaan Taiwan yang menaungi produksi chip semikonduktor terbesar di dunia saat ini adalah Taiwan Semiconductor Manufacturing Company (TSMC).

Semenjak didirikan Morris Chang tahun 1987, perusahaan ini berhasil berkembang pesat dan mengukir sejarah sebagai perusahaan nasional Taiwan pertama yang mencatatkan dirinya di New York Stock Exchange (NYSE).

Perusahaan ini banyak menangani produksi untuk komponen elektronik dengan merek-merek terkenal seperti AMD, Apple, ARM, Broadcom, Marvell, MediaTek, dan Nvidia. Bahkan, perusahaan-perusahaan besar di bidang teknologi lainnya yang memiliki pabrik chip semikonduktornya sendiri, seperti Intel dan Texas Instrument, juga menjalin kerjasama terkait produksinya dengan pabrik milik TSMC.

Perusahaan itu juga berkontribusi pada lebih dari setengah produksi chip dunia yang desainnya dibuat berdasarkan preferensi pesanan, dan sekitar 90 persen dari pasokan chip global berteknologi advanced.

Tentunya, hal itu membuat Taiwan menempatkan dirinya sebagai aktor utama dari rantai pasokan global di sektor teknologi. Sayangnya, ketegangan antara AS dan China saat ini sepertinya akan sangat mengganggu kondisi perekonomian Taiwan.

Povokasi AS

Terlepas dari tensi China dan Taiwan, negara-negara lain di dunia sepertinya harus menyusun ulang strategi rantai pasokan global chip semikonduktornya. Hal ini akibat adanya undang-undang terbaru terkait produksi chip semikonduktor domestik, dan inisiasi pembentukan aliansi produsen chip dunia, yang semuanya di motori AS.

Layaknya sebuah provokasi, AS berupaya untuk meningkatkan produksi chip semikonduktor dalam negerinya, dengan semakin meninggalkan ketergantungannya terhadap China.

DilansirVOA pada Agustus lalu, Presiden AS Joe Biden akhirnya menandatangani rancangan undang-undang terbaru terkait chip dan sains. Undang-undang tersebut sengaja dibuat untuk meningkatkan daya saing AS di bidang teknologi dengan mengalokasikan anggaran miliaran dolar bagi produksi semikonduktor dalam negeri beserta risetnya.

Biden mengungkapkan bahwa kebijakan ini akan berefek baik bagi perekonomian, pembukaan lapangan kerja baru, dan produksi chip semikonduktornya.

Namun pada saat bersamaan, Biden juga secara gamblang menyinggung adanya peran dari pihak Partai Komunis China yang banyak melakukan lobi-lobi tertentu kepada pengusaha AS untuk menolak undang-undang tersebut.

Sontak pernyataan bernada provokatif itu membuat China meradang. Dalam sebuah pernyataan yang dikutip BBC Agustus lalu, Kedutaan Besar China di Washington menyatakan bahwa undang-undang semikonduktor yang baru disahkan AS itu merupakan sebuah bentuk mentalitas perang dingin.

Tak hanya sampai di situ, kebijakan provokatif AS juga terlihat atas niatnya dalam membentuk aliansi baru, yang terdiri dari produsen-produsen besar semikonduktor dunia dengan nama The Chip 4. Kelompok ini beranggotakan AS, Taiwan, Korea Selatan, dan Jepang.

Dalam kasus itu, AS berusaha mengarahkan negara-negara tersebut untuk membentuk suatu aliansi berkonsep tekno-demokrasi, dengan tujuan mengamankan rantai pasokan chip semikonduktornya yang terbilang kompleks.

Menurut laporan dari South China Morning Post, rencana pemerintah AS terkait pembentukan aliansi itu sudah mulai terendus sejak awal Maret 2022, dan bertujuan untuk menghilangkan ketergantungan AS dari produksi semikonduktor China.

Namun, aliansi ini justru berpotensi membuat negara-negara anggotanya ragu. Korea Selatan misalnya, yang juga mampu memproduksi chip semikonduktor berteknologi advanced, justru menganggap China sebagai pasar terbesarnya.

Dari data Korea International Trade Organization, terungkap bahwa 60 persen ekspor chip semikonduktor Korea Selatan saat ini ditujukan ke China dan Hong Kong. Negeri Ginseng tersebut juga telah menginvestasikan jutaan dolar untuk membuat fasilitas produksi chipnya di dua kota besar China, yaitu Xi’an dan Suzhou.

Kondisi itu terbilang rumit dan dilematis, mengingat magnet pasar China dan potensi keuntungan yang begitu besar bagi Korea Selatan pasca AS melarang ekspor chipnya ke Beijing.

Dari sini, terdapat kesan AS “memaksa” negara-negara sahabatnya untuk ikut ambil bagian demi kepentingannya. Pada akhirnya, dua hal ini membuat AS mulai terkesan sangat provokatif terkait hubungannya dengan China, khususnya pada sektor industri semikonduktor.

Perlu diantisipasi

Harus diakui, industri chip semikonduktor melibatkan sumber daya dan proses yang rumit. Maka dari itu, kolaborasi antar negara memainkan peranan penting dalam produksinya. Tindakan AS yang berusaha menghalau perekonomian China lewat industri semikonduktor ini, agaknya dapat berpotensi memengaruhi industri elektronik dan otomotif dunia secara keseluruhan.

Pelaku industri dan pembuat kebijakan sekiranya perlu membuat tindakan preventif, agar tensi geopolitik di sektor ini tidak menganggu aktivitas industri dan perekonomian negaranya.

https://www.kompas.com/global/read/2022/09/05/125957870/provokator-semikonduktor

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke