Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Masih Ingat Suster Ann Roza? Ini Kabarnya Jelang Setahun Kudeta Myanmar

Foto biarawati Katolik itu dengan pakaian putih sederhana, tangannya terentang, memohon kepada pasukan junta di minggu-minggu awal protes massal kudeta Myanmar, menjadi viral di negara mayoritas Buddha tersebut dan menjadi berita besar di seluruh dunia.

Sebanyak dua orang dalam demonstrasi pada awal Maret 2021 di negara bagian Kachin itu ditembak mati. Suster Ann Roza kemudian membawa seorang anak yang terluka ke rumah sakit.

Dalam kebingungan dan kekacauan, dia tidak tahu dirinya difoto atau dampaknya, katanya kepada AFP.

"Baru ketika saya tiba di rumah, saya mengetahui teman-teman dan keluarga sangat mengkhawatirkanku," katanya, seraya menambahkan bahwa ibunya memarahinya dengan berlinang air mata karena mengambil tindakan berisiko seperti itu.

"Ketika saya melihat foto itu, saya bahkan tidak percaya pada diri sendiri bahwa saya di sana untuk menyelamatkan nyawa orang di tengah kekacauan penembakan dan pelarian," lanjutnya dikutip dari AFP, Jumat (28/1/2022).

"Saya percaya Tuhan memberi saya keberanian ... Saya sendiri tidak akan cukup berani untuk melakukan itu."

Lari dari militer adalah hal yang Suster Ann Roza sudah alami sejak masa kecilnya di negara bagian Shan yang dilanda konflik di Myanmar timur di bawah pemerintahan junta sebelumnya.

Putri dari ayah seorang pendeta dan ibu yang bekerja sebagai guru itu terpaksa meninggalkan rumahnya ketika berusia sembilan tahun, dengan ketakutan akan tentara yang sekarang terpatri di otaknya yang dia khawatirkan terulang pada anak-anak hari ini.

"Dulu saya lari seperti anak kecil ketika mereka memasuki desa... setiap kali saya melihat tentara dan polisi berseragam, saya takut, sampai sekarang," terangnya.

Akan tetapi, suatu hari pada Maret 2021 di Myitkyina, "Saya tidak bisa berpikir untuk takut", tambahnya.

"Saya hanya berpikir perlu membantu dan menyelamatkan para pengunjuk rasa."

Pada hari-hari berikutnya, tindakan keras junta meningkat. Amnesty International kemudian mengatakan, telah mendokumentasikan kekejaman termasuk penggunaan senjata medan perang pada pengunjuk rasa yang tidak bersenjata.

Lebih dari 1.400 warga sipil tewas dan tak kurang dari 10.000 orang ditangkap, menurut kelompok pemantau lokal.

"Tak ada lagi kebebasan"

Suster Ann Roza mendapati ada risiko yang harus ditanggung jika berdiri di hadapan junta di muka umum.

Dia berkata, sudah ditahan beberapa kali oleh pasukan keamanan yang meminta untuk memeriksa teleponnya dan memotret dirinya.

Dia tidak terlibat dengan politik, tetapi sekarang sangat takut keluar sendirian.

"Saya tidak memiliki kebebasan lagi," ujar Suster Ann Roza.

Biarawati yang sebelumnya dilatih sebagai perawat tersebut sekarang bekerja di kamp-kamp yang menampung orang-orang terlantar di negara bagian Kachin, tempat konflik selama bertahun-tahun antara kelompok etnis bersenjata dan militer.

Pertempuran di Kachin dan di tempat lain di utara negara yang berbatasan dengan China itu baru-baru ini mereda, kata para analis atas desakan Beijing, tetapi di tempat lain kekerasan yang mengerikan terus berlanjut.

Pasukan junta baru-baru ini dituduh melakukan pembantaian pada Malam Natal, setelah ditemukan sisa-sisa hangus dari puluhan mayat di jalan raya timur negara itu.

Melihat siklus berdarah bentrokan dan pembalasan, "rasanya hati saya akan meledak", kata Suster Ann Roza.

Namun, imannya memberinya harapan dan tujuan.

"Puji Tuhan, saya masih hidup ... Mungkin Dia ingin menggunakan saya untuk kebaikan."

https://www.kompas.com/global/read/2022/01/28/163200570/masih-ingat-suster-ann-roza-ini-kabarnya-jelang-setahun-kudeta-myanmar

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke