Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Nasib "Tahanan Abadi" di Penjara Guantanamo: 18 Jam Sehari Disiksa, Dipenjara Tanpa Pengadilan

 

GUANTANAMO, KOMPAS.com - Selama 14 tahun lamanya Mohamedou Ould Slahi mendekam di penjara teror Guantanamo. Sebanyak 70 hari dalam setahun dia mengalami penyiksaan, 18 jam sehari selama tiga tahun. Mohamedou dituduh memangku fungsi penting di jajaran pemuka Al Qaeda dan ikut merencanakan serangan teror 11 September.

Namun, selama masa penahanan yang panjang itu, militer Amerika Serikat tidak mampu mengumpulkan bukti hukum untuk meloloskan dakwaan. Selama itu pula dia menjalani hukuman kurung tanpa proses pengadilan.

Mohamedou yang kini berusia 50 tahun akhirnya dibebaskan tanpa syarat. Dakwaan terhadapnya digugurkan.

Kamp Guantanamo membuat Amerika menjadi negara, "di mana prinsip negara hukum tidak dihormati,” kata Nancy Hollander, pengacara yang berulang kali mewakili narapidana Guantanamo.

Menurutnya, "situasinya serupa bencana,” terkait nasib 13 narapidana yang hingga kini tanpa pengadilan, dan juga terdakwa pelaku teror 11 September yang dijuluki "tahanan abadi,” karena masih menunggu pengadilan, 20 tahun setelah serangan tersebut.

Pelanggaran prinsip negara hukum

Menurut Daphne Eviatar dari Amnesty International, ketidakjelasan status hukum narapidana Guantanamo termasuk bagian dari kalkulasi politik bekas Presiden George W Bush. "Mereka membangun penjara di luar negeri untuk tidak terikat hukum Amerika Serikat,” kata dia.

Dalam laporan Amnesty, AS dituduh melakukan pelanggaran HAM berat di Guantanamo, termasuk penyiksaan terhadap narapidana. Menurut Daphne, laporan tersebut disusun dari berbagai penyelidikan, termasuk laporan komisi dinas rahasia di Senat AS.

Kamp Guantanamo di pesisir selatan Kuba sudah menjadi pangkalan militer AS sejak lebih dari 100 tahun lalu. Namun, baru pada Januari 2002, kompleks tersebut direnovasi untuk ikut menampung sebuah penjara rahasia untuk tersangka teroris.

Anthony Natale, kuasa hukum terdakwa teroris, Abdul Rahim al Nashiri, ikut mengecam kebijakan di Washington. "Kita mengorbankan semua yang menjadikan negara ini sebuah negara bebas, dengan kesetaraan hak untuk semua,” tukasnya.

Rencana penutupan

Rencana awal penutupan Guantanamo sudah pernah diumumkan pada era George W Bush. Penerusnya, bekas Presiden Barack Obama juga menjanjikan penutupan. Namun, AS saat itu kesulitan mencari negara yang mau menampung bekas tahanan Guantanamo.

Obama kehilangan momentum politik ketika Partai Republik merebut mayoritas di Kongres, yang kemudian meloloskan Undang-undang untuk melarang "semua individu yang pernah ditahan di Guantanamo untuk memasuki wilayah AS,” kata Nancy Hollander. Dengan begitu tertutup kemungkinan untuk memindahkan para tahanan dari Guantanamo ke daratan Amerika.

Upaya politik menutup penjara Guantanamo terhenti di era bekas Presiden Donald Trump. Dia secara terang-terangan mengumumkan niat untuk tetap membuka penjara teror di negeri jiran tersebut. Partai Republik berdalih, Guantanamo masih menjadi jaminan keamanan bagi AS untuk menghadapi terorisme global.

Kini giliran Presiden Joe Biden yang mengumumkan niat untuk menutup Guantanamo selama masa jabatannya. Namun, ketika komisi dinas rahasia di Senat AS membahas rencana tersebut, tidak seorang pun pejabat pemerintahan Biden yang ikut hadir.

Hal itu, kara Nancy Hollander, membuktikan betapa pemerintahan AS "tidak pernah berusaha menepati janjinya.”

Penjara tanpa bukti

Saat ini pemerintahan Biden sedang disibukkan oleh proyek infrastruktur dan anjloknya tingkat kepuasan publik di AS. Guantanamo sebabnya diyakini belum akan mendapat prioritas utama. Bagi narapidana, situasi ini semakin mengaburkan harapan untuk segera dibebaskan.

Sebagian tahanan saat ini sudah bisa menghirup udara bebas, antara lain berkat perjanjian pemulangan narapidana dengan negara asal. "Ketika jumlah tahanan terus berkurang, maka semakin jelas betapa anehnya semua ini,” kata Nancy Hollander.

Menurutnya biaya operasi penjara di Guantanamo mencapai 13 juta dollar AS atau sekitar Rp 182 miliar per tahun untuk setiap tahanan. Biaya akan lebih murah jika tahanan dipindahkan ke Amerika Serikat, katanya.

"Kita tidak bisa menahan orang selama 20 tahun tanpa dakwaan, karena kurangnya bukti-bukti, tapi bersikeras bahwa mereka berbahaya.”

Masa depan Guantanamo tidak lagi bisa ditentukan dengan argumen rasional, kata dia.

Artikel ini pernah dimuat di DW Indonesia dengan judul Bagaimana Nasib 'Tahanan Abadi' di Penjara Guantanamo?

 

https://www.kompas.com/global/read/2022/01/25/143400270/nasib-tahanan-abadi-di-penjara-guantanamo--18-jam-sehari-disiksa

Terkini Lainnya

Demo Protes Perang Gaza Terus Meningkat di Seluruh Kampus AS

Demo Protes Perang Gaza Terus Meningkat di Seluruh Kampus AS

Global
Sejarah Panjang Hubungan Korea Utara dan Iran

Sejarah Panjang Hubungan Korea Utara dan Iran

Internasional
Koalisi AS Masih Bertarung Lawan Houthi, Jatuhkan 4 Drone dan 1 Rudal Anti-Kapal

Koalisi AS Masih Bertarung Lawan Houthi, Jatuhkan 4 Drone dan 1 Rudal Anti-Kapal

Global
Rangkuman Hari Ke-791 Serangan Rusia ke Ukraina: Bantuan Baru AS | Kiriman Rudal ATACMS

Rangkuman Hari Ke-791 Serangan Rusia ke Ukraina: Bantuan Baru AS | Kiriman Rudal ATACMS

Global
AS Diam-diam Kirim Rudal Jarak Jauh ATACMS ke Ukraina, Bisa Tempuh 300 Km

AS Diam-diam Kirim Rudal Jarak Jauh ATACMS ke Ukraina, Bisa Tempuh 300 Km

Global
[POPULER GLOBAL] Demo Perang Gaza di Kampus Elite AS | Israel Tingkatkan Serangan

[POPULER GLOBAL] Demo Perang Gaza di Kampus Elite AS | Israel Tingkatkan Serangan

Global
Biden Teken Bantuan Baru untuk Ukraina, Dikirim dalam Hitungan Jam

Biden Teken Bantuan Baru untuk Ukraina, Dikirim dalam Hitungan Jam

Global
Israel Serang Lebanon Selatan, Sasar 40 Target Hezbollah

Israel Serang Lebanon Selatan, Sasar 40 Target Hezbollah

Global
Situs Web Ini Tawarkan Kerja Sampingan Nonton Semua Film Star Wars, Gaji Rp 16 Juta

Situs Web Ini Tawarkan Kerja Sampingan Nonton Semua Film Star Wars, Gaji Rp 16 Juta

Global
Wanita Ini Didiagnosis Mengidap 'Otak Cinta' Setelah Menelepon Pacarnya 100 Kali Sehari

Wanita Ini Didiagnosis Mengidap "Otak Cinta" Setelah Menelepon Pacarnya 100 Kali Sehari

Global
Kakarratul, Tikus Tanah Buta yang Langka, Ditemukan di Pedalaman Australia

Kakarratul, Tikus Tanah Buta yang Langka, Ditemukan di Pedalaman Australia

Global
Kisah Truong My Lan, Miliarder Vietnam yang Divonis Hukuman Mati atas Kasus Penipuan Bank Terbesar

Kisah Truong My Lan, Miliarder Vietnam yang Divonis Hukuman Mati atas Kasus Penipuan Bank Terbesar

Global
Wakil Menteri Pertahanan Rusia Ditahan Terkait Skandal Korupsi

Wakil Menteri Pertahanan Rusia Ditahan Terkait Skandal Korupsi

Global
Olimpiade Paris 2024, Aturan Berpakaian Atlet Perancis Berbeda dengan Negara Lain

Olimpiade Paris 2024, Aturan Berpakaian Atlet Perancis Berbeda dengan Negara Lain

Global
Adik Kim Jong Un: Kami Akan Membangun Kekuatan Militer Luar Biasa

Adik Kim Jong Un: Kami Akan Membangun Kekuatan Militer Luar Biasa

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke