Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Carina Joe Ilmuwan Indonesia di Balik Vaksin AstraZeneca, Akan Wakili Tim Raih Penghargaan Pride of Britain

Penghargaan ini merupakan satu dari sejumlah penghargaan yang diterima tim vaksin Universitas Oxford sejauh ini.

Ketua tim manufaktur, Dr Sandy Douglas mengatakan formula "dua sendok makan sel" yang ditemukan Carina menjadi landasan produksi besar vaksin Oxford AstraZeneca - vaksin yang selain paling luas jangkauannya - juga dapat diproduksi dengan "harga semurah mungkin".

Saat ini vaksin Oxford AstraZeneca - dengan lokasi produksi di lebih selusin laboratorium di lima benua - digunakan di lebih 170 negara, termasuk Indonesia.

"Formula 30 mililiter sel" itu ditemukan Carina pada 15 Januari 2020. Temuan ini memungkinkan produksi vaksin lebih banyak 10 kali dengan menggunakan sel hanya sekitar dua sendok makan.

Dari percobaan awal ini, jumlah sel ditingkatkan terus sampai pada skala produksi besar melalui kerja sama dengan berbagai laboratorium di seluruh dunia.

Publikasi ilmiah terkait formula "30 milimeter sel ini" akan diterbitkan Universitas Oxford pada bulan November.

"Formula sangat sederhana dan dapat menekan harga"

"Dengan kombinasi upaya Dr Carina Joe untuk meningkatkan proses manufaktur dan komitmen serta kerja keras rekan-rekan kami di AstraZeneca dan semua mitra kami lainnya, kami mampu memberikan vaksin untuk dunia, dibuat di berbagai penjuru dunia, dengan harga semurah mungkin," kata Sandy kepada BBC News Indonesia.

"Ada lebih dari 1,5 miliar dosis vaksin Oxford AstraZeneca yang didistribusikan secara global. Saya sangat bangga dengan kerja kami yang memungkinkan manufaktur vaksin dilakukan di lebih dari selusin tempat di lima benua, dengan sejumlah besar vaksin dikirim ke berbagai negara di luar Amerika Utara dan Eropa," tambahnya.

Formula sederhana dengan menggunakan jumlah sel yang sedikit ini juga memungkinkan produksi vaksin dengan harga semurah mungkin.

"Saya rasa formula ini sangat penting (agar vaksin dapat disebar ke negara berkembang, termasuk Indonesia) dan ada dua alasan untuk itu. Pertama, jumlah vaksin yang didapat dari jumlah tertentu sel, sangat terkait dengan harga. Jadi, formula Carina ini sangat produktif sehingga (vaksin) dapat dibuat dengan harga murah.

"Dan yang kedua, yang sangat penting juga adalah formula ini sangat sederhana sehingga dapat ditranfer ke berbagai fasilitas seperti Serum Institute of India, yang belum pernah memproduksi produk seperti ini sebelumnya. Namun cukup sederhana sehingga dapat dipelejari dengan cepat dan kami dapat menyerahkannya ke fasilitas manufaktur di seluruh dunia," tambah Sandy.

Ia memuji upaya Sandy Douglas yang disebutnya "menunjukkan keberanian moral pada awal 2020 untuk menggenjot upaya manufaktur sehingga membuka jalan dalam produksi vaksin".

Sandy menghubungi berbagai laboratorium untuk produksi skala besar dengan landasan formula ini walaupun saat itu belum ada yang dapat memastikan bahwa vaksin Covid itu dapat digunakan atau tidak.

Carina sendiri, ketika ditemui di laboratorium Jenner Insitute, Universitas Oxford, Agustus lalu mengatakan senang atas capaian tim namun menyebut masih harus banyak belajar dari para seniornya.

"Tapi, saya tidak merasa bangga atas hasil yang saya capai. Saya merasa perlu banyak belajar dari atasan saya dan profesor yang lain," tambahnya.

"Menurut saya ini adalah awal permulaan saja. Masih panjang jalan yang harus saya tempuh untuk menjadi orang hebat."

"Saya melakukan pekerjaan saya sesuai job description tapi saya lakukan ekstra. Tapi untuk bangga, saya harus banyak belajar dari atasan dan profesor saya yang lain, saya masih jauh untuk bisa bangga untuk pekerjaan saya. Saya belum ada apa-apanya," kata Carina lagi.

Apa yang terjadi setelah formula ditemukan?

Di jantung operasional tim vaksin Oxford, ada setidaknya enam ilmuwan dengan pengalaman puluhan tahun dalam pengembangan, manufaktur dan juga uji coba klinis vaksin untuk menjamin keamanannya dan dilakukan dalam waktu yang sangat cepat.

Mereka termasuk Profesor Sarah Gilbert, Profesor Adrian Hill, Catherine Green, dan Andrew Pollard.

Sandy Douglas memimpin tim manufaktur, tim kecil dengan hanya Carina yang melakukan eksperimen.

Tim pengembangan di bawah Sarah Gilbert, mulai mengerjakan vaksin pada pagi hari 11 Januari 2020, tak lama setelah ilmuwan di China menerbitkan sekuens genome pertama virus corona.

Saat itu belum jelas seberapa cepat virus akan menyebar.

"Saya sangat senang, saya terkejut. Saya tidak memperkirakan, bisa ditemukan formula untuk meningkatkan apa yang telah kami kembangkan, dengan volume begitu besar," cerita Sandy tentang reaksinya ketika itu.

Pada Januari 2020, Covid-19 memang baru santer terdengar jauh di Wuhan, China.

Dalam beberapa minggu setelah dimulai pada 11 Januari, tim terpisah yang dipimpin Sarah Gilbert sudah memiliki vaksin yang dapat diuji coba di laboratorium. Ketika itu, mulai dilakukan uji klinis fase pertama.

Dari sinilah tahapan mengarah ke tim manufaktur di bawah Sandy Douglas untuk memperbanyak vaksin agar dapat dipakai dalam uji coba klinis fase dua dan tiga dengan kebutuhan puluhan ribu dosis.

Saat itu, pada bulan-bulan pertama 2020, dunia sudah diguncang dengan penyebaran virus corona secara begitu cepat.

"Kami punya kemampuan melakukan uji klinis namun saat itu, kami tak memiliki pengalaman memproduksi dalam skala besar," kata Sandy.

Tahapan uji klinis satu dan dua sudah memerlukan vaksin yang cukup banyak sementara tahap terakhir atau ketiga melibatkan 30.000 sukarelawan, sebelum vaksin dipastikan aman oleh badan obat-obatan dan dapat digunakan.

"Biasanya diperlukan waktu yang sangat, sangat lama untuk mengembangkan proses manufaktur vaksin apapun. Biasanya diperlukan waktu lima tahun atau 10 tahun dan biasanya diperlukan waktu lima atau 10 tahun juga untuk uji klinis," kata Sandy.

"Jadi tekanannya ada pada kami, tim manufaktur, untuk mencoba dan bergerak secepat mungkin. Bila tidak, setiap mata akan mengarah kepada kami dan bertanya-tanya, mana vaksinnya (untuk uji klinis)?" cerita Sandy tentang kondisi pada bulan-bulan pertama tahun 2020.

Ketika itu Universitas Oxford belum bekerja sama dengan AstraZeneca, perusahaan farmasi Inggris-Swedia yang bermarkas di Cambridge.

Sandy menghubungi berbagai konsorsium untuk memproduksi vaksin di Inggris, Belanda, India dan China.

Pada bulan Maret, berbagai fasilitas ini bersiap memproduksi puluhan juta vaksin sebelum dipastikan apakah vaksin ini aman dan dapat digunakan.

"Satu hal yang sangat tak biasa tentang apa yang dilakukan Carina adalah, dia mengerjakannya sendiri. Saya rasa perusahaan dengan skala manufaktur seperti Pfizer tidak akan begitu tergantung pada satu orang saja, mereka pasti punya tim orang yang berpengalaman sangat besar."

"Saya sangat khawatir (ketika itu). Bagaimana bila Carina terkena virus corona? Akan terjadi bencana kalau itu terjadi karena kami perlu dia tetap bekerja," kata Sandy mengenang periode kerja keras selama 18 bulan.

Inggris mulai menerapkan lockdown (karantina wilayah dalam skala nasional) pada Maret 2020 dan dilonggarkan empat bulan kemudian.

"Saya sempat bilang, saya mau berhenti, saya tak bisa lagi lakukan ini. Nangis-nangis di depan bos. Mereka berikan pengertian. Mau gimana lagi, cuma kamu yang melakukan, tidak ada gantinya lagi. Mau sakit atau tidak tetap harus dikerjakan," kata Carina mengingat kerja non-stop tanpa istirahat tahun lalu.

"Saat hampir menyerah, bos saya bilang, kita melakukan hal yang tepat. Ini mungkin satu hal yang sangat penting yang kita lakukan dalam karir kita karena banyak orang meninggal, jadi kita lakukan yang terbaik, demi kemanusiaan," ceritanya lagi.

Apakah formula "30 mililiter sel" dapat digunakan bila terjadi pandemi lagi?

Ketika ditemui di laboratorium Jenner Institute, Universitas Oxford, Carina memperkenalkan sejumlah kolega yang meneliti berbagai vaksin lain termasuk untuk virus Zica dan Malaria.

Carina - yang memperoleh gelar doktoral dalam bidang bioteknologi di Royal Melbourne Insitute, Australia - menunjukkan dua ruang laboratorium, tempat ia menghabiskan hari-hari dan malam tanpa tidur cukup, hampir sepanjang 2020.

Formula hasil eksperimen Carina ketika itu rencananya digunakan untuk penelitian vaksin rabies, yang tengah dikembangkan tim peneliti di bawah Sandy Douglas, sebelum ia ditarik ke tim Covid.

Apakah formula ini bisa digunakan bila terjadi pandemi lagi di kemudian hari?

"Proses yang digunakan masih sama, dan bisa dipakai untuk penyakit yang berbeda, hanya perlu diadaptasi sedikit. Jadi bisa langsung dipakai untuk memproduksi vaksin lain," katanya lagi.

Vaksin campak, misalnya, termasuk yang ditemukan cukup cepat, dan memakan waktu 10 tahun dari penemuan patogen sampai pengembangan vaksin pertama.

Vaksin tipus memerlukan waktu lebih dari satu abad dan sejumlah penyakit yang sudah diketahui patogennya lebih dari satu abad - seperti malaria - masih belum ditemukan vaksin yang efektif.

Pengembangan vaksin Covid dilakukan jauh lebih cepat dari vaksin apa pun. Dalam waktu kurang dari satu tahun, sejumlah vaksin, berhasil diumumkan dan telah disetujui untuk penggunaan di beberapa negara.

Vaksin Oxford AstraZeneca - seperti halnya Pfizer dan Moderna - berhasil diproduksi dan digunakan dalam rekor waktu yang sangat cepat ketika penduduk dunia amat sangat memerlukannya guna meredam pandemi Covid-19.

https://www.kompas.com/global/read/2021/10/28/190012170/carina-joe-ilmuwan-indonesia-di-balik-vaksin-astrazeneca-akan-wakili-tim

Terkini Lainnya

Rangkuman Hari ke-785 Serangan Rusia ke Ukraina: Penembakan Rusia di Donetsk Timur | DPR AS Jadwalkan Voting Bantuan Ukraina

Rangkuman Hari ke-785 Serangan Rusia ke Ukraina: Penembakan Rusia di Donetsk Timur | DPR AS Jadwalkan Voting Bantuan Ukraina

Global
Badan Atom Internasional: Tak Ada Kerusakan di Situs Nuklir Iran

Badan Atom Internasional: Tak Ada Kerusakan di Situs Nuklir Iran

Global
Israel Serang Iran, Ledakan Terdengar di Kota Isfahan, Ada Apa di Sana?

Israel Serang Iran, Ledakan Terdengar di Kota Isfahan, Ada Apa di Sana?

Global
Australia Minta Warganya Tinggalkan Israel dan Palestina

Australia Minta Warganya Tinggalkan Israel dan Palestina

Global
Kota Isfahan Iran Dilaporkan Tenang dan Aman Pascaledakan Diduga Serangan Israel

Kota Isfahan Iran Dilaporkan Tenang dan Aman Pascaledakan Diduga Serangan Israel

Global
Jawaban Militer Israel Saat Ditanya soal Serangan dan Ledakan di IranĀ 

Jawaban Militer Israel Saat Ditanya soal Serangan dan Ledakan di IranĀ 

Global
Posisi Yordania Terjepit Setelah Ikut Tembak Jatuh Rudal Iran

Posisi Yordania Terjepit Setelah Ikut Tembak Jatuh Rudal Iran

Internasional
Iran Klaim Tembak Jatuh Drone, Sebut Tak Ada Serangan Rudal

Iran Klaim Tembak Jatuh Drone, Sebut Tak Ada Serangan Rudal

Global
3 Ledakan Terdengar Dekat Pangkalan Udara Iran, Kemungkinan Serangan Balasan Israel

3 Ledakan Terdengar Dekat Pangkalan Udara Iran, Kemungkinan Serangan Balasan Israel

Global
Alasan AS Veto Resolusi soal Keanggotaan Penuh Palestina di PBB

Alasan AS Veto Resolusi soal Keanggotaan Penuh Palestina di PBB

Global
Israel Balas Serangan, Iran Aktifkan Sistem Pertahanan Udara, Ledakan Terdengar di Isfahan

Israel Balas Serangan, Iran Aktifkan Sistem Pertahanan Udara, Ledakan Terdengar di Isfahan

Global
Pria Polandia Ditangkap atas Dugaan Rencana Pembunuhan Zelensky

Pria Polandia Ditangkap atas Dugaan Rencana Pembunuhan Zelensky

Global
Hal yang Dikhawatirkan Terjadi, Israel Serang Balik Wilayah IranĀ 

Hal yang Dikhawatirkan Terjadi, Israel Serang Balik Wilayah IranĀ 

Global
Pemilu India Dimulai Hari Ini, Narendra Modi Incar Masa Jabatan Ketiga

Pemilu India Dimulai Hari Ini, Narendra Modi Incar Masa Jabatan Ketiga

Global
Pentingnya Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Pentingnya Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke