Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Setelah Unggah Video Mengaku Dapat Ancaman, Wanita Qatar Ini Hilang Secara Misterius

KOMPAS.com - Seorang wanita yang melarikan diri ke Inggris dari Qatar setelah bertahun-tahun diduga mengalami kekerasan dalam rumah tangga menghilang secara misterius setelah kembali ke tanah airnya.

Kekhawatiran meningkat atas keselamatan Noof al-Maadeed, 23 tahun, yang terakhir terdengar empat hari lalu, ketika berbicara tentang berada dalam bahaya dan menerima ancaman.

"Jika Anda tidak melihat unggahan apa pun dari saya dalam beberapa hari mendatang, itu berarti saya telah diserahkan kepada keluarga saya di luar kehendak saya," ujarnya dalam sebuah video yang diunggah online melansir Daily Mail pada Sabtu (16/10/2021).

Dalam situasi yang tidak jelas, satu laporan berita mengeklaim dia memberi tahu polisi telah menjadi sasaran 'upaya pembunuhan', di hotel tempatnya menginap di ibu kota Doha.

Yang lain menduga bahwa dia 'baik-baik saja', tetapi teman-temannya - yang mengunggah kekhawatiran mereka di media sosial bersama tagar #WhereisNoof - sangat skeptis.

Mereka menyuarakan peringatan setelah dia tiba-tiba diam pada Rabu sore (20/10/2021), dan tidak menanggapi pesan. Tidak ada kabar apapun darinya sejak itu.

Rothna Begum, peneliti senior hak-hak perempuan di Human Rights Watch, mengatakan: “Kami tidak tahu keberadaannya saat ini, apakah dia aman dan apakah dia dapat berkomunikasi dengan dunia luar.”

Dia menambahkan bahwa kasus Noof adalah "simbol bagi banyak perempuan, yang menghadapi kekerasan di tangan keluarga mereka atau ancaman terhadap hidup mereka".

Dia mendesak pihak berwenang Qatar untuk memastikan bahwa Noof 'aman dari segala bentuk kekerasan, bahwa dia bebas menjalani hidupnya sesuai keinginannya - dan bahwa dia dapat mengakses dunia luar'.

Noof mencari suaka di Inggris pada 2019, tetapi kembali ke Doha dua minggu lalu setelah pihak berwenang Qatar tampaknya memberikan jaminan bahwa dia akan aman.

Kasusnya, menyoroti diskriminasi yang dihadapi perempuan di negara Teluk yang otoriter tersebut. Dua tahun lalu, sebuah video yang mendokumentasikan perjalanannya ke Inggris menjadi viral.

Isu ini memusatkan perhatian pada sistem perwalian laki-laki Qatar, di mana perempuan bergantung pada laki-laki untuk izin menikah, bepergian, mengejar pendidikan tinggi dan mengakses perawatan kesehatan reproduksi.

Pada Maret, Noof muncul di BBC "Radio 4's Woman's Hour". Dia mengeklaim terus-menerus mengalami “pelecehan fisik dan emosional” di tangan “beberapa anggota keluarga saya”. Kebebasan bergeraknya juga dibatasi.

Keputusannya untuk kembali ke Qatar mengejutkan banyak orang.

Dalam sebuah video dia berkata: “Saya memiliki kehidupan normal di Inggris, sampai hari ketika saya merasa tidak pantas berada di sana, dan bahwa saya ingin tinggal di negara asal saya, tetapi ada banyak kesulitan, ketakutan, dan bahaya jika saya ingin kembali ke negara saya.”

Dia menambahkan: “Saya masih Noof yang sama yang melarikan diri membela hak-hak perempuan.”

Begum mengatakan “tidak ada yang memastikan bahwa dia (Noof) memang baik-baik saja ... jadi sampai kami mendengar kabar darinya, kami akan tetap khawatir”.

Dia menambahkan bahwa Noof biasanya memperbarui informasi pada pengikutnya setiap hari di media sosial.

“Sangat sulit bagi seseorang jauh dari rumah seperti itu – terkadang orang itu pun tertipu untuk kembali ke negara mereka,” katanya.

Aturan pemerintah Qatar melarang wanita yang belum menikah di bawah 25 tahun untuk bepergian ke luar negeri tanpa izin dari wali laki-laki mereka.

Jadi pada November 2019, saat berusia 21 tahun, Noof mengambil ponsel ayahnya dan menggunakan aplikasi pemerintah untuk memproses izin keluar. Dia kemudian memanjat keluar dari jendela kamarnya untuk pergi ke bandara.

Dengan izinnya, dia terbang pertama ke Ukraina dan kemudian ke Inggris, di mana dia meminta suaka.

Dalam laporan komprehensif yang diterbitkan awal tahun ini, Human Rights Watch mengatakan aturan yang tidak jelas tentang perwalian laki-laki membuat perempuan di Qatar tidak memiliki kebebasan dasar.

Para peneliti menemukan bahwa perempuan tidak dapat menjadi pengasuh utama anak-anak mereka. Misalnya, jika mereka bercerai atau bahkan saat ayah dari anak-anak itu telah meninggal. Jika anak tidak memiliki kerabat laki-laki untuk bertindak sebagai wali, pemerintah mengambil peran ini.

Para perempuan memberi tahu Human Rights Watch bagaimana wali mereka tidak mengizinkan mereka mengemudi, bepergian, belajar, bekerja atau menikah dengan seseorang yang mereka pilih sendiri.

Beberapa berbicara tentang bagaimana ini telah mempengaruhi kesehatan mental mereka. Kondisi itu pun berkontribusi pada upaya untuk menyakiti diri sendiri, depresi, stres dan pikiran untuk bunuh diri.

Human Rights Watch berharap perubahan akan datang melalui tekanan internasional, serta perubahan sikap di Qatar.

"Saya optimis karena wanita telah vokal. Wanita muak dengan itu (perlakuan), wanita yang lebih muda sangat frustrasi dan ini adalah negara modern,” kata Begum.

Menurutnya, kekerasan tetap terjadi meski perempuan dalam banyak kasus berpendidikan tinggi. Dia pun berharap dengan datangnya Piala Dunia Qatar, akan ada banyak fokus pada hak di sana.

https://www.kompas.com/global/read/2021/10/17/100346270/setelah-unggah-video-mengaku-dapat-ancaman-wanita-qatar-ini-hilang-secara

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke