Sekelompok negara Barat menuding Beijing melakukan serangan siber yang menyasar Microsoft Exchange, platform email yang dipakai perusahaan seluruh dunia.
Pernyataan gabungan itu menuduh Kementerian Keamanan Negara China (MSS) sudah mengancam stabilitas dan keamanan dunia.
Pada Senin (19/7/2021), Selandia Baru bergabung dengan menyalahkan Beijing untuk aktivitas siber berbahaya.
Kedutaan Besar China di Wellington merespons dengan menyebut tudingan itu tak berdasar dan tak bertanggung jawab.
"Pemerintah China adalah pembela terdepan keamanan siber," jelas kedutaan dalam pernyataan resminya.
"Membuat tuduhan (tanpa disertai bukti) sangatlah berbahaya," lanjut mereka dilansir BBC Selasa (20/7/2021).
Kedutaan Besar China di Australia ikut berkomentar dengan menuding justru AS yang menjadi "garda terdepan serangan siber".
Karena peretasan terhadap Microsoft tersebut, sekitar 30.000 organisasi di seluruh dunia terdampak.
Raksasa teknologi yang didirikan Bill Gates itu menyalahkan aktor bentukan "Negeri Panda" karena sudah mengeksploitasi kelemahan Exchange.
Dengan sukses meretas sistem tersebut, si peretas disebut bisa mengendalikan dan mengakses semua email perusahaan.
Menurut Pusat Ancaman Intelijen Microsoft, grup itu diidentifikasi sebagai Hafnium yang didukung oleh Beijing.
Sumber keamanan Barat yakin, Hafnium mendapat informasi bahwa Microsoft bermaksud menambal kerentanan pada sistem mereka.
Jadi, para pelaku membagikannya kepada kelompok lain yang berbasis di China untuk memaksimalkannya.
Presiden Joe Biden dalam konferensi pers berkata, "Negeri Panda" mungkin tidak melakukan serangan itu secara langsung.
Tetapi, Biden menuduh Beijing sudah melindungi pelakunya, bahkan memberikan modal sehingga mereka leluasa beraksi.
Kementerian Kehakiman AS juga mengumumkan jerat pidana bagi empat peretas yang berasal dari MSS.
Para peretas itu dituding menyasar pemerintahan asing dan entitas kunci di puluhan negara.
https://www.kompas.com/global/read/2021/07/20/153447470/dituduh-retas-microsoft-china-beri-bantahan