Meski praktik kombinasi ini mungkin menarik bagi masyarakat di negara-negara yang mengalami kekurangan pasokan vaksin, diperlukan lebih banyak penelitian untuk memastikan imunogenisitas dan keamanannya, ujar juru bicara WHO mengutip Soumya Swaminathan, kepala ilmuwan organisasi tersebut, dalam konferensi pers rutin yang diadakan oleh Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa di Jenewa (UNOG).
"Data dari studi kombinasi vaksin yang berbeda tengah ditunggu. Imunogenisitas dan keamanannya perlu dievaluasi," kata Swaminathan sebagaimana dikutip dari Xinhua.
Menurut informasi yang diberikan oleh juru bicara tersebut dalam konferensi pers pada Selasa, sebuah uji klinis yang dipimpin Universitas Oxford di Inggris saat ini sedang dilakukan untuk menyelidiki kombinasi resimen vaksin AstraZeneca dan vaksin Pfizer-BioNTech.
Uji coba tersebut baru-baru ini diperluas dengan melibatkan vaksin Moderna dan Novavax.
Lebih lanjut, juru bicara WHO itu mengatakan, temuan awal dari uji coba oleh Universitas Oxford menunjukkan, orang-orang yang menerima vaksin AstraZeneca untuk dosis pertama dan vaksin Pfizer-BioNTech untuk dosis kedua memiliki kemungkinan lebih besar mengalami demam dan efek samping ringan lainnya, dibandingkan jika mereka menerima dua dosis vaksin AstraZeneca.
Thailand campur vaksin Sinovac dengan AstraZeneca
Salah satu contoh negara yang mencampiur vaksin virus corona berbeda merek adalah Thailand, yang mengombinasikan Sinovac dengan AstraZeneca.
Kebijakan tersebut muncul setelah ratusan tenaga kesehatan dan tenaga medis masih terinfeksi Covid-19 meski sudah diberi dua dosis vaksin Sinovac.
Melalui pencampuran tersebut, peserta vaksinasi akan menapatkan Sinovac sebagai suntikan pertama dan AstraZeneca sebagai suntikan kedua.
Tenaga kesehatan yang sudah divaksinasi dua kali dengan Sinovac juga akan menerima dosis ketiga sebagai booster.
Dosis ketiga ini bisa berupa vaksin AstraZeneca atau vaksin berbasis mRNA seperti Pfizer-BioNTech sebagaimana dilansir BBC, Senin (12/7/2021).
Dosis ketiga ini akan diberikan tiga sampai empat pekan setelah mendapat suntikan kedua vaksin Sinovac.
https://www.kompas.com/global/read/2021/07/15/211428170/who-mencampur-vaksin-covid-19-berbeda-tidak-dapat-diputuskan-oleh