KOMPAS.com - 11 April 1992, tiga remaja berusia dua puluhan bermain di acara musik Korea Selatan untuk pertama kalinya.
Mereka, Seo Taiji, Hyun-Seok, dan Lee Juno, menamakan dirinya sebagai Seo Taiji and Boys.
Penampilan lip-sync itu memang tak semulus yang dibayangkan. Profesional industri musik mapan Korsel yang juga menonton aksi mereka kurang terkesan.
"Sepertinya Anda tidak berusaha keras," ujar salah satu juri yang menilai penampilan mereka.
Dengan tanggapan itu, nyanyian dan tarian Seo Taiji and Boys untuk pertama kalinya di layar kaca yang membawakan single "Nan Arayo" ini, bisa saja menguap begitu saja.
Bahkan juri memberi nilai terendah untuk penampilan mereka. Seolah tak mengetahui bahwa tiga pria dengan penampilan necis yang baru saja tampil adalah masa depan musik Korea.
Tapi toh sejarah Kpop dimulai malam itu juga. "Nan Arayo" dari album self-titled Seo Taiji and Boys, tanpa diduga langsung menggempur tangga lagu Korea.
Melesat tak terbendung, menuju puncak, tak terkalahkan selama 18 minggu berturut-turut. Musik Korea tak lagi sama detik itu juga.
Penulis Noah Yoo, dalam ulasan album musik penting mingguan di Pitchfork, menyebut bahwa Seo Taiji dan kawan-kawan pada saat itu belum menyadari efek dari apa yang mereka tampilkan.
"Mereka tidak mengetahuinya pada saat itu, tetapi Seo Taiji and Boys akan menjadi prototipe untuk semua grup Kpop yang akan datang," tulis Noah.
"Perpaduan antara hip-hop, techno, dan rock, yang biasa disebut “rap dance, telah menjadi musik anak muda pertama di Korea Selatan," tambahnya.
Saat itu, Korsel bahkan belum mengenal Kpop. Di era itu, musik sejenis folk-lah yang sedang booming. Musik Amerika alias musik kulit hitam, belum menemukan jalannya.
Baru pada album perdana Seo Taiji and Boys, musik Amerika mulai terdengar--hingga menjadi semakin besar. Seo Taiji mengolah musik dengan tempo tinggi. Aksi panggungnya berorientasi pada tari-tarian. Bahkan yang sangat Amerika: Mereka berani memasukkan unsur hip hop.
Genre dilebur, tak ada batas lagi. Koreografi sengaja dipilih memakai pola yang rumit: Inilah blueprint, cetak biru yang sampai sekarang jadi patokan Kpop.
Kesuksesan besar "Nan Arayo" segera diikuti single lain, seperti "You, In the Fantasy", “Come Back Home”, sampai “Classroom Idea”.
Tak ayal, penggemar pun semakin bermunculan. Mengubah peta penjualan musik Korsel. Dari yang awalnya didominasi musik Barat, menjadi dikuasai musik yang diproduksi dalam negeri sendiri.
Meski begitu, kritik keras juga mengiringi pencapaian album ini. Sejumlah stasiun radio mengecam kelompok ini karena kuatnya pengaruh asing. Beberapa malah meramalkan bahwa tren musik ini tak akan bertahan lama.
Musik kulit hitam Amerika, saat itu memang masih direndahkan. Tapi Seo Taiji tetap bertahan, melakukan hal yang dicintainya. Penjualan tak terpengaruh, dan semua prediksi konyol tentang grup ini terpatahkan begitu saja.
Bahkan pasca-Seo Taiji dan kawan-kawannya memutuskan untuk bubar tahun 1997.
Idola remaja pertama Negeri Ginseng ini menjadi patokan, pelantur, dan "penghancur berhala". Berperan membentuk pasar Kpop, hingga lahir bisnis Kpop yang mulai menggurita.
Memainkan Kpop sebelum istilah Kpop familiar. Inilah peran terbesar Seo Taiji and Boys dan album debutnya
Warisan terbesar Seo Taiji tentu saja bisa dilihat saat ini, saat dunia gegap gempita dengan kemunculan BTS.
Seo Taiji, sang "presiden budaya", bahkan menyebut BTS sebagai penerus tidak resminya. Mewarisi semua langkah yang telah dirintisnya.
Tapi tak hanya berhenti di taraf lokal semata. Semua cetak biru yang direkam di album perdana Seo Taiji and Boys, mengantarkan BTS pada tataran global dan jutaan fans fanatik dari seluruh dunia.
Sesuatu yang bahkan tak pernah dibayangkan Seo Taiji, saat memutuskan meninggalkan musik metal, dan beralih pada sesuatu yang akhirnya mengubah Korea dan dunia, selamanya.
https://www.kompas.com/global/read/2021/06/27/114346270/tanpa-warisan-abadi-seo-taiji-kpop-dan-bts-tak-akan-pernah-ada