Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

[Biografi Tokoh Dunia] Shi Zhengli, Wanita Kelelawar Ahli Peneliti Virus Corona

KOMPAS.com - Setelah kurang lebih satu bulan melakukan penelitian di Wuhan, tim ahli WHO akhirnya mempublikasikan laporannya di episentrum pandemi Covid-19 pada Selasa (9/2/2010).

Sayangnya, kejelasan virus Covid-19 dari penelitian itu masih belum dapat ditentukan pasti sumbernya. WHO justru mengeliminasi kemungkinan virus bocor dari laboratorium Institut Virologi Wuhan (IVW).

Dugaan yang banyak disebut sebagai “teori konspirasi” ini, awalnya berembus setelah 15 halaman dokumen dari aliansi "Five Eyes" bocor ke publik. Dokumen dari koalisi berbagi intelijen AS, Inggris, Australia, Selandia Baru, dan Kanada tersebut, pertama kali Australian Daily Telegraph.

Media asal “Negeri Kangguru” itu mengutip kurangnya protokol keamanan di laboratorium Wuhan yang bisa menyebabkan virus melarikan diri ke dunia luar.

Sontak, laboratorium di titik nol pandemi di Wuhan menjadi sorotan dan mulai dicurigai menjadi penyebab munculnya virus yang kini sudah mengisolasi Bumi selama lebih dari satu tahun.

Dituding jadi penyebab pandemi

Tuduhan itu muncul hanya beberapa minggu sejak Shi Zhengli menerima sampel, yang saat itu tampak sebagai “virus baru”, dari petugas perawatan kesehatan setempat.

Pakar virus corona pada kelelawar di Institut Virologi Wuhan yang juga disebut “Bat Woman" China secara mendesak diminta menguci sampel itu pada akhir 2019.

Ahli virus terkenal itu mengakui bahwa dia skeptis, setelah otoritas kesehatan memerintahkan agar dia menghentikan semua pekerjaannya dan meminta menangani sampel itu segera.

“Saya bertanya-tanya apakah (otoritas kesehatan kota) melakukan kesalahan,” kata ilmuwan itu. "Saya tidak pernah menyangka hal seperti ini terjadi di Wuhan, di China Tengah."

Kepada Scientific American, Shi mengaku selama bertahun-tahun kelelawar yang dipelajari dalam pekerjaan lapangannya diambil dari gua-gua di daerah subtropis China di selatan. Bukan di bagian negara yang lebih dingin seperti Wuhan.

Tetapi pejabat kesehatan sangat khawatir dengan sampel yang mereka kirim pada 30 Desember 2019 ke labnya. Mereka menunjukkan virus corona baru yang menyebabkan pneumonia atipikal pada dua pasien Wuhan.

Pada saat dia mulai menganalisis sampel, virus corona baru menyebar dengan cepat di China. Beberapa bulan kemudian, Covid-19 menjadi pandemi global.

"Saya berjanji dengan hidup saya bahwa virus tidak ada hubungannya dengan laboratorium," kata Shi dalam sebuah pernyataan pada 2 Februari mengutip New York Post.

Tapi pada bulan Maret, Shi mengakui bahwa dia mengalami beberapa malam tanpa tidur. “Mungkinkah mereka (Covid-19) datang dari lab kami?” refleksinya.

Membelot dari China?

Pada Mei 2019, rumor beredar di media sosial bahwa Shi membelot dari China. Desas-desus itu menudingnya membawa penelitian rahasia bertahun-tahun tentang virus corona kelelawar bersamanya ke Kedutaan Besar AS di Paris.

Dia dengan cepat membantah rumor di WeChat, layanan perpesanan China, dan memposting sembilan foto dirinya di Wuhan pada Sabtu (2/5/2020). Direktur Pusat Penyakit Menular IVW, itu menegaskan ia tidak akan pernah mengkhianati negaranya.

“Betapapun sulitnya hal itu, (membelot) tidak akan pernah terjadi,” katanya. Kami tidak melakukan kesalahan apa pun. Dengan keyakinan kuat pada sains, kita akan melihat hari ketika awan menghilang dan matahari bersinar."

Lahir pada 1964, Shi mempelajari biologi herediter di Universitas Wuhan. Dia kemudian bergabung dengan IVW, yang dikelola oleh Akademi Ilmu Pengetahuan China. Lembaga penelitian top di China tersebut dikendalikan oleh Pemerintah Beijing.

Dia menerima gelar PhD dalam virologi dari Universitas Montpellier 2 Prancis. Lembaga pendidikan itu terkenal karena sekolah kedokterannya yang berusia berabad-abad.

Kembali ke fasilitas Wuhan, Shi menjadi terkenal karena karyanya melacak asal mula virus corona di balik sindrom pernapasan akut yang parah, atau SARS, wabah 2002 dan 2003.

Sejak 2004, Shi telah mempelajari virus pada kelelawar di China Selatan. Penelitian dimulai untuk memahami wabah Sindrom Pernapasan Akut Parah atau SARS, epidemi besar pertama di abad ke-21, yang mulai menyebar pada 2002.

Timnya dari laboratorium Wuhan mengumpulkan dan menguji sampel dari kelelawar liar dan akhirnya mengidentifikasinya sebagai sumber patogen.

Sebuah makalah tentang penemuan ini diterbitkan dalam jurnal Nature pada 2013, dan membuat Shi mendapat julukan "wanita kelelawar".

Dia menemukan virus yang 96,2 persen identik dengan SARS CoV-2, virus penyebab Covid-19, dari kumpulan sampel kotoran kelelawar dari sebuah gua di provinsi Yunnan.

Penelitian virus berbahaya

Setelah temuan besar itu, Tim Shi terus bekerja dengan virus tersebut. Tujuannya untuk menganalisis apakah virus corona dapat ditularkan dari satu spesies ke spesies lainnya.

Dua tahun kemudian, pada 2015, dalam penelitian yang dilakukan bersama dengan University of North Carolina, laboratorium Shi mencapai kesimpulan.

Ditemukan bahwa virus mirip SARS dapat berpindah dari kelelawar ke manusia dan tidak ada pengobatan yang diketahui.

“Virus ini sangat patogen dan pengobatan yang dikembangkan untuk melawan virus SARS asli pada 2002 dan obat ZMapp yang digunakan untuk melawan Ebola gagal menetralkan dan mengendalikan virus khusus ini,” kata Ralph Baric, salah satu penulis studi 2015 dari Universitas North Carolina dalam wawancara dengan Science Daily.

Melansir New York Post, selama bertahun-tahun diplomat dan ilmuwan AS yang mengunjungi laboratorium Wuhan memperingatkan pemerintah AS, tentang kurangnya protokol keamanan di antara para ilmuwan yang mempelajari patogen mematikan.

Laboratorium, yang berafiliasi dengan Akademi Ilmu Pengetahuan China itu disebut menyimpan lebih dari 1.500 jenis virus mematikan.

"Selama interaksi dengan para ilmuwan di laboratorium Institut Virologi Wuhan, mereka mencatat laboratorium baru memiliki kekurangan serius teknisi dan penyelidik terlatih yang diperlukan untuk mengoperasikan laboratorium dengan penahanan tinggi ini dengan aman," menurut ke 19 Januari 2018, kabel diplomatik yang diperoleh The Washington Post.

Peringatan virus lainnya

Shi Zhengli, telah lama mengingatkan negara-negara perlu meningkatkan penelitian penyakit zoonosis, yang ditularkan dari hewan ke manusia.

Melansir 7News pada Mei 2020, Shi mengatakan negara-negara harus membagikan temuan mereka secara transparan dalam persiapan untuk wabah lebih lanjut dari jenis virus baru. Menurutnya, virus baru sedang ditemukan bahkan ketika dunia terus memerangi pandemi saat ini.

“Jika kita ingin mencegah manusia dari wabah penyakit menular berikutnya, kita harus belajar terlebih dahulu tentang virus tak dikenal yang dibawa oleh hewan liar di alam dan memberikan peringatan dini,” katanya kepada CHTN.

“Jika kita tidak mempelajarinya, kemungkinan akan ada wabah lain.”

Dia kemudian mengakui awalnya khawatir virus itu bisa bocor secara tidak sengaja dari laboratoriumnya. Namun, kemudian dia merasa sangat lega ketika ditetapkan bahwa urutan genetik Covid-19 tidak cocok dengan yang dipelajari sebelumnya.

Tapi dia terus dirundung rumor dan teori konspirasi.

Shi mengatakan kepada Scientific American bahwa dia sedih karena cerita-cerita itu terus berlanjut di internet dan di outlet media besar. Terlebih saat pemerintahan AS sebelumnya khususnya Presiden AS Donald Trump dan Menteri Luar Negeri Mike Pompeo terus menyuarakan bahwa virus itu berasal dari dalam Institut Virologi Wuhan.

“Tapi misinya harus terus berjalan,” katanya.

“Apa yang kami temukan hanyalah puncak gunung es. Coronavirus yang dibawa kelelawar akan menyebabkan lebih banyak wabah. Kita harus menemukan mereka sebelum mereka menemukan kita.” tegasnya.

https://www.kompas.com/global/read/2021/02/13/002955870/biografi-tokoh-dunia-shi-zhengli-wanita-kelelawar-ahli-peneliti-virus

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke