Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Arab Saudi Masih Hukum Mati Pelaku Kejahatan Remaja, Lewat dari 9 Bulan Janji Menghapusnya

RIYADH, KOMPAS.com - Arab Saudi masih menahan 5 orang yang tercatat sebagai pelaku kejahatan remaja dengan hukuman mati, setelah lewat dari 9 bulan lalu Komisi Hak Asasi Manusia (HRC) kerajaan telah mengumumkan diakhirinya hukuman itu.

HRC yang didukung negara pada April mengutip keputusan kerajaan pada Maret oleh Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud, yang menetapkan individu yang dihukum mati atas kejahatan yang dilakukan semasa remaja, tidak akan lagi menghadapi eksekusi.

Sebaliknya, diputuskan pelaku kejahatan di bawah umur itu akan menghadapi hukuman maksimal 10 tahun penjara di pusat tahanan remaja.

Pernyataan tersebut tidak menyebutkan masa berlakunya, tetapi pada Oktober, sebagai tanggapan atas laporan itu Human Rights Watch (HRW), menyebutkan bahwa keputusan tersebut mulai berlaku segera setelah diumumkan.

Keputusan tersebut tidak pernah diberitakan di media pemerintah atau dipublikasikan di surat kabar resmi seperti yang biasanya dilakukan, seperti yang dilansir dari Independent pada Senin (18/1/2021).

Pada Desember, kantor berita negara SPA menerbitkan daftar "peristiwa" penting 2020 yang menampilkan beberapa keputusan kerajaan, tetapi perintah hukuman mati tidak disertakan.

Organisasi termasuk kelompok anti-hukuman mati, Reprieve, HRW dan Organisasi Eropa-Saudi untuk Hak Asasi Manusia (ESOHR), serta sekelompok anggota parlemen AS, telah menyuarakan kekhawatiran bahwa celah dalam hukum Saudi masih memungkinkan hakim untuk menjatuhkan hukuman mati pada pelaku remaja.

Satu dari 5 pelaku remaja telah mengajukan banding dan 8 menghadapi dakwaan yang dapat mengakibatkan eksekusi, kata kelompok-kelompok itu, yang mengikuti kasus tersebut dengan cermat.

Pusat Komunikasi Internasional (CIC) pemerintah menepis kekhawatiran tersebut, mengatakan kepada Reuters bahwa keputusan kerajaan akan diterapkan secara surut pada semua kasus, di mana seseorang dijatuhi hukuman mati karena pelanggaran yang dilakukan di bawah usia 18 tahun.

"Perintah Kerajaan yang dikeluarkan pada Maret 2020 diberlakukan segera setelah diterbitkan dan diedarkan ke otoritas terkait untuk implementasi instan," kata CIC dalam pernyataan melalui email.

Semua mata tertuju pada Riyadh

Catatan hak asasi manusia Arab Saudi berada di bawah pengawasan global.

Hal itu setelah terjadi pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi pada 2018 oleh agen Saudi, yang merupakan salah satu algojo teratas dunia setelah Iran dan China, kata kelompok hak asasi manusia.

Pemimpin de facto negara, Putra Mahkota Mohammed bin Salman, yang dikenal secara internasional sebagai MBS, sebelumnya menikmati dukungan kuat dari Presiden AS Donald Trump.

Namun, presiden terpilih Joe Biden yang mengambil alih Gedung Putih akhir pekan ini, menggambarkan kerajaan itu sebagai "paria" untuk catatan haknya dan mengatakan dia akan mengambil tindakan yang lebih keras.

Enam anggota parlemen AS menulis ke kedutaan Saudi di Amerika Serikat pada Oktober, mendesak kerajaan untuk meninjau semua kasus hukuman mati yang sedang berlangsung.

Dengan tujuan untuk mengidentifikasi individu yang dihukum atas kejahatan yang dilakukan ketika mereka masih anak-anak, menurut salinan surat yang dilihat oleh Reuters.

Salah satu penandatangan, Wakil Demokratik Tom Malinowski, mengatakan kepada Reuters pada Desember bahwa jika kerajaan akan menindaklanjuti eksekusi pelaku remaja, "akan semakin sulit bagi Arab Saudi untuk kembali ke menjalin hubungan yang diinginkannya dengan Amerika Serikat."

Dia menambahkan bahwa Biden akan melihat kebijakan hak asasi manusia kerajaan "sangat berbeda dengan Trump".

Pejabat Biden menolak berkomentar terkait hal itu, tetapi merujuk ke pernyataan yang mengatakan pemerintahan baru akan menilai kembali hubungan AS dengan Arab Saudi.

Kasus yang disoroti

Ali al-Nimr dan Dawood al-Marhoun berusia 17 tahun ketika mereka ditahan pada 2012 atas tuduhan terkait partisipasi dalam protes yang meluas di Provinsi Timur yang mayoritas penduduknya Syiah.

Ada juga Abdullah al-Zaher yang saat itu ditangkap berusia 15 tahun.

Ketiganya termasuk di antara 5 pelaku remaja yang hukuman matinya belum dicabut.

Mereka dijatuhi hukuman mati dengan pemenggalan kepala oleh Pengadilan Kriminal Khusus, meskipun jaksa penuntut umum memerintahkan peninjauan kembali hukuman mereka pada Agustus.

CIC mengatakan keputusan kerajaan akan diterapkan pada kasus mereka.

Pengacara mereka tidak dapat segera dihubungi untuk dimintai komentar.

Pada 2018, setelah menduduki jabatannya dalam kudeta istana yang menggulingkan putra mahkota sebelumnya, MBS berjanji untuk meminimalkan penggunaan hukuman mati sebagai bagian dari reformasi sosial yang meluas.

Namun pada 2019, tercatat sebanyak 185 orang dieksekusi, menurut kelompok hak asasi manusia.

Reuters tidak dapat secara independen mengkonfirmasi angka tersebut. CIC tidak berkomentar ketika ditanya apakah angka ini akurat.

Dalam siaran pers pada Senin (18/1/2021), HRC mengatakan Arab Saudi telah mengurangi jumlah eksekusi hingga 85 persen pada 2020 dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

https://www.kompas.com/global/read/2021/01/19/071852270/arab-saudi-masih-hukum-mati-pelaku-kejahatan-remaja-lewat-dari-9-bulan

Terkini Lainnya

Bus Terjun ke Jurang di Afrika Selatan, 45 Orang Tewas, Hanya Gadis 8 Tahun yang Selamat

Bus Terjun ke Jurang di Afrika Selatan, 45 Orang Tewas, Hanya Gadis 8 Tahun yang Selamat

Global
Rusia Klaim Punya Bukti Pelaku Penembakan Konser Moskwa Terkait dengan Ukraina

Rusia Klaim Punya Bukti Pelaku Penembakan Konser Moskwa Terkait dengan Ukraina

Global
Mahkamah Internasional Perintahkan Israel Pastikan Bantuan Kemanusiaan Sampai Gaza 

Mahkamah Internasional Perintahkan Israel Pastikan Bantuan Kemanusiaan Sampai Gaza 

Global
[POPULER GLOBAL] Korban Suplemen di Jepang Bertambah | Padmarajan 238 Kali Kalah di Pemilu

[POPULER GLOBAL] Korban Suplemen di Jepang Bertambah | Padmarajan 238 Kali Kalah di Pemilu

Global
Atas Usul Indonesia, UNESCO Akui Idul Fitri dan Idul Adha Jadi Hari Besar Keagamaan

Atas Usul Indonesia, UNESCO Akui Idul Fitri dan Idul Adha Jadi Hari Besar Keagamaan

Global
Dampak Penembakan Konser Moskwa, Etnis Tajik Alami Rasialisme di Rusia

Dampak Penembakan Konser Moskwa, Etnis Tajik Alami Rasialisme di Rusia

Global
Putin Tak Berencana Kunjungi Keluarga Korban Penembakan Konser Moskwa

Putin Tak Berencana Kunjungi Keluarga Korban Penembakan Konser Moskwa

Global
WHO Soroti Peningkatan Cyberbullying, Pengaruhi 1 dari 6 Anak Sekolah

WHO Soroti Peningkatan Cyberbullying, Pengaruhi 1 dari 6 Anak Sekolah

Global
TikTok Larang Influencer Australia Promosikan Produk Kantong Nikotin

TikTok Larang Influencer Australia Promosikan Produk Kantong Nikotin

Global
Otoritas Palestina Umumkan Kabinet Baru, Respons Seruan Reformasi

Otoritas Palestina Umumkan Kabinet Baru, Respons Seruan Reformasi

Global
Kisah Kota Emas Gordion di Turkiye dan Legenda Raja Midas

Kisah Kota Emas Gordion di Turkiye dan Legenda Raja Midas

Global
Penembakan Massal Konser Moskwa, Apakah Band Picnic Sengaja Jadi Sasaran?

Penembakan Massal Konser Moskwa, Apakah Band Picnic Sengaja Jadi Sasaran?

Global
AS Abstain dalam Resolusi DK PBB soal Gaza, Hubungan dengan Israel Retak?

AS Abstain dalam Resolusi DK PBB soal Gaza, Hubungan dengan Israel Retak?

Global
Pesan Paskah Raja Charles III Setelah Didiagnosis Kanker

Pesan Paskah Raja Charles III Setelah Didiagnosis Kanker

Global
Interpol Ungkap Fakta Jaringan Global Perdagangan Manusia di Asia Tenggara

Interpol Ungkap Fakta Jaringan Global Perdagangan Manusia di Asia Tenggara

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke