Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pindahkan Pengungsi Rohingya, Pemerintah Bangladesh Tuai Kontroversi

Tindakan itu menuai kecaman, dengan kelompok pegiat hak asasi manusia menuduh para pengungsi itu dipaksa pergi.

Hampir satu juta Rohingya tinggal di kamp-kamp kumuh di Bangladesh tenggara. Mereka sebagian besar melarikan diri dari serangan militer di Myanmar pada tahun 2017.

Pemerintah Bangladesh diduga semakin tidak sabar untuk membersihkan kamp. Sebab banyak pengungsi menolak untuk kembali dan geng narkoba yang kejam serta ekstremis aktif di lokasi.

Pada Kamis, lebih dari 20 bus yang membawa hampir seribu orang meninggalkan kamp di wilayah Cox's Bazaar menuju kota pelabuhan Chittagong.

"Dua puluh bus berangkat dalam dua shift. Ada 423 orang di 10 bus pertama dan 499 orang di 10 bus kedua," kata Anwar Hossain, kepala polisi regional kepada AFP.

Keterangan resmi menyatakan dari Chittagong para pengungsi akan dibawa dengan kapal pendarat militer ke pulau Bhashan Char.

Pulau seluas 13.000 acre (52 kilometer persegi) ini adalah salah satu dari beberapa jalur berlumpur yang muncul di Teluk Benggala dalam beberapa dekade terakhir.

Angkatan Laut Bangladesh telah membangun tempat berlindung di sana untuk setidaknya 100.000 pengungsi Rohingya serta tanggul banjir setinggi sembilan kaki (tiga meter).

Namun penduduk setempat mengatakan air pasang membanjiri pulau itu beberapa tahun lalu. Topan juga sering terjadi di wilayah tersebut dan dapat menyebabkan gelombang badai setinggi empat atau lima meter.

Terpaksa pergi

Polisi mengatakan lebih banyak bus akan berangkat Kamis malam. Pejabat pemerintah sebelumnya mengatakan mereka berencana memindahkan total 2.500 orang pada tahap pertama.

Tetapi kelompok hak asasi manusia termasuk Human Rights Watch dan Amnesti Internasional menuduh bahwa beberapa pengungsi telah dipaksa pergi.

Ini dibuktikan oleh beberapa anggota keluarga yang berbicara dengan AFP pada hari Kamis.

"Mereka memukuli anak saya tanpa ampun dan bahkan menghancurkan giginya sehingga dia setuju untuk pergi ke pulau itu," kata Sufia Khatun, 60 tahun, yang datang untuk menjenguk putranya dan lima kerabat lainnya.

Hafez Ahmed, 17, datang untuk mengucapkan selamat tinggal kepada saudara laki-lakinya dan keluarganya.

"Saudaraku hilang selama dua hari terakhir. Kami kemudian mengetahui bahwa dia sekarang di sini (kamp transit), dari mana dia akan dibawa ke pulau itu. Dia tidak akan pergi dengan sukarela," kata Ahmed.

Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa di Bangladesh mengeluarkan pernyataan singkat pada hari Kamis yang mengatakan pihaknya tidak terlibat dan memiliki informasi terbatas.

Dikatakan, PBB tidak diizinkan secara independen untuk menilai keamanan, kelayakan, dan keberlanjutan pulau itu sebagai tempat tinggal.

Dikatakan bahwa para pengungsi harus dapat membuat keputusan yang bebas dan terinformasi tentang relokasi. Begitu berada di sana, mereka juga harus memiliki akses ke pendidikan dan perawatan kesehatan dan dapat pergi jika mereka mau.

Fasilitas lebih baik?

Namun Menteri Luar Negeri Bangladesh A.K. Abdul Momen menyebut, klaim kelompok hak asasi itu sebagai kebohongan. Menurutnya fasilitas di pulau itu jauh lebih baik daripada di kamp-kamp.

Pemerintah Bangladesh telah memutuskan untuk membawa sekitar 23.000 keluarga ke Bhashan Char secara sukarela.

"Kamp-kamp saat ini sangat padat ... Mereka pergi secara sukarela," katanya seperti dikutip AFP.

Beberapa aktivis hak lokal mengatakan beberapa keluarga telah setuju untuk pindah ke pulau itu karena situasi hukum dan ketertiban yang berlaku di kamp-kamp tersebut.

Setidaknya tujuh orang Rohingya tewas dan banyak rumah dibakar beberapa bulan terakhir dalam serangan yang dilakukan oleh kelompok ekstrimis Rohingya.

Sejak Mei, pulau tersebut telah menjadi rumah bagi 306 pengungsi Rohingya yang dicegat dari kapal di jalur laut berbahaya menuju Malaysia dan Indonesia.

https://www.kompas.com/global/read/2020/12/03/203458470/pindahkan-pengungsi-rohingya-pemerintah-bangladesh-tuai-kontroversi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke