Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menang Mayoritas di Pemilu Selandia Baru, Justru Jadi Tantangan Tebesar Jacinda Ardern

Pada penghitungan suara final pada Sabtu (17/10/2020), Partai Buruh berhaluan kiri-tengah yang dipimpin Ardern meraup 49,1 persen suara, dan diproyeksikan mendapat 64 kursi di parlemen - mayoritas serentak yang jarang terjadi.

Partai oposisi yang berhaluan kanan-tengah, Partai Nasional, menang 26,8 persen suara, hanya 35 kursi dalam majelis yang terdiri dari 120 kursi.

Pemilihan awalnya akan diadakan pada bulan September tetapi ditunda sebulan menyusul kemunculan kembali wabah Covid-19.

Menjelang pemungutan suara pada Sabtu, lebih dari satu juta orang memberikan suara dalam pemungutan suara awal, yang dibuka pada 3 Oktober.

Warga Selandia Baru juga diminta untuk memberikan suara dalam dua referendum yang diselenggarakan bersamaan dengan pemilihan umum - legalisasi suntik mati (eutanasia) dan penggunaan ganja untuk rekreasi.

Raih mayoritas di parlemen

Penghitungan final oleh Komisi Pemilihan Umum juga memberi ACT Selandia Baru 8 persen suara (proyeksi 10 kursi), Partai Hijau 7,6 persen (10), Partai Maori 1 persen (1) dan lainnya 7,7 persen (0).

Ardern, 40 tahun, berkata kepada para pendukungnya setelah meraih kemenangan: "Selandia Baru telah memberi Partai Buruh dukungan terbesarnya dalam hampir 50 tahun. Kami tidak akan menerima begitu saja dukungan Anda.

"Dan saya bisa berjanji kepada Anda sekalian bahwa kami akan menjadi partai yang menjalankan negara untuk setiap warga Selandia Baru. "

Pemimpin Partai Nasional (NAT) Judith Collins memberi selamat kepada Ardern dan berjanji partainya akan menjadi "oposisi yang kuat".

"Tiga tahun akan berlalu dalam sekejap mata," katanya, mengacu pada pemilihan berikutnya. "Kami akan kembali."

Tidak ada partai yang berhasil memenangkan mayoritas secara serentak di Selandia Baru sejak negara itu memberlakukan sistem pemungutan suara yang disebut representasi Proporsional Anggota Dewan Campuran (MMP) pada 1996.

Ardern, yang menjuluki pemilu kali ini "Pemilu Covid", berjanji akan membuat lebih banyak kebijakan ramah iklim, meningkatkan pendanaan untuk sekolah-sekolah yang kurang mampu, serta menaikkan pajak penghasilan bagi mereka yang berpenghasilan tinggi.

Mayoritas di parlemen bisa jadi tantangan terberat Jacinda Ardern

Analisa Josh van Veen, kolumnis politik

Kemampuan Ardern untuk membuat warga Selandia Baru merasa aman selama pandemi telah menjadi faktor utama dalam kemenangannya yang telak.

Sebelumnya, ada persepsi yang sangat nyata bahwa Ardern bisa menjadi perdana menteri satu periode karena ada rasa ketidakpuasan terhadapnya.

Pada masa jabatan pertamanya, Ardern mengandalkan dukungan dari Partai New Zealand First yang populis dan Partai Hijau yang berhaluan kiri-tengah untuk membentuk pemerintahan.

Sekarang, dengan New Zealand First tidak berhasil kembali ke parlemen, dan Partai Hijau tidak diperlukan untuk mencapai mayoritas, ia bisa melakukannya sendiri.

Tapi apakah ia akan melakukannya adalah pertanyaan lain. Gaya kepemimpinan Ardern adalah gaya kepemimpinan yang lebih memilih kompromi dan konsensus.

Ia akan menyadari bahwa meskipun pemilih telah memberinya suara mayoritas, ini lebih karena kekhasan sistem pemungutan suara representasi Proporsional Anggota Dewan Campuran (MMP) - sistem yang meminta orang untuk memilih dua kali, untuk partai pilihan mereka dan untuk elektoratnya, atau konstituensi, Anggota Dewan - daripada popularitasnya.

Partai Buruh terbantu oleh fakta bahwa ribuan suara telah "terbuang percuma" ke partai-partai yang tidak mendapatkan perwakilan. Suara ini diabaikan saat mengalokasikan kursi. Akibatnya, ini berarti Partai Buruh bisa mengamankan mayoritas di Parlemen hanya perolehan suara di bawah 50 persen.

Kemungkinan besar hasil pemilu tahun 2020 ini adalah penyimpangan, dan tidak akan menyebabkan perubahan permanen dalam budaya politik Selandia Baru.

Pada pemilu berikutnya, Partai Buruh mungkin harus bergantung lagi pada Partai Hijau atau partai lain untuk mempertahankan kekuasaan.

Jika ia mengambil perspektif yang lebih jangka panjang, maka Ardern mungkin akan cenderung tetap mendukung Partai Hijau dengan menawarkan mereka jabatan dalam pemerintahan berikutnya. Ini akan mencegah kritik dari kiri.

Namun, masih belum pasti apa yang akan dilakukan Ardern dengan masa jabatan keduanya. Kampanye Buruh tidak memiliki ide-ide dan kebijakan baru.

Pada 2017, ia berjanji untuk memimpin "pemerintahan transformasi" namun gagal mewujudkannya selama menjabat. Faktanya, kemiskinan anak dan tunawisma telah memburuk di bawah pemerintahannya.

Meski termotivasi oleh keyakinan akan keadilan sosial, Ardern memiliki watak konservatif yang membuatnya enggan menerima jenis kebijakan radikal yang diperlukan untuk mengatasi ketidaksetaraan struktural.

Paradoksnya, pendekatan konservatifnya itulah yang membuat banyak orang Selandia Baru memilih Partai Buruh.

Meskipun memiliki mandat terbesar dari setiap perdana menteri dalam sejarah modern, ia akan merasakan kesulitan yang amat sangat dalam mendamaikan tuntutan pemilih kelas menengah yang makmur dengan mereka yang miskin.

Salah satu isu besar selama kampanye adalah usulan Partai Hijau untuk pajak kekayaan. Ardern dengan tegas menolak hal ini, yang membuat frustrasi para pendukungnya dari kaum progresif.

Selama sebagian besar tahun 2020, Selandia Baru disibukkan dengan usaha melawan Covid-19. Keberhasilan Ardern dalam menyatukan "tim lima juta" - acuan untuk populasi negaranya - adalah bukti kemampuannya yang luar biasa.

Akan tetapi setelah virus dalam kendali, perhatian beralih ke masalah lain seperti pengangguran dan perumahan terjangkau. Para pemilih sekarang mengharapkannya untuk mengatasi masalah tersebut. Itu bukanlah tugas yang mudah.

https://www.kompas.com/global/read/2020/10/18/221631970/menang-mayoritas-di-pemilu-selandia-baru-justru-jadi-tantangan-tebesar

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke