Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 31/05/2023, 11:31 WIB
Mahardini Nur Afifah,
Yuharrani Aisyah

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Anak-anak biasanya menyukai menu makanan cepat saji atau makanan instan jika dibandingkan dengan menu makan sehat. 

Namun, anak-anak di Jepang cenderung doyan menu makan sehat yang disajikan dengan standar shokuiku

Shokuiku adalah edukasi makan untuk membentuk pola makan sehat sejak dini. 

Baca juga:

Praktik edukasi ini dilakukan pada jam makan siang di setiap sekolah di Jepang, sejak anak-anak duduk di bangku sekolah dasar. 

Selain mengajarkan etika makan dan mengenalkan anak dengan berbagai cita rasa, anak-anak juga dibiasakan mengonsumsi makanan bergizi lengkap dan seimbang. 

Kalori makanan dan komposisi gizi seperti karbohidrat, protein, lemak, serta serat dikontrol secara ketat; termasuk penggunaan garam atau natrium.

Pertimbangan terakhir cukup cermat mengingat pemerintah Negeri Sakura memiliki kekhawatiran tinggi pada penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi.

Lantas, apa resep rahasia menu makan siang sehat ala Shokuiku di Jepang tetap disukai anak-anak? Simak penjelasan berikut.

Rahasia menu sehat ala shokuiku disukai anak-anak

Ahli gizi yang menyiapkan menu shokuiku di sekolah dasar St. Dominic’s Institute di Okamoto, Setagaya, Tokyo, Jepang Namekawa, Rabu (24/5/2023), membeberkan jurus jitunya agar anak-anak terbiasa makan sehat.

1. Lidah anak-anak dibiasakan menikmati rasa asli makanan 

Namekawa menjelaskan, pihak sekolah sebisa mungkin menyiapkan dan mengolah sendiri semua menu makan siang yang diberikan kepada murid. 

Ia menyebut, segala jenis masakan, termasuk saus untuk salad dibuat sendiri tanpa menggunakan bumbu instan. Begitu juga dengan mi atau udon yang kini dibuat tanpa garam dan rendah natrium. 

“Sebisa mungkin anak-anak dibiasakan untuk menikmati makanan sealami mungkin dengan rasa yang ringan, tanpa perlu penyedap, dengan lebih sedikit garam dan gula,” jelas Namekawa.   

Meskipun setiap menu makan siang dibuat sealami mungkin, bukan berarti cita rasa makanan hambar. 

Ilustrasi - bahan pembuatan dashi antara lain seperti konbu, bonito, katsuoboshi, jamur shiitake, dan lainnya. Shutterstock Ilustrasi - bahan pembuatan dashi antara lain seperti konbu, bonito, katsuoboshi, jamur shiitake, dan lainnya.

2. Bikin cita rasa umami dari bahan alami

Namekawa menjelaskan, pihaknya memakai beberapa bahan alami untuk membuat cita rasa umami atau gurih pada setiap sajian. 

“Untuk kaldu dashi atau sup, kami biasanya membuat dari campuran katsuobushi (serutan ikan tuna asap), rumput laut, dan tulang ayam,” beber dia. 

“Sedangkan untuk menambah rasa pada kaldu ayam, kami tambahkan sisa-sisa sayuran yang direbus dalam waktu lama agar lebih sedap,” imbuh Namekawa. 

Baca juga:

Ilustrasi miso soup. DOK.SHUTTERSTOCK/akiyoko Ilustrasi miso soup.

3. Menyajikan makanan dalam kondisi segar

Namekawa menyebutkan setiap sajian dihidangkan dalam kondisi yang masih segar untuk menambah selera makan anak-anak agar menikmati menu makan siang.

“Makanan akan diberikan saat kondisinya masih panas atau hangat. Sedangkan beberapa yang perlu disajikan dalam kondisi dingin juga akan disiapkan saat masih dingin,” kata dia. 

4. Tidak memaksa anak untuk makan

Prinsip shokuiku juga mengajarkan anak-anak makan dengan penuh kesadaran. Jadi, ketika menjalani edukasi makan ini, tidak ada anak yang dipaksa untuk makan. 

Namekawa mencontohkan, bagi anak yang tidak doyan makan sayur, guru biasanya akan menawarkan anak untuk menjajal satu gigit atau satu bagian kecil saja agar ia dapat mencicipi terlebih dahulu.

“Dari langkah kecil itu, anak dikenalkan perlahan-lahan. Lalu teman-teman sekitarnya juga akan membantu untuk menyemangati temannya agar mau menjajal makan sayur,” ujar dia. 

Ilustrasi shokuiku atau edukasi makan di jam makan siang. Praktik baik ini diajarkan untuk membudayakan makan sehat sejak dini.  Shutterstock/Prostock-studio Ilustrasi shokuiku atau edukasi makan di jam makan siang. Praktik baik ini diajarkan untuk membudayakan makan sehat sejak dini.

5. Menghadirkan suasana makan siang yang menyenangkan

Namekawa menyebutkan, makan siang ala shokuiku tak hanya memenuhi rasa lapar. Lebih dari itu, program belajar makan ini juga jadi sarana belajar bersosialisasi dan berkomunikasi. 

“Anak-anak juga diajarkan berbaur untuk duduk dengan murid yang lebih besar atau lebih kecil saat makan siang,” kata dia. 

Selain itu, anak-anak juga diberi kesempatan untuk menentukan jenis menu favorit sampai menu yang paling tidak disukai dari daftar menu sebulan. 

Di luar daftar tersebut, ada juga menu kejutan yang biasanya menjadi menu musiman favorit sebagian besar anak-anak.

Menurut Namekawa, praktik shokuiku yang diterapkan saat makan siang di sekolah tersebut membuat anak doyan makan sehat dan tidak pilih-pilih makanan. 

“Tentu saja kami tidak bisa sendiri membudayakan pola makan sehat secara fisik dan mental di sekolah. Kami tetap butuh kolaborasi dengan keluarga di rumah,” tutur Namekawa.  

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com