KOMPAS.com - Tradisi piring terbang merupakan jamuan makan dalam pernikahan adat Jawa, khususnya di daerah Solo dan sekitarnya.
Maksud tradisi ini tidak diartikan secara harfiah. Piring bukan sengaja diterbangkan untuk menjamu tamu.
Melainkan, tamu hanya perlu duduk menunggu pramusaji yang menyajikan hidangan saat acara pernikahan. Jamuan piring terbang boleh dibilang kebalikannya prasmanan.
Pemerhati Kuliner Indonesia dan penulis buku kuliner, Prof Dr. Murdijati Gardjito mengatakan, tradisi piring terbang adalah cara menjamu tamu dengan menghidangkan makanan satu per satu.
Gaya makan ini merupakan tradisi dalam pernikahan masyarakat Yogyakarta, Solo, dan Tionghoa.
Menurut Mur, tradisi piring terbang masih dipakai hingga kini dalam pernikahan adat Solo, sedangkan di Yogyakarta sudah jarang ditemukan.
Baca juga:
"Piring terbang itu begini, makanannya sudah ditaruh piring, biasanya berbentuk bintang sehingga ujungnya ada lima," jelas Murdijati saat dihubungi Kompas.com, Jumat (9/12/2022).
Setiap lekukan nasi berbentuk bintang diisi dengan lauk pauk beserta sambal dan kerupuk. Total ada tujuh macam lauk pauk yang biasa dihidangkan dalam pernikahan adat Jawa.
Sementara untuk adat Tionghoa, lauk pauk biasanya berjumlah sembilan yang berupa perwakilan jenis makanan dari masing-masing asalnya.
"Misalnya, ada burung dara mewakili hewan terbang, ayam mewakili hewan lari, bebek mewakili hewan renang, dan ikan mewakili hewan hidup di air," kata Murdijati.
Baca juga:
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.