Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kulat Pelawan, Jamur Langka dari Bangka Harganya Rp 1 Juta Per Kilogram

Kompas.com - 12/04/2021, 10:09 WIB
Heru Dahnur ,
Silvita Agmasari

Tim Redaksi

BANGKA BARAT, KOMPAS.com - Kulat Pelawan menjadi salah satu bahan pangan khas Kepulauan Bangka Belitung yang mincul pada musim tertentu. 

Jamur ini dijuluki trufflenya Indonesia lantaran kulat sulit dijumpai dan harganya mahal. 

Masyarakat setempat berburu jamur langka tersebut untuk konsumsi pribadi dan juga untuk dijual.

"Sekarang musim berburu kulat pelawan. Masanya singkat, hanya sekitar satu minggu," kata Kumbel, warga Desa Simpang Tiga, Bangka Barat, Sabtu (10/4/2021).

Baca juga: Resep Bakmi Bangka, Cocok untuk Sarapan Bersama Keluarga

Dia menuturkan, musim panen yang singkat karena jamur memang tidak mekar terlalu lama.

"Harus jeli melihat musim panennya, karena jika terlambat hanya akan bertemu jamur yang sudah layu," ujar Kumbel.

Kumbel pada musim ini tampak bergembira. Ia berhasil mengumpulkan hampir satu karung kulat pelawan yang masih basah.

Jamur yang berukuran panjang sekitar lima sentimeter itu memiliki mahkota berwarna merah.

Kulat pelawan yang ditemukan di hutan pelawan Bangka Barat.KOMPAS.com/HERU DAHNUR Kulat pelawan yang ditemukan di hutan pelawan Bangka Barat.

Kulat pelawan dianggap khas karena tumbuh liar di hutan dengan pohon pelawan.

Jamur tersebut diyakini tumbuh subur setelah hutan diguyur hujan lebat.

Bahkan ada mitos jika kulat pelawan akan bersemi lebih cepat jika adanya hujan yang disertai petir.

Petugas Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Rambat Menduyung Bangka Barat, Ardianeka mengatakan, pohon pelawan merupakan tanaman kehutanan dengan sebaran terbanyak di Indonesia ada di Pulau Bangka Belitung.

Baca juga: Faiz MasterChef Indonesia Bikin Lempah Kuning Khas Bangka, Contek Resep Ini

 

Sementara sebaran terluas jamur pelawan berpusat di Kabupaten Bangka Barat.

Salah satu fenomena unik yang ada di hutan pelawan adalah munculnya jamur pelawan. Jamur ini tidak akan ditemukan di tempat yang tidak ada pohon pelawannya.

"Jamur ini bersifat musiman. Hanya tumbuh satu tahun sekali. Maka harga jamur pelawan sangat tinggi di pasaran. Karena cuma ada di Pulau Bangka dan Pulau Belitung," ujar Ardianeka.

"Kebetulan hari ini jamur pelawan sudah tumbuh di hutan pelawan, di Desa Air Limau, Desa Mayang dan Desa Simpang 3," lanjutnya.

Jamur pelawan, salah satu menu makan bedulang di Desa Namang, Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Bangka Belitung, Jumat (24/4/2015).KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA Jamur pelawan, salah satu menu makan bedulang di Desa Namang, Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Bangka Belitung, Jumat (24/4/2015).

Jamur pelawan biasa menjadi menu masakan khas Bangka yaitu lempah darat, juga cocok disantan dengan dicampur ayam atau cukup ditumis saja.

Harga jamur pelawan kering dengan proses jemur mencapai Rp 1 juta per kilogram.

Sementara harga jamur pelawan kering dengan proses salai (asap) berkisar Rp 1,3 juta hingga Rp 1,5 juta.

"Tantangan pemda saat ini adalah menjaga kelestarian hutan pelawan," ungkap Ardianeka.

Sebab, selain jamur pelawan, di hutan dengan pohon pelawan juga terdapat habitat hewan langka yaitu Tarsius Bancanus atau Mentilin. 

Baca juga: 6 Kuliner Belitung yang Terkenal, Ada Mie Belitung dan Gangan

Ada juga madu hutan dari lebah jenis Apis Dorsata ataupun Apis Cerana bahkan Trigona Itama sangat menyukai bunga pelawan.

Dia mengingatkan, jika hutan pelawan tidak dijaga dan jumlah pohon tidak ditambah maka  jamur pelawan dan madu pelawan akan tinggal sejarah.

"Ayo jaga hutan kita dan perbanyak menanam pohon langka Pelawan yang jadi salah satu ikon Bangka Belitung," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com