Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Lumpia Duleg Klaten, Modifikasi Lumpia Semarang pada Awal Kemerdekaan RI

Kompas.com - 09/02/2021, 13:26 WIB
Silvita Agmasari

Editor

KOMPAS.com - Lumpia identik dengan isian daging ayam dengan dicampur bambu muda atau rebung dipadukan telur.

Namun, berbeda dengan jenis lumpia asli khas Desa Gatak, Kecamatan Delanggu, Kabupaten Klaten, yang disebut lumpia duleg.

Lumpia khas Dukuh Lemburejo, Desa Gatak, Klaten ini berisi potongan kecambah dengan campuran pati onggok (tepung dari pohon aren).

Ketua Paguyuban Lompia Duleg Mugi Langgeng, Didik Bowo Saputro mengatakan ada jalan pajang kenapa Desa Gatak terkenal dengan lumpia duleg.

Dia menyebut, lumpia dikenal di daeranya pada awal kemerdekaan sekitar 1950.

"Pada awalnya ini merupakan lumpia Semarang yang dibawa oleh Mbah Karto Purno ke Desa Gatak," kata kepada TribunSolo.com, Sabtu (16/1/2021).

Baca juga: Resep Lumpia Semarang, Pakai Rebung dan Saus Kental

Saat itu sosok Mbah Karto Purno memodifikasi lumpia semarang agar masyarakat di desanya dapat membeli lumpia dengan harga terjangkau.

"Dari lumpia semarang yang dihilangkan adalah telur, daging, serta penggunaan gandum dengan cara mencampurkan adonan pati onggok," tuturnya.

Isi lumpia semarang berupa rebung juga diganti dengan irisan wortel dan kol oleh Mbah Karto Purno.

Lumpia duleg sempat dianggap produk gagal 

Didik mengatakan awalnya lumpia duleg menjadi sebuah produk gagal karena efek dari pati onggok yang rasanya asam.

Baca juga: 7 Tempat Makan di Klaten untuk Wisata Kuliner, Ada Sop Ayam Pak Min

Namun, Mbah Karto Purno tidak putus asa sehingga tercetus untuk membuat kuah dari gula merah dan bawang putih halus.

"Kuah ini dibuat Mbah Karto Purno untuk menyiasati rasa asam dari pati onggok," jawab Didik.

Jejak Mbah Karto Purno membuat lumpia duleg selanjutnya diikuti oleh warga desa lainnya seperti Mbah Mangun, Mbah Karto Mulyono, Mbah Parto Sipon dan Mbah Min.

Tugu Lumpia Duleh di Desa Gatak. Dok. Tribun Solo.com/ Mardon Widiyanto. Tugu Lumpia Duleh di Desa Gatak.

"Seiring dengan perkembangan zaman lalu Mbah Parto Sipon mencoba untuk mengganti isian dengan parutan buah pepaya muda dan langkah tersebut lalu diikuti oleh para produsen," ujarnya.

Pada generasi kedua lumpia Duleg berganti isiannya menjadi isian taoge oleh Suyatno.

Hal ini dinilai lebih praktis dalam pengerjaannya dan bertahan hingga saat ini.

Baca juga: Kulit Lumpia Sobek Terus, Perhatikan 3 Kesalahan Umum Ini

"Sampai saat ini mampu bertahan hingga generasi ketiga, inilah makanya mengapa menjadi makanan yang sangat istimewa," aku dia.

Kini lumpia Duleg menjadi ikon Dukuh Lemburejo, Desa Gatak, Delanggu, Klaten.

Bahkan di sekitar dukuh itu terdapat monumen Lompya Duleg di salah jalan kecil di dukuh itu.

Lumpia duleg ini berukuran mini, panjangnya sekitar 10 sentimeter. Kuliner Klaten ini disajikan dengan kuah manis juroh dari gula jawa dan bawang.

Disebutkan lumpia makin nikmat saat dicelupkan pada juruh dengan dasar gula jawa, bawang, serta bawang merah goreng.

"Kini pengrajin makanan legendaris ini tinggal 14 orang secara turun temurun," terang Didik.

Baca juga: Kampung Pembuat Kulit Lumpia di Semarang, Bagaimana Asal-usulnya?

Artikel ini telah tayang di Tribunsolo.com dengan judul Sejarah Panjang Lumpia Duleg Klaten : Racikan Mbah Karto, Tak Pakai Isi Bambu Muda, Tapi Kecambah,

https://solo.tribunnews.com/2021/01/16/sejarah-panjang-lumpia-duleg-klaten-racikan-mbah-karto-tak-pakai-isi-bambu-muda-tapi-kecambah.

Penulis: Mardon Widiyanto
Editor: Asep Abdullah Rowi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com