KOMPAS.com - Sayur genjer boleh jadi nikmat dan menjadi penyelamat wong cilik dari kelaparan sebelum kemerdekaan RI.
Namun citra genjer sempat tercoreng pasca 1965. Tepatnya setelah Gerakan 30 September (G30S)/ Partai Komunis Indonesia ( PKI).
Berikut Kompas.com rangkum beberapa fakta menarik seputar genjer, sayuran yang diidentikan dengan PKI:
Baca juga: Sejarah Panjang Sayur Genjer, Makanan Wong Cilik Saat Krisis Pangan
"Gendjer-gendjer, nong kedokan pating keleler. Genjer-genjer, nong kedokan pating keleler. Ema'e thole teko-teko muputi genjer. Ema'e thole teko-teko muputi genjer. Oleh satenong mungkur sedot sing toleh-toleh. Gendjer-gendjer saiki wis digowo mulih,"
Itulah sepenggal lirik lagu "Gendjer-gendjer" yang dibawakan Bing Slamet dan Lilis Suryani.
Lagu ini sempat populer pada masa Orde Lama karena sering diputar di radio, sekitar 1960.
Pencipta lagu Gendjer-gendjer, Muhammad Arief, menciptakan lagu tersebut untuk menggambarkan penderitaan masyarakat pada zaman penjajahan Jepang, yaitu tahun 1943.
Hal itu disampaikan putranya Sinar Syamsi.
Pasca kejadian G30S/ PKI Muhammad Arief ditahan oleh tentara dan sampai saat ini tak pernah kembali.
Baca juga: Sayur Genjer, Makanan Wong Cilik yang Jadi Berdosa
Sejarawan yang juga akademisi Jurusan Sejarah, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Heri Priyatmoko, mengatakan sejak dulu sayur genjer telah menjadi makanan keseharian wong cilik.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan