Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Panjang Sayur Genjer, Makanan Wong Cilik Saat Krisis Pangan

Kompas.com - 11/08/2020, 09:30 WIB
Syifa Nuri Khairunnisa,
Yuharrani Aisyah

Tim Redaksi


KOMPAS.com – Genjer adalah salah satu jenis sayuran yang biasa tumbuh di pinggir persawahan.

Genjer punya rasa yang pahit dan tekstur yang lembut, kenyal, dan sedikit renyah. Biasanya genjer diolah menjadi sayuran pendamping makan nasi seperti ditumis atau direbus biasa untuk jadi lalap.

Sayuran satu ini ternyata punya sejarah cukup panjang. Sayur genjer yang memiliki nama latin Limnocharis flava sejak dulu telah menjadi sayur primadona ‘wong cilik’ khususnya di zaman penjajahan Jepang.

Baca juga: Sejarah Sate Kere, Bukti Kreativitas Orang Solo pada Masa Penjajahan

Pakar kuliner Fadly Rahman mengatakan, sayur genjer sejak dulu dikonsumsi oleh rakyat di pedesaan Jawa dan Sumatera untuk menu makan sehari-hari.

“Pada masa-masa sulit sekitar tahun 1930-an pernah dianggap sebagai menu penyelamat ketika krisis pangan,” kata Fadly pada Kompas.com, Sabtu (28/9/2019).

“Genjer jadi lalapan orang Sunda, biasa lalap yang direbus atau ditumis lalu dinikmati dengan nasi, ikan air tawar atau ikan asin lalu dicocol dengan sambal,” lanjutnya.

Sayur genjer tumis tauco dari Rumah Makan Tekko. KOMPAScom / Gabriella Wijaya Sayur genjer tumis tauco dari Rumah Makan Tekko.

Sayuran pahit konsumsi wong cilik

Sayur genjer terkenal dengan rasa pahitnya yang khas. Namun rasa pahit itu tak menghalangi sayur genjer untuk tetap jadi makanan idola di kalangan ‘wong cilik’ zaman penjajahan.

Heri Priyatmoko, sejarawan yang juga akademisi Jurusan Sejarah Universitas Sanata Dharma Yogyakarta mengatakan bahwa sayur genjer telah lama menjadi makanan keseharian masyarakat akar rumput (masyarakat kelas bawah).

“Wong cilik terbiasa mengolah bahan yang ada di sekitarnya, termasuk genjer atau paku rawan. Sayuran ini cukup akrab dalam ekologi persawahan,” kata Heri pada Kompas.com, Sabtu (28/9/2019).

Kala itu, petani desa yang mengandalkan persawahan atau hidup di alam agraris terbiasa memanfaatkan tumbuhan yang dipetik di lingkungan sekitarnya tanpa harus belanja.

Rasa pahit pada genjer, kata Heri, tak menghalangi masyarakat bawah untuk tetap mengonsumsi genjer. Lidah masyarakat bawah sudah terbiasa dengan makanan pahit seperti genjer dan sayuran daun pepaya.

Pahit ini seakan menjadi penggenap rasa yang memperkaya meja makan masyarakat Jawa. Jadi selain rasa manis, asam, dan gurih, ada pula rasa pahit yang terdapat pada makanan di meja makan.

Daun Genjer sebelum ditumisKompas.com/ gabriella wijaya Daun Genjer sebelum ditumis

Manfaat genjer

Tak hanya sebagai penggenap rasa, sayur genjer juga dipercaya punya banyak manfaat kesehatan.

Tanpa harus bicara khasiat yang terukur lewat kerja laboratorium, mereka tetap menyantap sayur genjer.

“Sayuran bagian dari tombo atau ramuan. Hal ini dipahami dengan metode ‘ilmu titen’, pengalaman empiris masyarakat Jawa menikmati sayuran genjer menghasilkan kesimpulan bahwa sayuran ini tidak beracun, makanya genjer terus hidup dan berhasil menerobos sekat waktu, walau hanya akrab di dunia wong cilik,” pungkas Heri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com