KOMPAS.com – Nasi tumpeng identik dengan perayaan penting di Indonesia seperti 17 Agustus karena merupakan simbol sujud syukur, merayakan sesuatu, dan permohonan kepada Tuhan.
Baca juga: Sejarah Tengkleng Khas Solo, Tercipta karena Kehabisan Bahan Pangan di Masa Penjajahan
Walaupun kerap disajikan pada perayaan penting, tetapi masih ada yang belum mengetahui cara makan tumpeng yang benar.
Biasanya nasi tumpeng akan dipotong di bagian puncaknya terlebih dahulu baru kemudian potongan tersebut disajikan di piring dengan aneka lauk dan diberikan pada orang tersayang.
Proses pemotongan itu ternyata salah karena dianggap bisa menyalahi filosofi tumpeng.
Murdijati Gardjito, peneliti di pusat studi pandan dan gizi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta menjelaskan makna dan cara makan tumpeng yang benar, Senin (8/8/2016).
Tumpeng berasal dari Jawa, tapi terpengaruh budaya Hindu India.
Tumpeng berbentuk kerucut, lebar di bawah dan runcing di atas adalah representasi Gunung Mahameru di India. Gunung tersebut dianggap tempat sakral, tempat bermukimnya pada dewa.
Bagian atas tumpeng terdiri dari satu butir nasi yang merupakan simbol dari Tuhan yang Maha Esa. Makin ke bawah adalah umat dengan berbagai tingkat kelakuannya.
Menurut Murdijati, makin banyak umat yang kelakuannya tidak begitu baik, yang sempurna hanya sedikit. Maka dari itu, tumpeng tidak boleh dipotong puncaknya.
Memotong tumpeng di bagian puncaknya akan menyalahi filosofi tumpeng yang merupakan representasi hubungan manusia dengan Tuhan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.