Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ulang Tahun Jakarta, Mengulik Sejarah Kuliner Betawi Alami Akulturasi Budaya

Kompas.com - 22/06/2020, 09:35 WIB
Syifa Nuri Khairunnisa,
Yuharrani Aisyah

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com – Bicara soal kuliner, masyarakat Betawi punya aneka ragam kuliner yang khas.

Baca juga: Resep Pecak Lele Sederhana, Kuliner Betawi untuk Makan Bersama Keluarga

Secara sejarah, kuliner Betawi telah melalui proses panjang akulturasi banyak budaya.

Pasalnya, kawasan Batavia yang dikenal sebagai pusat kebudayaan masyarakat Betawi pada masa lampau merupakan pusat perekonomian di Nusantara.

Budayawan Betawi Yahya Andi Saputra menuturkan, Batavia dengan pelabuhan Sunda Kelapa-nya saat itu jadi pusat perdagangan.

Banyak pedagang yang berdatangan ke Batavia dari banyak daerah di Nusantara. Mereka yang datang pun berasal dari berbagai suku.

Sebut saja suku Jawa, Sunda, Bugis, Melayu, dan masih banyak lagi. Tak terkecuali suku bangsa asing yang ada di Asia dan Eropa.

“Ada interaksi antar etnik antar bangsa yang begitu kuat terutama di kota Bandar. Kota Bandar itu tempat persemaian segala macam hal. Kota Bandar ini yang kemudian jadi Sunda Kelapa, lalu Jayakarta, lalu Batavia,” jelas Yahya pada Kompas.com, Rabu (17/6/2020).

Kuliner khas masyarakat Betawi pada masa itu sudah terbentuk, tetapi tidak seperti yang sekarang kita bisa temukan.

Kuliner tersebut mendapatkan pengaruh dari akulturasi budaya yang terjadi antara masyarakat Betawi dan suku bangsa lainnya yang ada di Batavia tersebut.

Akulturasi budaya dari suku bangsa asing itu memengaruhi penggunaan bahan tertentu dan teknik memasak.

Ilustrasi soto betawiDok. Shutterstock Ilustrasi soto betawi

“Bagaimana dia mencampur (bahan) dan bisa menjadi nasi kebuli, semur, kue basah. Penggunaan alat-alat teknologi memasaknya.

Misalnya dulu dia mengadon hanya pakai tangan. Terus ada orang yang lihat, wah higienitas perlu. Jadi mereka memanfaatkan centong atau sendok misalnya,” papar Yahya.

Pengaruh budaya asing

Dilansir dari situs resmi Lembaga Kebudayaan Betawi, beberapa etnis yang memengaruhi kuliner Betawi secara signifikan adalah China, India, Arab, Portugis, dan Belanda.

Akulturasi budaya antara masyarakat Betawi dan China contohnya menghasilkan jenis makanan bakmi dan bakso. Bakmi dan bakso dari China merupakan sajian dengan daging babi.

Namun masyarakat Betawi banyak yang beragam Islam, maka daging babi diganti dengan daging sapi atau ayam.

Sementara itu, ada juga bihun dan tahu yang berasal dari China. Bihun dan tahu tersebut jadi unsur penting dalam hidangan khas Betawi yakni soto mi, ketoprak, pecel bihun, taoge goreng, dan masih banyak lagi.

Sementara budaya India yang dibawa oleh para pedagang dari Gujarat India yang membawa pedagang dari Kerala. Mereka terkenal sebagai juru masak yang andal.

Santan jadi salah satu bahan masakan yang dibawa oleh pedagang Gujarat ini dan digunakan secara luas di banyak makanan Betawi.

Proses dari pembuatan kerak telor yang dibuat oleh Babeh Romli, Jakarta, Sabtu (12/10/2019).Nicholas Ryan Aditya Proses dari pembuatan kerak telor yang dibuat oleh Babeh Romli, Jakarta, Sabtu (12/10/2019).

Ada pula orang Arab yang memperkenalkan bumbu rempah macam jintan, kapulaga, cengkeh, kayu manis, wijen, dan minyak samin.

Mereka juga memengaruhi banyak makanan khas Betawi seperti acar bawang merah, sambal cipri, soto tangkar, sayur bebanci, nasi kebuli, dan masih banyak lagi.

Lalu untuk bangsa Portugis, pengaruh yang sangat kental bisa ditemui di Kampung Tugu di utara Jakarta.

Salah satu ciri masakan Portugis terletak pada bumbu yang dibakar, seperti pada pindang serani, bolu karamel, talam singkong, dan masih banyak lagi.

Terakhir adalah pengaruh dari bangsa Belanda. Bangsa Belanda memperkenalkan cukup banyak bahan seperti penggunaan susu, margarin, keju, dan makaroni.

Beberapa masakan yang terkenal dengan perpaduan kuliner Belanda dan Betawi adalah risoles, dadar gulung, makaroni skutel, sayur lelawar, dan semur jengkol. Kata ‘semur’ berasal dari bahasa Belanda ‘smoor’ yang artinya dimasak dengan api kecil.

Seporsi nasi uduk semur jengkol dengan empal goreng di Warung Nasi Uduk Bang Udin Kawasan Rawa Belong, Palmerah, Jakarta, Kamis (18/5/2017). Nasi uduk semur jengkol Bang Udin telah hadir sejak tahun 1986.KOMPAS.com / WAHYU ADITYO PRODJO Seporsi nasi uduk semur jengkol dengan empal goreng di Warung Nasi Uduk Bang Udin Kawasan Rawa Belong, Palmerah, Jakarta, Kamis (18/5/2017). Nasi uduk semur jengkol Bang Udin telah hadir sejak tahun 1986.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com