Truffle si Jamur Mahal Tak Laku Terjual Akibat Restoran Tutup Saat Pandemi

KOMPAS.com - Restoran di dunia banyak yang tutup selama pandemi corona (Covid-19), bahkan yang mewah sekalipun.

Melansir Bloomberg, penyedia bahan makanan bagi restoran ikut terdampak, termasuk pemasok wholesale truffle kenamaan di Inggris, TruffleHunter UK.

Baca juga: Imbas Pandemi, 20 Persen Restoran di Jepang Diprediksi Bangkrut

Truffle, jamur mahal berwarna hitam dan putih ini menjadi bahan utama makanan premium di restoran mewah.

Permintaan dari restoran menurun

Sebelumnya, setiap tahun TruffleHunter UK mampu menjual truffle khas musim gugur dan musim panas ke kawasan pegunungan Sibillini dan Teruel, Spanyol.

Harga truffle yang ditawarkan 6.000 pounds atau sekitar Rp 108 juta per kilogram.

Restoran langganan pemasok truffle tersebut kebanyakan tutup selama masa lockdown, mungkin juga belum buka kembali dalam waktu dekat.

"Pesanan (truffle) sebagian besar dari restoran bintang Michelin," ungkap Head of Wholesale Sales & Export TruffleHunter UK John Gregson, seperti dikutip dari Bloomberg.

John Gregson mengatakan, ia tak mengetahui apakah restoran tersebut akan buka kembali saat panen truffle pada musim gugur dan musim dingin.

PIXABAY/WIKIIMAGES Ilustrasi winter truffle, jamur mahal untuk hidangan mewah.

Cara lain agar truffle tetap terjual

Untuk menyiasati penurunan permintaan dari restoran, TruffleHunter UK melakukan strategi lain agar truffle tetap terjual.

Supplier truffle tersebut banting setir ke penjualan langsung kepada pelanggan di rumah yang biasanya mencari minyak dan mentega truffle. Mengingat para pelanggan di rumah tersebut ingin merasakan makan mewah walau hanya di rumah saja.

Selain truffle, ada beragam pemasok makanan lain yang harus melakukan sejumlah siasat agar produk mereka tak terbuang sia-sia. Sebagian supplier mengubah konsep seperti yang dilakukan TruffleHunter UK.

PIXABAY/ALEFOLSOM Ilustrasi truffle dari Italia, jamur mahal.

Restoran buka kembali

Sementara itu, restoran di dunia sudah mulai buka kembali dengan protokol new normal. Misalnya mengurangi kapasitas meja restoran dan adanya pembatasan jam buka.

Terkait kapasitas meja, tentunya hal tersebut akan berpengaruh pada beragam aspek pada restoran seperti penyederhanaan menu.

Sajian yang ditawarkan mungkin harus berubah, lebih sederhana dan sedikit daripada sebelumnya.

Bahkan ketika restoran dapat bertahan dengan jumlah pelanggan yang sedikit, akan muncul masalah baru terkait pemasok. Mereka mungkin saja telah memperluas ragam bahan makanan yang tak dibutuhkan restoran.

Mengingat pemasok juga harus menyesuaikan konsep agar bahan makanan tetap terjual dan usaha terus berjalan.