Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sejarah Kerupuk di Indonesia, Makanan Pokok pada Masa Penjajahan

KOMPAS.com - Selain menjadi kudapan pendamping makan, kerupuk juga identik dengan perayaan Hari Kemerdekaan. Tidak lengkap jika pada saat lomba 17 Agustus tak dirayakan dengan lomba makan kerupuk.

Namun terlepas dari serunya lomba makan kerupuk, ada sejarah kerupuk yang ternyata sudah menjadi makanan pendamping sejak dahulu kala.

Sejarah kerupuk dijabarkan oleh sejarawan dan penulis buku Jejak Rasa Nusantara: Sejarah Nakanan Indonesia, Fadly Rahman.

“Kerupuk sudah tercatat dalam naskah Jawa kuno sejak sebelum abad ke-10 Masehi,” ujar sejarawan sekaligus sekaligus dosen Departemen Sejarah Universitas Padjajaran itu kepada Kompas.com, Kamis (6/8/2020).

Artinya kerupuk sudah menjadi makanan pendamping untuk masyarakat kuno pada saat itu. Salah satu kerupuk yang paling tua dan sudah lama dikonsumsi adalah rambak.

Dulunya rambak dibuat sebagai makanan yang memanfaatkan kulit sapi atau kerbau. Namun berbeda dengan kerupuk aci, kerupuk ini dibuat karena banyaknya produksi singkong di tanah Jawa pada abad ke-19.

Kerupuk aci

Kerupuk bulat dan berwarna putih itu terbuat dari olahan singkong atau terkenal dengan sebutan “aci” dalam bahasa Sunda.

Bahan utama kerupuk ini adalah singkong yang jumlahnya berlebih di Jawa khususnya pada abad ke-19. Pada masa ini singkong menjadi salah satu komoditas pangan yang paling diandalkan oleh masyarakat Jawa.

“Singkong bisa direbus, digoreng atau dijadikan gablek, kemudian diolah menjadi tepung dan jadi aci. Dan salah satu produk dari singkong ya kerupuk,” paparnya.

Diduga kerupuk aci baru muncul pada abad ke-19, sehingga masyarakat Indonesia saat itu bertahan hidup dengan kerupuk.

Masyarakat terpaksa memanfaatkan kerupuk sebagai bahan pangan pokok karena wilayah tersebut mengalami devisit pangan akibat perang dan bisa jadi tanam paksa. Tepung singkong dimanfaatkan sebagai kerupuk dan dijadikan lauk bagi rakyat biasa.

Tepung singkong diolah lalu dicetak kemudian dijemur dan akhirnya digoreng.

Rakyat Indonesia yang kurang berpunya hanya bisa menyantap kerupuk sebagai lauk. Sebab bahan makanan seperti daging sangat minim, dan jikalau ada di pasar harganya sangat mahal.

Fadly juga memaparkan, tahun 1930-an hingga 1940-an masyarakat sangat kekurangan bahan pangan. Masyarakat hanya bisa makan dari kerupuk dan nasi, selain itu juga olahan bahan pangan yang murah seperti singkong.

“Kalau sekarang makan kerupuk adalah hal yang biasa, tapi di balik itu kerupuk menjadi simbol keprihatinan,” ujar Fadly.

Rambak dimakan kalangan atas

Sama-sama kerupuk, rambak dan kerupuk aci dikonsumsi oleh masyarakat yang kasta sosialnya berbeda. Rambak yang terbuat dari kulit sapi juga sering dikonsumsi oleh masyarakat Hindia Belanda kalangan atas seperti priyayi.

“Bagi masyarakat pribumi dari kalangan jelata maupun kalangan bangsawan, juga menikmati kerupuk rambak,” ujar Fadly.

Pada masa kerajaan, rambak dijadikan sebagai hidangan pelengkap pada saat jam makan tiba. Fadly mengatakan hal ini sama seperti masa sekarang yang menjadikan kerupuk sebagai makanan pendamping kegemaran masyarakat Indonesia.

https://www.kompas.com/food/read/2020/08/09/190700775/sejarah-kerupuk-di-indonesia-makanan-pokok-pada-masa-penjajahan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke