KOMPAS.com - Masyarakat tengah menghadapi permasalahan polusi udara yang terus merebak, khususnya yang terjadi di kawasan Jakarta.
Polusi udara yang terhirup oleh manusia dapat menyebabkan kerusakan pada fungsi organ tubuh, terutama paru-paru.
Baca juga: Siswa SD-SMA Libur 2 Minggu pada Akhir Tahun 2023, Catat Tanggalnya
Terkait hal itu, Dosen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair), dr. Garinda Alma Duta angkat bicara.
Dia menjelaskan, ada dua jenis polusi, yakni kelompok gas dan partikulat (debu) yang terbagi menjadi tiga berdasarkan ukuran.
"Setiap partikulat atau particulate matter (PM) memiliki karakteristik yang berbeda. Terdapat partikel kasar dengan diameter kurang dari 10 mikrometer, partikel halus berukuran 2,5 mikrometer, dan partikel nano yang kurang dari 0,1 mikrometer," kata dia dikutip dari laman Unair, Senin (11/9/2023).
Dokter spesialis paru itu menyebut PM 2.5 adalah polutan yang tidak terlihat secara kasat mata, tapi sangat berbahaya.
Partikel ini juga menjadi komponen pengukuran indeks kualitas udara mengacu pada standar World Health Organization (WHO).
Menurut dr. Garinda, semakin tinggi level PM 2.5 menunjukkan kualitas udara di suatu wilayah semakin buruk.
dr. Garinda mengungkapkan, bahaya polutan dapat menyerang saluran pernapasan hingga peredaran darah.
Akibatnya, secara jangka pendek marak penyakit rhinitis, faringitis, laringitis, dan menurunnya kekebalan tubuh.
"Ketika pertahanan tubuh melemah, maka tidak hanya iritasi, tapi juga infeksi pada organ pernapasan sehingga terjadi disfungsi. Efek lainnya seperti keluhan mata berair, mata merah, atau bersin," ucap dokter yang bertugas di RSUD dr Soetomo itu.
Baca juga: 66 Perguruan Tinggi Miliki Akreditasi Unggul dari BAN-PT
Sementara dalam jangka panjang, lanjut dia, polusi udara dapat menyebabkan peningkatan kasus penyakit paru kronik, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), asma, dan serangan jantung.
Bahkan, berpotensi mengganggu tumbuh kembang janin pada ibu hamil yang berujung pada stunting.
Sebagai anggota Komite Penanggulangan Penyakit Respirasi dan Polusi Udara, dr. Garinda menawarkan protokol kesehatan 6M + 1S menjadi solusi untuk mengurangi polusi. Pertama, memeriksa kualitas udara melalui aplikasi yang kredibel.
Apabila kualitas udara kurang baik, tuturnya, maka perlu membatasi aktivitas luar ruangan.
Selanjutnya, menggunakan penjernih udara demi mengurangi polusi di dalam ruangan.
"Polusi udara di luar itu bisa menyusut masuk ke dalam ruangan sehingga kita harus tetap waspada. Salah satunya, tidak menyalakan rokok ketika indoor," jelas dia.
Dia juga menyarankan agar masyarakat memakai masker saat polusi tinggi, kemudian menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.
Baca juga: Kisah Wahyu, Alumnus Unair Lulus Tanpa Skripsi
Lalu segera mencari pertolongan kepada tenaga kesehatan jika mengalami gejala yang mengganggu pernapasan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.