Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 05/06/2023, 16:29 WIB
Albertus Adit

Penulis

KOMPAS.com - Di Indonesia, pengguna media sosial Tiktok, Instagram maupun Twitter cukup tinggi. Tak heran jika kini ada sebutan bagi masyarakat pengguna medsos yang disebut netizen atau warganet.

Dari media sosial itu, berbagai fenomena yang muncul bisa tersebar luas dan cepat. Bahkan dari komen-komen maupun konten yang dibuat bisa ikut menegakkan keadilan.

Terkait hal itu, Dwi Ratna Indri Hapsari, SH., MH., selaku dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) mengatakan, masyarakat saat ini lebih mudah untuk menyampaikan komentarnya mengenai suatu kasus yang sedang hangat dibicarakan.

Hal ini bisa menjadi masukan ataupun bahkan sebaliknya, "mengganggu" proses hukum yang ada dan sedang berjalan.

Baca juga: Dosen UMM: 3 Hal yang Harus Kamu Tahu Sebelum Membeli Mobil Listrik

Misalnya saja, ketika hakim sedang memeriksa suatu perkara seorang public figure ataupun seseorang yang memiliki jabatan tertentu, pasti akan banyak netizen yang mengomentarinya.

"Komentar-komentar tersebut bisa jadi masukan, tapi bisa juga menjadi gangguan akan proses suatu kasus," ujar Indri dikutip dari laman UMM, Senin (5/6/2023).

Ia menjelaskan, meski banyak kasus yang terkuak atas bantuan netizen untuk dapat ditindak lanjuti, namun menurut Indri, campur tangan netizen juga dapat menimbulkan imbas pada hasil keputusan hakim.

Komentar-komentar tersebut dapat mempengaruhi hakim dalam membuat pertimbangan saat memeriksa perkara.

Meski demikian, pada prinsipnya, seorang hakim harus memiliki independensi. Makanya, ada yang namanya kekuasaan kehakiman di bawah Mahkamah Agung (MA).

Dalam memeriksa suatu perkara, hakim akan menggunakan subjektivitasnya. Hal ini juga dapat dipengaruhi oleh pandangan advokat serta netizen melalui media sosial.

Subjektivitas juga bisa muncul dari daerah hakim tersebut sedang memeriksa perkara. Karena setiap daerah memiliki kebiasaan serta adat istiadat yang berbeda.

"Yang perlu diingat, dalam memeriksa dan memutuskan suatu perkara, hakim tetap harus mengedepankan tujuan hukum yaitu keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum," kata Indri.

Sedang komentar netizen dalam kasus-kasus yang ada bukan merupakan tantangan dalam dunia hukum. Sebaliknya, jika dilihat dari sisi yang lain, masyarakat melalui media sosial malah dapat melakukan kontrol akan kasus-kasus yang ada.

Karenanya jika ditinjau dari teori serta prinsipnya, ketika putusan dari pengadilan diberikan, maka sebenarnya ada upaya-upaya hukum lain yang bisa diambil.

"Dalam perkara pidana prosedural misalnya, upaya hukum seperti banding atau kasasi jika tidak puas dengan putusan hakim. Sayangnya, komentar netizen belum bisa menjadi suatu upaya hukum," jelasnya.

Baca juga: Makan Lalapan Bisa Berbahaya, Dosen UMM Beri Cara Konsumsi yang Sehat

Indri mengatakan, media sosial bisa menjadi wadah bagi masyarakat yang merasa bahwa putusan yang ada melukai keadilan. Maka suara-suara itu bisa menjadi pertimbangan bagi hakim untuk memutuskan perkara.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com