Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahasiswa S2 UI: Integritas ASN Wujudkan Kepercayaan Publik

Kompas.com - 21/05/2023, 11:04 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Sorotan terhadap kinerja pemerintah akibat dari beberapa kasus yang melibatkan beberapa pejabat negara menggerus kepercayaan publik terhadap pemerintah.

Program reformasi birokasi yang dilaksanakan lebih dari 1 dekade lalu, seperti tidak memberikan perubahan yang signifikan terhadap budaya maupun integritas Aparatur Sipil Negara (ASN).

Menurut Penulis sekaligus Mahasiswa Magister Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (UI) Harriswara Akeda, berdasarkan indeks persepsi korupsi yang dikeluarkan oleh Transparency International pada tahun 2022 Indonesia memperoleh nilai 34, turun dari tahun sebelumnya yang memperoleh nilai 38.

Hasil pemantauan penindakan korupsi tahun 2022 yang dilakukan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) menunjukan hal yang serupa dengan meningkatnya jumlah kasus korupsi dan potensi kerugian negara.

Baca juga: Biaya Jalur Mandiri Unej untuk 54 Jurusan, Calon Mahasiswa Cek

Beberapa Pegawai Pemerintah (ASN) menempati posisi teratas aktor dalam kasus korupsi yang melibatkan ASN pada level pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

"Hal tersebut seharusnya menjadi tamparan keras bagi pemerintah untuk menjadikan reformasi birokasi tidak hanya sebagai sebuah retorika dalam memperbaiki tata kelola pemerintah namun tidak benar-benar di implementasikan secara serius," kata dia dalam keterangan resminya yang diterima Kompas.com, Minggu (21/5/2023).

Konsep reformasi biorkasi dijelaskan oleh Castro (1974) sebagai upaya sistematis untuk beradaptasi terhadap seluruh kebutuhan masyarakat yang terus berkembang.

Artinya, reformasi birokasi menuntut fleksibilitas dari para birokrat untuk terus meningkatkan kompetensi, profesionalitas, dan integritas sesuai dengan kebutuhan masyarakat, berbeda dengan saat ini dilakukan yang cenderung bersifat formal atau sekedar pemenuhan administratif semata.

Evaluasi yang dilakukan oleh KemenPAN-RB pada Tahun 2021 menunjukan implementasi reformasi birokasi masih jauh dari harapan.

Berdasarkan evaluasi tersebut dari seluruh kementerian/Lembaga dan pemerintah daerah baru 2 persen saja yang memperoleh predikat A dan yang mengkhawatirkan terdapat 25 persen memperoleh predikat C.

Menurut M. Turner et al (2019) setidaknya terdapat 5 faktor yang dapat menyebabkan tidak efektifnya pelaksanaan reformasi birokasi di Indonesia:

  1. Komitmen Pimpinan Politik dan Pimpinan Birokasi.
  2. Reformasi birokasi masih dianggap sebagai ancaman bagi ASN.
  3. Reformasi birokasi tidak dijalankan secara konsisten.
  4. Strategi yang digunakan tidak feasible.
  5. Kuatnya resitensi dari birokrat.

Baca juga: Psikolog UGM: Buku Bukan Alat Utama Pembelajaran Masyarakat

Faktor-faktor tersebut, kata dia, akhirnya berdampak pada sulitnya ASN untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan dan kebutuhan dari masyarakat serta lebih nyaman pada kondisi yang sama terus menerus.

"Perilaku tersebut kemudian menjadi moral hazard yang direflesikan dalam tindakan-tindakan koruptif yang dilakukan oleh ASN," jelas dia.

Alih-alih melakukan evaluasi terhadap implementasi reformasi birokasi yang belum efektif, pemerintah justru membuat klasifikasi baru dalam reformasi birokasi yaitu tematik.

Reformasi birokasi tematik diharapkan dapat mendorong dan mendukung program prioritas nasional yang dibagi menjadi empat kluster.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com