Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Antonius Ferry Timur
Konsultan

Konsultan dan pemerhati pendidikan dasar, Direktur Yayasan Abisatya Yogyakarta

Guru Garda Utama Kurikulum Merdeka

Kompas.com - 05/05/2023, 16:58 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

FEBRUARI 2022, Kemendibudristek meluncurkan Kurikulum Merdeka yang menyiratkan semangat untuk menyegarkan visi, pendekatan, dan perangkat-perangkat pengajaran agar sesuai tuntutan zaman.

Dalam kurikulum merdeka posisi guru adalah penggerak merdeka belajar. Guru penggerak merdeka belajar dituntut tidak hanya mampu mengajar dan mengelola kegiatan kelas secara efektif, tetapi juga membangun hubungan efektif kepada peserta didik dan komunitas sekolah.

Implementasi Kurikulum Merdeka harus diikuti dengan penyelesaian silang-sengkarut persoalan tentang guru yang masih ada.

Meski upaya meningkatkan profesionalitas guru telah dilakukan dengan pengangkatan guru PPPK, penyelenggaraan PPG Pra Jabatan, PPG Dalam Jabatan, serta program Guru Penggerak, namun Kemendikbud nampaknya masih terjebak pada hiruk-pikuk kebijakan strategis pada ranah hilir.

Kurikulum Merdeka harus diikuti dengan pembenahan kurikulum pendidikan guru pada Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dan Pendidikan Profesi Guru di tingkat perguruan tinggi sehingga menghasilkan profil kompetensi guru yang merdeka.

Profil Guru Merdeka tentu akan menghasilkan Profil Pelajar Pancasila yang merdeka sebagaimana yang dicita-citakan Kurikulum Merdeka.

Sebagaimana dikatakan YB Mangunwijaya, sebaik apapun kurikulum pendidikan (umum) tidak akan berarti apa-apa jika guru sebagai ujung tombak pendidikan dan pengajaran tidak memiliki basis kompetensi yang solid dan memadai, meliputi sikap kritis, kreatif dan inovatif.

Mengutip Agus Suwignyo (dalam Diskusi di DED, 2012), faktor gurulah yang seharusnya dijadikan fokus kebijakan peningkatan mutu pendidikan.

Kurikulum menjabarkan visi dan konsep dasar pendidikan dan karena itu sering dianggap sebagai jantung pengajaran. Namun, sebagai perangkat, kurikulum hanyalah (salah satu) alat untuk mencapai perbaikan pendidikan.

Perubahan kurikulum, kendati niscaya kapanpun dan sesering apapun, hanya akan berdampak pada peningkatan mutu pendidikan jika faktor-faktor lain yang lebih krusial telah mendukung upaya itu.

Dalam konteks ini guru memegang posisi kunci reformasi pendidikan—selain faktor dana, visi pendidikan dan skema luas hubungan pendidikan dengan pembangunan bidang ekonomi, politik dan kebudayaan.

Menurut filsuf dan ahli pendidikan N. Driyarkara, tugas guru adalah mendidik manusia muda menjadi manusia dewasa dan susila. Itu berarti hominisasi dan humanisasi.

Intisari mendidik terjadi bila aktivitas yang bersifat pendidikan dilihat sebagai objek dan realitas. Maka, gambaran dasar atau ide dasar dari intisari pendidikan (atau setiap perbuatan mendidik) adalah pemanusiaan manusia muda.

Pendidikan atau perbuatan mendidik disebut perbuatan fundamental yang mengubah, menentukan, dan membentuk hidup manusia.

Driyarkara mengidentifikasi dua tipe guru: pertama, guru yang kebetulan dan, kedua, guru yang betul-betul.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com