KOMPAS.com - Saat hari raya Idul Fitri datang, anak-anak biasanya akan mendapatkan ‘salam tempel’ atau angpau yang dikemas menggunakan amplop dengan beragam bentuk dan warna.
Tradisi ini telah dilakukan sejak lama dan dilakukan secara turun temurun dari generasi ke generasi.
Lantas dari mana asal mula kebiasaan memberikan angpau saat lebaran ini muncul?
Baca juga: Freeport Buka Magang Mahasiswa D4, S1, dan S2 dari 27 Jurusan
Menurut Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga (Unair) Moordiati, tidak pernah ditemukan adanya catatan sejarah mengenai angpau lebaran.
Namun, ada cerita bahwa seorang kaisar yang datang ke Jawa dan memberi uang sebagai tanda tali asih.
Hal ini kemudian semakin berkembang dari waktu ke waktu dan diadopsi menjadi tradisi bagi orang yang lebih tua memberi kepada yang lebih muda sebagai tanda kasih sayang.
"Kemudian kalau tidak ada angpau saat lebaran rasanya hambar," kata Moordiati dilansir dari keterangan tertulis di laman resmi Unair, Minggu (23/4/2023).
Pada budaya Islam sendiri, sebenarnya tidak ada tradisi atau budaya mengenai pemberian angpau saat Idul Fitri ini.
Pemberian angpau saat lebaran merupakan hasil dari perpaduan antara budaya Islam dan Tionghoa.
"Pemberian ini sebenarnya adopsi dari kebudayaan Islam dan tionghoa. Hasil akulturasi ini yang berkembang sampai saat ini," jelas Moordiati.
Lanjut Moordiati menambahkan bahwa dahulu pemberian angpau saat Idul Fitri sebagai bentuk apresiasi dan hadiah dari orang tua kepada anaknya karena telah menjalankan puasa sebulan lamanya.
Namun, seiring berjalannya waktu sesuatu yang orang anggap hadiah kini menjadi keharusan.
"Lama-lama kemudian ini tidak lagi sebagai hadiah ya. Sekarang kalau tidak memberi angpau kesannya bukan seperti hari raya," jelas Moordiati.
Pemberian angpau lebaran juga dapat menjadi gambaran status sosial seseorang.
Status sosial seseorang akan dianggap tinggi jika nominal uang yang diberikan semakin tinggi.
Baca juga: 15 Universitas Terbaik di Asia Versi EduRank 2023, Siapa Teratas?