Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar UI: Tradisi Mudik Tak Akan Kalah dengan Teknologi Komunikasi

Kompas.com - 20/04/2023, 14:05 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Mudik menjadi tradisi yang lazim dilakukan oleh sebagian masyarakat dunia.

Di Korea Selatan, misalnya, tradisi mudik dilakukan saat perayaan Chuseok yang merupakan festival musim panas Hangawi di tengah musim gugur.

Baca juga: Beasiswa bagi SMA hingga S2, Ada Biaya Pendidikan Rp 750.000

Di Negeri Paman Sam, mudik terjadi saat perayaan thanksgiving yang setiap tahunnya dirayakan pada Kamis minggu keempat bulan November.

Sementara itu, di China, setiap Tahun Baru Imlek, warga akan mudik ke berbagai daerah yang dikenal dengan istilah chunyun.

Senada dengan negara-negara tersebut, masyarakat Indonesia juga mengenal tradisi mudik yang dilakukan menjelang perayaan Idul Fitri.

Tradisi mudik ini bahkan telah dikenal sejak zaman Majapahit, di mana masyarakat pendatang di suatu daerah kembali ke kampung halamannya saat perayaan tertentu.

Tradisi mudik ini diteruskan oleh para pendatang yang tinggal di kota-kota besar untuk pulang ke kampung halamannya dalam rangka bersilaturahmi dan merayakan Idul Fitri bersama keluarga.

Kepala Makara Art Center, Dr. Ngatawi Al Zastrouw mengatakan, masyarakat desa yang melakukan urbanisasi ke kota tidak dapat melepas budaya desanya.

Mereka selalu rindu kampung halaman yang menyimpan banyak kenangan dan rindu sanak keluarga. Upaya melepas rindu ini menemukan momentumnya pada saat Idul Fitri.

Dia menambahkan, peristiwa mudik ini tidak saja terkait dengan masalah komunikasi yang dapat digantikan dengan teknologi.

Ada dimensi afeksi yang sangat kuat yang terkait dengan tradisi mudik.

"Teknologi hanya memenuhi aspek kognitif, tetapi tidak dapat memenuhi aspek afektif. Hal inilah yang menyebabkan tradisi mudik terus bertahan meski sudah ada teknologi komunikasi yang canggih sekalipun," ucap Dr. Zastrouw dalam keterangannya dikutip Kamis (20/4/2023).

Dia menyebut, tradisi mudik dapat bertahan karena memenuhi kebutuhan spiritual dan emosional (psikologis) masyarakat.

Kesibukan atas pekerjaan sehari-hari ditambah kerasnya kehidupan masyarakat di perkotaan, menjadikan mudik sebagai pilihan terapi psikologis.

Baca juga: Biaya Kuliah 41 Jurusan Jenjang S1 Telkom University

Menurut Dr. Zastrouw, dibutuhkan momentum untuk kanalisasi emosi sekaligus katarsis atas kejenuhan yang dirasakan.

"Tradisi ini menjadi momentum katarsis atas berbagai problem psikologis yang dirasakan oleh masyarakat modern urban," jelas dia.

Selain aspek budaya dan agama, mudik merupakan sebuah aktivitas traveling.

Mudik menjadi sarana traveling massal yang dilakukan oleh mayoritas masyarakat Indonesia. Seluruh moda transportasi digunakan, seperti mobil pribadi, pesawat terbang, kereta api, kapal laut, bus bahkan motor.

Baca juga: Kemendikbud: Aturan Permenpan-RB Nomor 1 Berlaku Hanya untuk Dosen ASN

"Dengan kata lain, tradisi mudik menjadi momentum healing masyarakat modern. Inilah yang membuat tradisi ini tidak luntur digerus arus modernisasi, karena dapat menjadi kanalisasi atas residu budaya modernisasi," tukas Dr. Zastrow.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com