Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Anggun Gunawan
Dosen

Anggun Gunawan merupakan dosen tetap di Program Studi Penerbitan, Politeknik Negeri Media Kreatif Jakarta dan dosen part-time di Sekolah Vokasi Universitas Indonesia Depok. Ia menyelesaikan S2 bidang Publishing Media dari Oxford Brookes University UK tahun 2020 dan S1 bidang Ilmu Filsafat dari Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Pada tahun 2014, ia berkesempatan mendapatkan beasiswa untuk belajar "Translation Copyright Transanction" di Jakarta dan Frankfurt Jerman dari Goethe Institut Indonesia.

Saat Kampus Memburu Akreditasi Internasional dan Rangking Global

Kompas.com - 21/03/2023, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BEBERAPA tahun terakhir, dunia perguruan tinggi Indonesia disibukkan dengan pengejaran akreditasi internasional dan "lomba lari” rangking global. Pencapaian akreditasi internasional dijadikan bagian dari kontrak rektor/direktur perguruan tinggi (terutama di perguruan tinggi negeri/PTN) dengan Mendikbuddiktiristek saat pelantikan.

Rangking global adalah bagian branding strategis Indonesia untuk masuk jajaran negara pemilik top universities dunia. Pimpinan perguruan tinggi menyediakan dana miliaran rupiah untuk bisa mendapatkan status akreditasi internasional.

Beberapa universitas dan institut terbaik di Indonesia diberikan dana insentif khusus untuk bisa bersaing dalam perebutan tempat pada perangkingan kampus global. Indonesia masih ketinggalan jauh dari Malaysia dan negara-negara anggota G-20 terkait hal itu.

Baca juga: 5 Prodi FPIK Unpad Raih Akreditasi Internasional ASIIN

Sejak akhir 2021 hingga detik ini, saya menjalani peran sebagai koordinator akreditasi internasional di kampus tempat saya bekerja. Perjalanan yang dimulai dari nol karena memang kampus saya sekarang belum pernah mengikuti proses akreditasi internasional.

Di awal-awal, banyak keraguan yang menyelimuti. Banyak kolega yang berpikir bahwa untuk mengikuti proses akreditasi internasional, sebuah kampus harus memiliki kelas internasional dan mahasiswa asing.

Banyak juga yang mengira untuk maju ke proses akreditasi internasional, prodi (program studi) yang ingin dinominasikan harus terakreditasi A atau Unggul dari BAN-PT (Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi) atau LAM-PT (Lembaga Akreditasi Mandiri Pendidikan Tinggi).

Setelah berbagai workshop dan pertemuan, perlahan kabut terkait akreditasi internasional itu terbuka. Hal yang paling penting adalah mencari agency akreditasi internasional yang diakui Dikti. Jumlahnya ada 20 lembaga sebagaimana tertuang dalam Kepmendikbud Nomor 83/P/2020 tentang Lembaga Akreditasi Internasional.

Korban dari Kepmendikbud ini lumayan banyak. Di awal-awal pencarian mitra, tim kami menjalin kontak dengan ASIC yang berbasis di United Kingdom (UK) atau Britania Raya. Namun nama ASIC tidak tercantum dalam lembaga akreditasi internasional yang diakui Dikti.

Politeknik Negeri Malang (Polinema), Politeknik Bandung (Polban), dan beberapa kampus lainnya yang sudah mendapatkan status akreditasi dari lembaga itu untuk beberapa program studi mereka kemudian harus gigit jari karena status akreditasi internasionalnya tidak diakui Kemendikbuddiktiristek.

Bayangkan, untuk berproses menjalani akreditasi internasional membutuhkan biaya Rp 1-3 miliar. Biaya itu semakin membengkak dengan tambahan biaya perbaikan, fasilitas, dan infrastruktur penunjang akreditasi. Berapa banyak uang yang “hilang” jika salah dalam memilih lembaga akreditasi internasional.

Dua Jenis Lembaga Akreditasi

Tipologi lembaga akreditasi internasional itu ada dua. Pertama, lembaga akreditasi yang mensyaratkan adanya pengimplementasian kurikulum internasional tertentu pada sebuah prodi yang akan diakreditasi. Ini merupakan konsep akreditasi internasional yang ideal.

Pada jenis ini, sebelum dinilai oleh panel, prodi tersebut sudah menerapkan pembelajaran standar internasional. Untuk tipe ini, prosesnya memakan waktu 3-5 tahun. Karena yang akan diukur adalah penerapan kurikulum dan standar internasional itu.

Kelebihan tipe ini antara lain, para lulusannya bisa bekerja di berbagai negara karena memang kurikulumnya sudah dibuat sebaik mungkin sesuai dengan standar-standar asosiasi profesional dunia. Dosen-dosennya pun tentu sudah beradaptasi dengan pemakaian kurikulum standar internasional.

Kedua, lembaga akreditasi internasional yang hanya menilai proses yang selama ini sudah berjalan di sebuah prodi/kampus. Apakah sudah memenuhi standar-standar higher education yang secara umum diterapkan di berbagai negara.

Pola kedua ini lebih mengukur pada sisi manajerial, kurikulum, sirkulasi mahasiswa, dan kepuasan mereka terhadap proses pembelajaran, performa dosen dan bagaimana mereka mendapatkan kesempatan untuk pengembangan diri.

Baca juga: 4 Prodi FMIPA UI Raih Akreditasi Internasional dari ASIIN Jerman

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com