Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aktivis Pendidikan: Cara Disiplinkan Siswa Bukan dengan Memajukan Jam Masuk Sekolah

Kompas.com - 03/03/2023, 16:25 WIB
Ayunda Pininta Kasih

Penulis

KOMPAS.com - Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Viktor Laiskodat, menetapkan kebijakan baru yang mendapat sorotan nasional, yakni murid SMA dan SMK wajib masuk sekolah pukul 5.30 pagi waktu setempat.

Aturan ini diubah dari awalnya masuk pukul 05.00 pagi menjadi pukul 05.30 pagi.

Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat beberapa waktu lalu menyampaikan, masuk pagi dimaksudkan membangun etos kerja dan kedisiplinan, termasuk supaya tidak ada tambahan rombongan belajar.

Merespon hal tersebut, pendidik sekaligus Ketua Kampus Pemimpin Merdeka, Rizqy Rahmat Hani menegaskan bahwa, kedisiplinan maupun etos kerja tidak muncul dari jam sekolah yang dimajukan.

Baca juga: Psikolog UGM: Masuk Sekolah Pukul 5.30 Pagi Berdampak Buruk bagi Siswa

Dia mengungkapkan, banyak negara lain yang dikenal memiliki kedisiplinan tinggi bukan dengan cara memajukan jam masuk sekolah, melainkan menggunakan manajemen waktu yang efektif.

"Karakter tersebut bisa ditumbuhkan bukan dari faktor jam berangkat sekolah dimundurkan atau dimajukan. Banyak faktor, dari ekosistem lingkungan murid, kurikulum, proses pembelajaran, kualitas guru, dan sebagainya,” kata Rizqy dalam keterangannya, Kamis (2/3/2023).

Menurut aktivis pendidikan yang telah mendampingi banyak sekolah dan guru itu, jam sekolah terlalu pagi malah bisa mengganggu banyak hal.

Seperti kesehatan dan kesejahteraan murid karena kurang waktu tidur, waktu dengan keluarga, dan aktivitas lainnya.

Rizqy memaparkan, setidaknya ada lima hal yang bisa dilakukan jika ingin murid memiliki karakter disiplin dan etos kerja yang tinggi.

Baca juga: Kisah Guru Nofri, Rela Tempuh 40 Jam Perjalanan demi Berbagi Ilmu

Pertama, membangun lingkungan pendidikan yang kondusif agar murid bisa belajar dengan suasana nyaman.

Kedua, guru dan kepala sekolah bisa memperkenalkan murid dengan sosok inspiratif yang memiliki karakter tersebut. Bahkan guru, tenaga pendidik, dan kepala sekolah sendiri yang bisa menjadi role modelnya.

Ketiga, melakukan pendekatan yang lebih personal.

"Ketika tindakan murid menantang, maka bukan hukuman yang diberikan, melainkan pendekatan personal untuk mengetahui akar permasalahan," saran dia.

Setelah itu, sekolah perlu memberi motivasi dan dukungan. Dilanjutkan dengan mengembangkan program pendidikan yang tepat.

Menurutnya, saat ini sudah ada Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) dalam Kurikulum Merdeka yang bisa menjadi landasan pengembangan program.

“Para stakeholder dapat mengembangkan program pendidikan yang tepat, seperti program pengembangan karakter atau program pelatihan keterampilan untuk meningkatkan kedisiplinan dan etos kerja murid. Ini bisa dikaitkan dengan (P5) dalam Kurikulum Merdeka,” jelas Rizqy.

Baca juga: Beasiswa S1-S2 Brunei Darussalam 2023, Kuliah Gratis-Tunjangan Bulanan

Dia juga mengingatkan pentingnya peran orang tua untuk menumbuhkan karakter murid.

Pihak sekolah bisa mengundang orangtua secara rutin ke sekolah. Dalam pertemuan itu, orangtua diberikan informasi bagaimana agar mereka bisa mendukung pembelajaran anaknya di rumah.

“Seringkali orangtua diundang ke sekolah hanya ketika rapotan atau ketika anaknya melakukan kesalahan di sekolah. Seharusnya pihak sekolah membangun hubungan dengan orangtua, rutin mengundang dan berdiskusi,” tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com