Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mohammad Imam Farisi
Dosen

Dosen FKIP Universitas Terbuka

Menembus Universitas Kelas Dunia Melalui Publikasi Ilmiah Bereputasi

Kompas.com - 01/03/2023, 17:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DOSEN perguruan tinggi tengah menjadi topik perbincangan panas di sejumlah kanal media masa arus-utama cetak dan/atau elektronik. Harian Kompas yang telah mengungkap “indikasi” adanya praktik-praktik menyimpang dari etika dan integritas akademik oleh oknum-oknum dosen terkait dengan publikasi ilmiah.

Eksistensi perguruan tinggi sebagai garda terdepan, pengemban amanah, pengawal, dan pemelihara tradisi dan integritas akademik kembali digugat. Dalam sekejap, kepercayaan publik terhadap perguruan tinggi seakan “runtuh”.

Baca juga: Hasilkan 1.921 Jurnal Internasional, Kemendikbud Apresiasi Mahasiswa PMDSU

Dari Kebijakan Akademik ke Program Mercusuar

Diakui atau tidak, fenomena di atas tidak bisa dilepaskan dan merupakan ekses (dampak negatif) dari kebijakan yang mewajibkan dosen memiliki publikasi ilmiah internasional bereputasi yang diakui oleh Kemendikbudristek sebagai syarat tambahan. Khususnya bagi dosen yang akan mengusulkan kenaikan jabatan akademik secara “regular” ke profesor atau “loncat jabatan” ke lektor kepala atau profesor.

Kewajiban itu berlaku sejak tahun 2014 melalui Pedoman Operasional Penilaian Angka Kredit 2014 dan 2019. Keputusan Ditjendikti No.12/E/KPT/2021 juga mewajibkan setiap dosen dengan jabatan akademik profesor memiliki publikasi karya ilmiah pada jurnal internasional bereputasi setiap tiga tahunan sekali.

Jika kewajiban tersebut tidak dipenuhi, yang bersangkutan akan memperoleh sanksi berupa pembinaan oleh pimpinan perguruan tinggi, dan penghentian sementara pemberian tunjangan sertifikasi dosen dan tunjangan kehormatan profesor. Ketentuan ini efektif berlaku pada tahun akademik genap 2022/2023.

Kebijakan tersebut tidak hanya ikhtiar untuk lebih mendorong produktivitas, kualitas, dan reputasi karya ilmiah dan publikasinya bagi para dosen perguruan tinggi. Itu juga kebijakan untuk menjaga marwah dan kewibawaan akademik seorang profesor, pemegang jabatan akademik tertinggi di lingkungan perguruan tinggi, yang menuntut kepemilikan karya ilmiah yang “luar biasa” untuk meraihnya.

Baca juga: Ketika Dosen Kehilangan Kodrat

Lebih dari itu, kebijakan itu juga menjadi “program mercusuar” Kemendikbudristek yang diharapkan mampu mengangkat nama Indonesia sebagai salah satu negara pengembang ilmu pengetahuan dan teknologi serta meningkatkan daya saing bangsa di kancah internasional.

Walhasil, program ini telah sukses mendongkrak jumlah publikasi artikel internasional bereputasi secara eksponensial. Data SCIMAGO memperlihatkan jumlah artikel bereputasi dosen Indonesia naik 83 persen dari 6.931 artikel (2014) menjadi 12.706 artikel (2016), dan terus mengalami kenaikan 288 persen hingga menembus angka 49.350 artikel (2021).

Program itu juga sukses menaikkan ranking Indonesia dari peringkat 50 (2014) menjadi 21 dunia. Di tingkat Asia pun ranking Indonesia naik dari 11 (2014) menjadi ranking 5 (2021).

Sejak tahun 2018 produktivitas Indonesia dalam publikasi ilmiah bereputasi mengatasi semua negara di kawasan ASEAN. Untuk menyukseskan program mercusuar tersebut, Kemendibbudristek melalui Ditjendiktiristek membuat kebijakan-kebijakan baru untuk lebih meningkatkan jumlah publikasi artikel pada jurnal internasional bereputasi.

Dalam surat edaran Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Surat Edaran, 2019), setiap lulusan program doktor harus sudah memiliki artikel yang telah diterbitkan di jurnal internasional bereputasi. Ditjendiktiristek juga mewajibkan mahasiswa program beasiswa Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU) untuk menghasilkan keluaran berupa dua publikasi internasional terindeks Scopus.

Walhasil, hingga kini, jumlah publikasi di jurnal internasional bereputasi yang dihasilkan mahasiswa PMDSU Batch I sampai VI mencapai 1.921 publikasi (Kemdikbuddikti, 2022).

Menembus World Class University

Secara global, lahirnya berbagai program dan kebijakan Kemdikbudristek dalam publikasi internasional berputasi juga tidak luput dari ikhtiar Kemendikbudristek agar universitas-universitas di Indonesia masuk dalam kategori World Class University (WCU), seperti Academic Ranking World University (ARWU), Times Higher Education World University Ranking (THE WUR), UNIRANK, dan QS WUR.

Salah satu dari tiga parameter utama yang digunakan adalah keunggulan riset yang diakui masyarakat akademis internasional melalui publikasi internasional. Bisa dikatakan, riset dan publikasi internasional utamanya yang terindeks pada database Scopus dan Web of Science (Thomson Reuters) merupakan salah satu penilaian yang paling krusial untuk menentukan apakah perguruan tinggi tersebut layak masuk pemeringkatan internasional atau tidak.

Tak mengherankan, jika kemudian komitmen kuat untuk menjadikan perguruan tinggi di Indonesia dalam jajaran WCU tersebut mendorong banyak kampus menargetkan para dosennya untuk membuat publikasi yang terindeks pada database internasional seperti Scopus dan Web of Science (Thomson Reuters).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com