Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkaca Gempa Turki, Dosen UGM: Masyarakat Harus Paham Evakuasi Mandiri

Kompas.com - 07/02/2023, 17:29 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Bencana gempa bumi dengan magnitudo 7,8 melanda Turki dan Suriah pada Senin (6/2/2023).

Diperkirakan sedikitnya 4.000-an orang meninggal dan belasan ribu warga yang terluka akibat kejadian gempa tersebut.

Baca juga: Cek Syarat dan Cara Daftar S1 Unhan 2023, Kuliah Gratis Lulus Jadi TNI

Dari hasil laporan laporan Badan Survei Geologi Amerika (USGS) menyatakan bahwa pusat gempa di Turki magnitudo 7,8 itu berada 23 kilometer timur Nurdagi, di Provinsi Gaziantep Turki, pada kedalaman 24,1 kilometer.

Dosen Geologi UGM, Dr. Wahyu Wilopo mengatakan, magnitude gempa di Turki yang cukup besar dan tingkat kedalaman pusat gempa yang dangkal menyebabkan risiko tingkat kerusakan bangunan yang begitu besar.

"Kerusakan gempa bumi sangat dipengaruhi oleh kekuatan gempa, durasi gempa, jarak gempa (jarak horizontal dan kedalaman) dari lokasi, kondisi tanah dan batuan di lokasi termasuk ada tidaknya jalur patahan dan kekuatan bangunan yang ada," ucap dia dikutip dari laman UGM, Selasa (7/2/2023).

Disamping itu, tambah Wahyu, episentrum gempa juga berada di daerah daratan dan kejadian gempa yang besar terjadi bukan pada gempa pertama, tapi pada kejadian gempa selanjutnya.

"Yang terjadi pada pukul 4.17 pagi dengan magnitude yang lebih rendah, kemudian terjadi gempa lagi pada pukul 4.28 dengan magnitude 6,7 dan pada pukul 13.24 siang terjadi gempa dengan magnitude paling besar 7,8," kata dia.

Kejadian gempa yang berturut-turut dengan magnitude yang cukup besar ini, menurut dia, justru akan lebih merusak dibandingkan dengan kejadian gempa yang terjadi hanya sekali atau gempa yang agak besar diikuti dengan gempa-gempa kecil.

"Masyarakat kita juga harus waspada terhadap gempa susulan, yang mungkin magnitudonya lebih besar dari gempa yang pertama seperti kasus yang terjadi di Turki ini atau di Lombok pada 2018," jelas dia.

Baca juga: 10 Kampus Swasta Terbaik di Indonesia Versi Webometrics 2023

Soal banyaknya korban yang meninggal dunia yang tertimpa reruntuhan bangunan, Wahyu Wilopo menjelaskan secara umum bangunan di Turki sudah lebih baik secara kekuatan dibandingkan di Indonesia, tapi demikian dengan kejadian gempa yang cukup besar berkali-kali akan menyebabkan terjadinya keruntuhan.

"Sebagian besar tipikal bangunan di Turki dibangun bertingkat bukan satu lantai, sehingga lebih rentan runtuh dan menimbulkan banyak korban," ungkapnya.

Menurut Wahyu Wilopo, pelajaran yang bisa kita petik dari kejadian gempa di Turki dan Suriah adalah kita harus selalu waspada terhadap kejadian gempa bumi yang ada di Indonesia.

Salah satu kewaspadaan yang harus dilakukan adalah dengan membangun bangunan yang tahan terhadap gempa.

Dia mencontohkan, salah satu contoh bangunan tahan gempa yang sederhana adalah RISBA yang dikembangkan oleh teman-teman di Teknik Sipil dan Lingkungan UGM.

Selain itu, masyarakat juga harus memiliki rencana evakuasi mandiri bila terjadi gempa dengan mengenali tempat-tempat berlindung atau jalur evakuasi untuk menuju tempat aman.

Yang tidak kalah penting, melakukan pemetaan sesar-sesar aktif sebagai pemicu terjadinya gempa bumi juga perlu dilakukan lebih detail untuk menginventarisasi daerah berpotensi terjadi gempa bumi.

Baca juga: 15 Perguruan Tinggi Terbaik Indonesia Versi Webometrics 2023

Sebab, pengembangan wilayah juga harus mengacu pada informasi bencana salah satunya gempa bumi, di mana harus ada rekomendasi kekuatan bangunan yang sesuai dengan ancaman gempanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com