Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Unair: Pemberlakuan ERP Harus Dikaji dari Banyak Aspek

Kompas.com - 21/01/2023, 09:51 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Rencana pemberlakuan electronic road pricing (ERP) atau sistem jalan berbayar di ibu kota tengah mencuat baru-baru ini.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengaku pemberlakuan kebijakan tersebut bertujuan untuk mengendalikan kemacetan lalu lintas yang terus meningkat.

Baca juga: Kecurangan Rekrutmen Bersama BUMN, Pakar Unair: Pengaruhi Kinerja Pegawai

Merespons hal tersebut, Dosen Kajian Politik Tata Ruang dan Transportasi Universitas Airlangga (Unair), Dr. Siti Aminah menegaskan, kebijakan ERP tidak boleh diterapkan dengan gegabah.

Menurut dia, pemberlakuan ERP memerlukan kajian dari berbagai aspek, tidak sekadar berfokus untuk memecahkan masalah kemacetan dan hitungan ekonomi bisnis.
Namun, terdapat aspek-aspek lain yang perlu dipertimbangkan dan diperhatikan.

"Aspek energi, keberlanjutan pembangunan, aspek perilaku pengguna mobil, aspek mobilitas, dan lain-lain. ERP itu berada dalam skema kebijakan yang besar yaitu SDGs (Sustainable Development Goals)," ucap dia dalam keterangannya dikutip dari laman Unair, Sabtu (21/1/2023).

Aminah menerangkan, sejak tahun 1992, pemerintah DKI Jakarta telah berupaya mencari solusi untuk memecahkan kemacetan lalu lintas tanpa merugikan pengguna jalan dan pemilik kendaraan bermotor, baik mobil ataupun sepeda motor.

Kebijakan tersebut kemudian dikenal dengan istilah '3 in 1'.

Kendati demikian, masyarakat mampu menyiasati kebijakan tersebut dengan berbagi kendaraan bersama orang lain agar tidak kena tilang.

Selain itu, muncul banyak joki penumpang sementara agar dapat melalui ruas jalan-jalan protokol.

"Semua penduduk punya hak menggunakan jalan dan dilayani kebutuhan untuk melakukan mobilitas dari satu tempat ke tempat lain. Jalan itu barang publik, jika jalan sudah dijual kepada masyarakat atas nama mengatasi kemacetan, mengurangi polusi, bagaimana dengan kehadiran taksi-taksi online? Berapa harga yang harus dibayar oleh pengguna taksi?" jelas dia.

Baca juga: Biaya Masuk Unpad Jalur SBMPTN atau SNBT 2023, Calon Mahasiswa Cek

"Apakah keadilan dalam mobilitas tidak dipikirkan? ERP ini bisa dimaknai sebagai eksklusi sosial masyarakat dari jalan raya dan transportasi pribadi. Belajar dari pengalaman kota-kota besar di negara lain sangat penting," sambung dia.

Lanjut dia menyatakan ERP bukan hanya skema yang muncul secara politis maupun administratif.

Berbagai solusi dibutuhkan untuk mengatasi krisis lingkungan yang menantang perkembangan Jakarta.

Sementara di sisi lain, perdebatan dan kontroversi sensitif terkait privasi individu dalam melakukan mobilitas menjadi agenda tersendiri yang perlu juga memperoleh perhatian dari para pemangku kebijakan.

"Dengan demikian, untuk menerapkan ERP di Jakarta, masyarakat harus terus disadarkan akan pentingnya program ERP yang dapat berjalan secara efisien dan berdampak positif terhadap keselamatan, kesejahteraan, kesehatan, jaminan pendapatan, kesempatan kerja, dan lain sebagainya," ungkap dia.

Baca juga: 18.964 Mahasiswa UGM Peroleh Beasiswa Pendidikan

"Lebih dari itu, ERP juga berlaku sebagai tarif atau pajak kemacetan sebagai kebijakan publik yang diperlukan untuk memastikan pertumbuhan ekonomi jangka panjang, kualitas hidup, dan kesejahteraan penduduk," tukas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com